Ya, keringat sebesar butiran jagung, wajah pucat seperti kertas, mulut yang terbuka lebar seperti ember, dan juga detak jantung yang berdegup dengan sangat cepat. Felicia seakan baru saja mengikuti lomba lari maraton, degupan jantungnya melaju tak terkendali. Seluruh sel di dalam otaknya seakan menjadi beku, tak ada informasi yang bisa ia cerna saat melihat dua garis merah pada alat uji kehamilan sederhana itu.
"Um …" Felicia kehilangan kendali dirinya, air mata mulai tumpah, luruh menetes bulir demi bulirnya. Menetes ke atas tanda positif pada benda pipih yang ia genggam. Padahal seharusnya seorang wanita akan menangis haru atau bahkan tertawa bahagia saat melihat dua garis merah pertamanya, karena anak adalah anugrah, titipan Sang Maha Kuasa.
"Hiks … hiks," Felicia menangis di dalam toilet, ia membekap mulutnya yang terus tergugu agar tidak mengeluarkan suara sesunggukan yang keras dan membuat semua rekan medisnya penasaran.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com