webnovel

Tentu bisa Mia!

"Seperti nya kakek tidak akan tahan lama Mia. Kecuali... Kecuali kau memberi kami seorang cicit."

"Seorang cicit! Beri kami seorang cicit!

Tanya kan pada Garra. Ajak dia bekerjasama!"

Kata kata itu terus diingat Mia. "Mia akan laksanakan kek. Mia akan berusaha. Kakek harus bertahan. Kakek harus sembuh!" Mia bertekad.

**

Sore sudah berganti petang, sinar sunset di ufuk barat barat sudah menghilang berganti gelap, segelap wajah Mia yang baru saja menyelesaikan mandinya.

Memilah Milah baju. Baju yang sudah di siapkan oleh pelayan. Tidak tanggung tanggung, dua lemari besar itu sudah sejak beberapa hari setelah kesembuhan Garra , telah padat dengan baju untuk Mia.

Tapi dasar Mia, tak satu pun yang di sentuh nya. Tak satu pun yang dilirik nya. Mia masih setia dengan baju baju bawaan dari rumah Kuncoro.

Tapi petang ini, Mia sibuk mencoba baju baju ini. Entah sudah berapa setel baju yang ia pakai lalu ganti lagi. Ganti dan ganti lagi, sambil terus menggrundal.

"Bagaimana lah bentuk baju ini? Belum juga selesai dijahit. Gak sabaran, main di jual aja."

"Sebenarnya, yang bikin apa yang beli yang bodoh ya?" Mia berpikir.

Pingin ngakak! Padahal sendiri nya yang bodoh.

Ah, Mia.. Mia..

Akhirnya, Mia berhenti di suatu pilihan. Baju yang menurut nya masih pantas di katakan sudah jadi, walaupun terbuka di bagian pundak dan pahanya.

Lalu mencoba makeup tipis sesuai dengan yang pernah ia intip dari Jihan dan Yuri ketika di rumah ayahnya dulu.

Berputar putar di depan cermin.

"Aku cantik gak sih?" memainkan ujung rambutnya.

Lalu duduk di tepi ranjang, melirik jam dinding di sana.

"Tuan muda Garra mana ya? Kenapa terlambat?" Ada rasa tak sabar. Mungkin Mia kangen. Atau tak sabar ingin menyampaikan keinginan kakek Abian.

Entah lah.

Menguap berkali kali. Lalu melangkah mendekati sofa. "Tidak boleh mengantuk, tidak boleh. Harus kuat. Aku harus berusaha keras, merayu Tuan muda. Agar mau memberitahu ku. Agar mau bekerjasama dengan ku."

Sementara di luar , di halaman luas rumah Mahendra ini juga. Garra terlihat menuruni mobilnya. Dengan kemeja putih yang digulung lengan nya sampai siku, dua kancing atas terbuka membuat penampilan nya begitu cool. Berjalan tergesa menuju dalam. Lalu menaiki tangga dengan cepat. Apa yang membuat Garra terlihat terburu buru? Sudah pasti Mia jawabannya.

Hari ini, ia terlambat hampir dua jam. Dua jam bagi kita, dua Minggu rasa nya bagi Garra.

Garra mendengus kasar saat sudah sampai di depan pintu kamarnya. Berhenti sejenak, mengatur nafas nya dulu agar tidak terlihat jika ia sudah berjalan sedikit berlari.

Mengusap wajahnya dengan sapu tangan, lalu tidak lupa merapihkan rambut nya, meski masih terlihat acak acakan.

Ceklek...!!

Membuka kenop pintu, " Mia sayang..!!"

Tak ada jawaban.

"Mia..!!" mata nya menyusuri ranjang.

"Kemana Mia? Apa mandi?" melirik pintu kamar mandi. Sedikit terbuka menandakan jika tidak ada penghuninya.

Garra melangkah, menaruh tas di meja. Lalu duduk di tepi ranjang. Mencopot sepatu dan kaos kaki nya. Lalu menyambar handuk dan segera mandi secepat mungkin.

Ia sudah bisa menebak, jika Mia ada di kamar kakek nya. Rasa tak sabar Garra untuk sekedar Melihat wanitanya.

Garra sudah selesai, langsung mengambil ganti dan berganti. Melangkah di depan cermin untuk menyisir.

Garra menatap bayangan di cermin, ada bayangan nya dan.. ada bayangan lain yang mencurigakan di belakang bayangan. Tepat di ujung sofa letak nya, seperti sebuah kaki. Mulus, jenjang. Garra cepat tersadar dan menoleh.

"Ya Tuhan.. !! Mia..!" Garra menghampiri sofa. Di Lihat nya Mia sudah tergeletak tak berdaya di sana dengan posisi kedua dengkul tersangkut di ujung sofa dan kedua betis terurai begitu saja.

Dengkuran halus terdengar.

"Mia..!!" Garra menyentuh pipi itu. Si pemilik pipi menggeliat , lalu membuka mata.

"Tuan muda! Maafkan saya. Saya menunggu tuan muda, tapi malah ketiduran. Makeup saya. Makeup saya..!" Mia panik, berlari ke depan cermin. Membenahi makeup nya.

"Aduh, kenapa ketiduran sih.. Makeup nya hancur deh." keluh Mia.

Garra menatap keheranan pada perubahan Mia. Pakaian Mia, Makeup.?

Tanda tanya di otak Garra. "Apa ada yang salah?"

Selama ini Garra tau, Mia tidak mau bermake-up. Garra sudah menyarankan, bahkan menjanjikan untuk membelikan salon pribadi untuk Mia. Tapi Mia menolak.

Dan malam ini,

Garra menghampiri Mia yang sudah selesai dengan wajahnya. Memutar tubuhnya menghadap Garra.

"Ya Tuhan... Cantik nya istri ku? Bagaimana ini? Aku bisa khilaf kalau begini." gumam Garra. Menelan Saliva nya dengan kasar, membulatkan mata menatap leher jenjang milik Mia dan paha yang terbuka hampir sampai ke pangkal nya.

Di tambah Mia melangkah pelan ke arahnya dengan senyum manis semanis gula.

"Tuan muda..!" meremas remas jemari tangan nya di depan dada sendiri.

Berusaha genit maksudnya.

"Apa tuan muda sudah pulang dari tadi?" Mia mendekat menempelkan tangan nya di dada Garra. 'Kenapa dadanya deg deg begitu? Tuan muda takut ya? Jangan jangan makeup ku salah. Jangan jangan terlihat seram.' menoleh lagi ke cermin. Memastikan diri. 'Tidak.'

"Tuan Muda! Kenapa tidak membangunkan saya?"

Garra tergagap, tersadar dari traveling nya.

"Mia.. Kau cantik sekali." kata itu saja yang mampu keluar dari mulut Garra. Selebihnya hanya rasa gelora yang tak mampu diucapkan oleh kata kata. Tubuh Garra sampai terlihat sedikit gemetaran saat tangan Mia menyentuh kulit dadanya.

"Sini..!" menarik lembut tangan Garra, menuntut ke tepi ranjang. Garra menurut, dengan mata yang tak lepas dari Mia.

"Tuan muda.. Apa mau makan dulu?"

"Tu.. tidak. Nanti saja."

"Benar, nanti saja. Ada yang lebih penting."

Garra melongo, melihat wajah serius Mia. Manis Mia menghilang berganti raut sedih.

'Kirain mau menggoda ku? Kenapa malah menjadi syahdu begini?'

"Mia.." mencoba menebak.

"Sst.. Saya dulu tuan. Ada hal yang saya ingin sampai kan. Ini penting." memotong.

"Apa Mia.?" jadi penasaran.

"Jawab dulu. Apa saya terlihat cantik?"

"Ya.. Cantik , cantik sekali.."

"Ah, baik lah. Tuan muda. Apa tau kalau kakek sekarang sedang sakit keras?"

"Hah! Benarkan Mia?" Garra sempat berpikir, bukankah kemarin Kakek sudah baik baik saja. Kata dokter ,tidak ada yang perlu di khawatir kan?

"Tuan muda. Kakek meminta sesuatu padaku."

"Apa Mia.?"

"Katanya, harus bertanya pada Tuan muda. Tuan muda yang bisa membantuku."

"Apa itu Mia..?" makin penasaran.

"Cicit!"

"Hah! Apa? Kakek memang bilang bagaimana?" Garra tersentak.

"Kakek katanya, tidak bisa tahan lagi. Kecuali jika saya bisa memberi nya cicit." raut Mia semakin sedih.

"Tuan muda. Bantu saya. Bantuin saya bikin cicit buat Kakek. Tuan muda mau kan membantu saya, Memberitahu caranya?" mia memelas.

Mendengar ucapan tidak pintar istrinya, Garra bukan nya tergelak malah geram.

Menjerit dalam hati. 'Kakek.... bisa bisanya memanfaatkan ketidak pintaran istri ku..!!'

"Tuan muda. Tolong lah. Kasian kakek. kan sudah tua. Saya juga ingin berbakti padanya. Bisa kan?? Saya janji akan melakukan apapun asal tuan muda mau memberitahu saya." Mia makin memelas.

"Taun muda.." menarik lengan Garra.

"Bisa kan? Mau ya..?" merengek.

"Iya... Iya Mia.. jelas bisa. Mau.. jelas mau." jawab Garra, entah kenapa jadi gugup.

"Benar?" Mia senang.

"Tentu Mia.. Tentu. Tapi benar harus mau melakukan apapun." Garra ikut senang juga. Akhirnya... kesempatan datang juga.

'Ah .. kakek . Terima kasih atas usaha mu.' Garra kini tak menyalahkan kakeknya. Menatap Mia yang bernafas lega.

"Bagaimana. Mia mau kan melakukan apapun?" tanya Garra.

"Siap! Siap Tuan muda Garra. Saya siap melakukan apapun." jawab Mia. Dalam hatinya, tidak sia sia ia malam ini berdandan habis habisan menurut nya, hanya demi merayu Garra agar mau membantunya, agar mau memberitahu nya.

<Kerja sama yang baik, usaha yang keras. Ah... pasti mendapat kan hasil yang sempurna.> Mia."Seperti nya kakek tidak akan tahan lama Mia. Kecuali... Kecuali kau memberi kami seorang cicit." "Seorang cicit! Beri kami seorang cicit! Tanya kan pada Garra. Ajak dia bekerjasama!" Kata kata itu terus diingat Mia. "Mia akan laksanakan kek. Mia akan berusaha. Kakek harus bertahan. Kakek harus sembuh!" Mia bertekad. ** Sore sudah berganti petang, sinar sunset di ufuk barat barat sudah menghilang berganti gelap, segelap wajah Mia yang baru saja menyelesaikan mandinya. Memilah Milah baju. Baju yang sudah di siapkan oleh pelayan. Tidak tanggung tanggung, dua lemari besar itu sudah sejak beberapa hari setelah kesembuhan Garra , telah padat dengan baju untuk Mia. Tapi dasar Mia, tak satu pun yang di sentuh nya. Tak satu pun yang dilirik nya. Mia masih setia dengan baju baju bawaan dari rumah Kuncoro. Tapi petang ini, Mia sibuk mencoba baju baju ini. Entah sudah berapa setel baju yang ia pakai lalu ganti lagi. Ganti dan ganti lagi, sambil terus menggrundal. "Bagaimana lah bentuk baju ini? Belum juga selesai dijahit. Gak sabaran, main di jual aja." "Sebenarnya, yang bikin apa yang beli yang bodoh ya?" Mia berpikir. Pingin ngakak! Padahal sendiri nya yang bodoh. Ah, Mia.. Mia.. Akhirnya, Mia berhenti di suatu pilihan. Baju yang menurut nya masih pantas di katakan sudah jadi, walaupun terbuka di bagian pundak dan pahanya. Lalu mencoba makeup tipis sesuai dengan yang pernah ia intip dari Jihan dan Yuri ketika di rumah ayahnya dulu. Berputar putar di depan cermin. "Aku cantik gak sih?" memainkan ujung rambutnya. Lalu duduk di tepi ranjang, melirik jam dinding di sana. "Tuan muda Garra mana ya? Kenapa terlambat?" Ada rasa tak sabar. Mungkin Mia kangen. Atau tak sabar ingin menyampaikan keinginan kakek Abian. Entah lah. Menguap berkali kali. Lalu melangkah mendekati sofa. "Tidak boleh mengantuk, tidak boleh. Harus kuat. Aku harus berusaha keras, merayu Tuan muda. Agar mau memberitahu ku. Agar mau bekerjasama dengan ku." Sementara di luar , di halaman luas rumah Mahendra ini juga. Garra terlihat menuruni mobilnya. Dengan kemeja putih yang digulung lengan nya sampai siku, dua kancing atas terbuka membuat penampilan nya begitu cool. Berjalan tergesa menuju dalam. Lalu menaiki tangga dengan cepat. Apa yang membuat Garra terlihat terburu buru? Sudah pasti Mia jawabannya. Hari ini, ia terlambat hampir dua jam. Dua jam bagi kita, dua Minggu rasa nya bagi Garra. Garra mendengus kasar saat sudah sampai di depan pintu kamarnya. Berhenti sejenak, mengatur nafas nya dulu agar tidak terlihat jika ia sudah berjalan sedikit berlari. Mengusap wajahnya dengan sapu tangan, lalu tidak lupa merapihkan rambut nya, meski masih terlihat acak acakan. Ceklek...!! Membuka kenop pintu, " Mia sayang..!!" Tak ada jawaban. "Mia..!!" mata nya menyusuri ranjang. "Kemana Mia? Apa mandi?" melirik pintu kamar mandi. Sedikit terbuka menandakan jika tidak ada penghuninya. Garra melangkah, menaruh tas di meja. Lalu duduk di tepi ranjang. Mencopot sepatu dan kaos kaki nya. Lalu menyambar handuk dan segera mandi secepat mungkin. Ia sudah bisa menebak, jika Mia ada di kamar kakek nya. Rasa tak sabar Garra untuk sekedar Melihat wanitanya. Garra sudah selesai, langsung mengambil ganti dan berganti. Melangkah di depan cermin untuk menyisir. Garra menatap bayangan di cermin, ada bayangan nya dan.. ada bayangan lain yang mencurigakan di belakang bayangan. Tepat di ujung sofa letak nya, seperti sebuah kaki. Mulus, jenjang. Garra cepat tersadar dan menoleh. "Ya Tuhan.. !! Mia..!" Garra menghampiri sofa. Di Lihat nya Mia sudah tergeletak tak berdaya di sana dengan posisi kedua dengkul tersangkut di ujung sofa dan kedua betis terurai begitu saja. Dengkuran halus terdengar. "Mia..!!" Garra menyentuh pipi itu. Si pemilik pipi menggeliat , lalu membuka mata. "Tuan muda! Maafkan saya. Saya menunggu tuan muda, tapi malah ketiduran. Makeup saya. Makeup saya..!" Mia panik, berlari ke depan cermin. Membenahi makeup nya. "Aduh, kenapa ketiduran sih.. Makeup nya hancur deh." keluh Mia. Garra menatap keheranan pada perubahan Mia. Pakaian Mia, Makeup.? Tanda tanya di otak Garra. "Apa ada yang salah?" Selama ini Garra tau, Mia tidak mau bermake-up. Garra sudah menyarankan, bahkan menjanjikan untuk membelikan salon pribadi untuk Mia. Tapi Mia menolak. Dan malam ini, Garra menghampiri Mia yang sudah selesai dengan wajahnya. Memutar tubuhnya menghadap Garra. "Ya Tuhan... Cantik nya istri ku? Bagaimana ini? Aku bisa khilaf kalau begini." gumam Garra. Menelan Saliva nya dengan kasar, membulatkan mata menatap leher jenjang milik Mia dan paha yang terbuka hampir sampai ke pangkal nya. Di tambah Mia melangkah pelan ke arahnya dengan senyum manis semanis gula. "Tuan muda..!" meremas remas jemari tangan nya di depan dada sendiri. Berusaha genit maksudnya. "Apa tuan muda sudah pulang dari tadi?" Mia mendekat menempelkan tangan nya di dada Garra. 'Kenapa dadanya deg deg begitu? Tuan muda takut ya? Jangan jangan makeup ku salah. Jangan jangan terlihat seram.' menoleh lagi ke cermin. Memastikan diri. 'Tidak.' "Tuan Muda! Kenapa tidak membangunkan saya?" Garra tergagap, tersadar dari traveling nya. "Mia.. Kau cantik sekali." kata itu saja yang mampu keluar dari mulut Garra. Selebihnya hanya rasa gelora yang tak mampu diucapkan oleh kata kata. Tubuh Garra sampai terlihat sedikit gemetaran saat tangan Mia menyentuh kulit dadanya. "Sini..!" menarik lembut tangan Garra, menuntut ke tepi ranjang. Garra menurut, dengan mata yang tak lepas dari Mia. "Tuan muda.. Apa mau makan dulu?" "Tu.. tidak. Nanti saja." "Benar, nanti saja. Ada yang lebih penting." Garra melongo, melihat wajah serius Mia. Manis Mia menghilang berganti raut sedih. 'Kirain mau menggoda ku? Kenapa malah menjadi syahdu begini?' "Mia.." mencoba menebak. "Sst.. Saya dulu tuan. Ada hal yang saya ingin sampai kan. Ini penting." memotong. "Apa Mia.?" jadi penasaran. "Jawab dulu. Apa saya terlihat cantik?" "Ya.. Cantik , cantik sekali.." "Ah, baik lah. Tuan muda. Apa tau kalau kakek sekarang sedang sakit keras?" "Hah! Benarkan Mia?" Garra sempat berpikir, bukankah kemarin Kakek sudah baik baik saja. Kata dokter ,tidak ada yang perlu di khawatir kan? "Tuan muda. Kakek meminta sesuatu padaku." "Apa Mia.?" "Katanya, harus bertanya pada Tuan muda. Tuan muda yang bisa membantuku." "Apa itu Mia..?" makin penasaran. "Cicit!" "Hah! Apa? Kakek memang bilang bagaimana?" Garra tersentak. "Kakek katanya, tidak bisa tahan lagi. Kecuali jika saya bisa memberi nya cicit." raut Mia semakin sedih. "Tuan muda. Bantu saya. Bantuin saya bikin cicit buat Kakek. Tuan muda mau kan membantu saya, Memberitahu caranya?" mia memelas. Mendengar ucapan tidak pintar istrinya, Garra bukan nya tergelak malah geram. Menjerit dalam hati. 'Kakek.... bisa bisanya memanfaatkan ketidak pintaran istri ku..!!' "Tuan muda. Tolong lah. Kasian kakek. kan sudah tua. Saya juga ingin berbakti padanya. Bisa kan?? Saya janji akan melakukan apapun asal tuan muda mau memberitahu saya." Mia makin memelas. "Taun muda.." menarik lengan Garra. "Bisa kan? Mau ya..?" merengek. "Iya... Iya Mia.. jelas bisa. Mau.. jelas mau." jawab Garra, entah kenapa jadi gugup. "Benar?" Mia senang. "Tentu Mia.. Tentu. Tapi benar harus mau melakukan apapun." Garra ikut senang juga. Akhirnya... kesempatan datang juga. 'Ah .. kakek . Terima kasih atas usaha mu.' Garra kini tak menyalahkan kakeknya. Menatap Mia yang bernafas lega. "Bagaimana. Mia mau kan melakukan apapun?" tanya Garra. "Siap! Siap Tuan muda Garra. Saya siap melakukan apapun." jawab Mia. Dalam hatinya, tidak sia sia ia malam ini berdandan habis habisan menurut nya, hanya demi merayu Garra agar mau membantunya, agar mau memberitahu nya. <Kerja sama yang baik, usaha yang keras. Ah... pasti mendapat kan hasil yang sempurna.> Mia.