webnovel

Pertemuan Mia dan Kakek Abian

Pagi menyingsing. Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar besar milik Garra yang sudah di buka gorden nya lebar lebar oleh Mia.

Wajah memerah semerah tomat menghiasai wajah Mia. Tersipu malu karena perbuatan tidak sengaja nya semalam. Lalu berlari kecil , sembunyi di kamar mandi.

Menatap bayangan di cermin, sambil menepuk nepuk pipinya sendiri.

Bergumam mengutuk diri.

"Malu maluin! Apa yang di pikir kan Tuan muda saat ini ya? Pasti mengira aku mencari kesempatan untuk menggodanya."

"Tapi, menggoda suami sendiri bukan nya sah sah saja. Di perbolehkan?"

"Ahhh... Untung tuan muda begitu keadaan nya. Coba kalau sehat, pasti aku di depak nya."

"Huss... ngomong apa sih Mia! Bukan nya kamu mau Tuan muda cepet sembuh?"

Mia menampil kepalanya sendiri.

" Ya..ya...ya..! Biar saja lah. Anggap semalam kecelakaan. Tidak perlu malu. Tidak harus malu juga. Ku rasa di antara kami berdua juga sudah putus urat malunya."

Mia segera mandi dengan cepat dan keluar setelah berganti baju langsung di kamar mandi.

Menghampiri Garra yang terus menggerakkan telapak tangan nya. Mengepal dan membuka nya lagi. Di lakukan berulang kali.

"Tuan muda! Apa sudah terasa lancar?" tanya Mia mendekat. Wajah nya masih saja memerah di mata Garra.

Garra tersenyum dan mengangguk.

"Bagus! Kita akan memulai terapi lagi ya? Sebelum Tuan muda mandi dan sarapan. Ini berfungsi agar membuka dan memperlancar sel sel baru di tubuh Tuan muda." jelas Mia.

Garra mengangguk penuh semangat. Sungguh, saat ini hidup Garra sudah tergantung sepenuhnya pada Mia. Ibarat kata, Mia sudah menjadi tangan kanan Garra. Bukan lagi tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan kaki kiri bahkan mulut Garra. Terasa otak Garra pun sudah berpindah ke kepala Mia!

'Mia! Kau tubuh ku! Kau nyawaku! Kau segala nya bagi ku!'

'Ahhhhhhhgr'

________

Kita beralih di luar kamar Garra. Diluar jauh. Tepatnya di ruangan depan.

Bu Asri berlari terburu ke arah pintu, keluar menyambut seseorang yang baru saja turun dari mobil.

Lelaki Tua dengan istri nya terlihat melangkah menuju pintu.

"Tuan besar! Selamat datang! Bagaimana kabar anda.?" sapa Bu Asri meraih tas kecil dari Nyonya nya.

"Baik Asri, aku sudah sehat! Bagaimana keadaan Tuan muda.?" tanya lelaki tua yang ternyata adalah Kakek Abian , kakek Garra yang baru saja pulang dari perawatan nya.

"Baik Tuan. Alhamdulillah , sedikit ada kemajuan." sahut Bu Asri mengikuti langkah sepasang suami istri itu yang memasuki rumah besar mereka.

Seminggu yang lalu, Abian mengabarkan pada Bu Asri jika mereka pergi ke luar negeri untuk melanjutkan perawatan di sana. Tapi mendengar kabar tentang Abraham yang menikah kan Garra, Abian resah dan memutuskan untuk pulang saja.

"Mana Abraham, panggil dia.!" seru Abian setelah sampai di ruangan tengah.

"Yah, yang sabar. Ingat pesan dokter. Nanti tensi mu naik lagi." Yonya Sulis berusaha mengingat kan.

"Aku harus bicara padanya Bu. Ibu ke kamar dulu ya." sahut Abian lembut kepada istri nya.

"Tuan,...!" Bu Asri seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi melihat wajah murka Tuan nya ia mengurungkan nya.

"Ada apa Asri? Kenapa bengong di situ. Cepat bawa nyonya ke kamar!" bentak Abian.

"Baik Tuan. Mari Nyonya." sahut Bu Asri Membimbing Nyonya Sulis ke kamar mereka.

Kakek Abian sendiri melangkah menemui Abraham di ruangan nya dengan wajah penuh kekesalan.

"Abraham!" pekik nya ketika melihat punggung orang yang di carinya. Yang di panggil cepat menoleh.

"Ayah! Ayah sudah pulang? Kenapa tidak bilang, aku bisa menjemput Ayah." sahut Abraham menghampiri Ayahnya.

"Segitu tidak sabar nya kamu untuk merakusi kekayaan Kakak mu. Sampai sampai kau memaksakan pernikahan Garra!" teriak Abian , tidak bisa lagi memendam kemarahan nya.

"Ayah! Jaga ucapan ayah. Aku melakukan ini demi Garra. Bukan karena warisan Bastian!" sahut Abraham.

"Kau tidak pernah berubah Abraham. Sejak kakak mu masih hidup, kau selalu tidak cukup dengan apa pun pemberiannya. Kau kira aku ini bodoh. Tidak tau apa yang ada di otak mu! Kau sungguh keterlaluan Abraham. Bukan nya memikirkan kesembuhan Garra. Malah mementingkan harta terlebih dahulu." Abian semakin berteriak sambil mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Abraham.

"Sudah lah yah, kau tidak perlu ikut campur urusan ku. Kau bisa apa untuk cucu kesayangan mu itu Hah! Sudah bagus aku mau mencarikan istri untuk nya. Siapa memang nya yang mau menikah dengan pria cacat seperti dia? Kalau bukan karena usaha ku." sahut Abraham tersenyum sinis tanpa dosa.

"Kau..!!" Abian makin emosi kembali menunjuk batang hidung Abraham.

"Tuan!" tiba tiba Sekretaris Ang sudah berada di belakang Kakek Abian.

"Ang, kau tau semua ini, tapi kau diam saja. Di mana otak mu Ang? Sekretaris tak ada otak. Atau jangan jangan otak mu sudah di beli oleh iblis itu?" seru Abian kini beralih menunjuk Ang yang masih berdiri di sana.

"Tuan! Tolong Tenang dulu, saya bisa jelaskan semua nya. Nanti tensi Tuan Abian naik lagi jika Tuan marah marah." bujuk Ang.

"Aku tidak butuh nasehat mu Ang! Aku butuh penjelasan mu!"

"Sudah lah Tuan Ang, bawa saja dia pergi. Urus dia. Bikin pusing saja." celetuk Abraham tanpa ada sedikitpun rasa sopan nya.

"Tuan. Sebaiknya kita pergi. Saya akan menjelaskan." sekretaris Ang menuntun Tangan Abian untuk keluar dari ruangan Abraham.

Sudah berada diluar ruangan Abraham, Abian menarik tangan nya.

"Wanita mana yang sudah kau pungut untuk istri Tuan muda mu Ang, kau ini! Bodoh sekali!"

"Tuan. Gadis itu, gadis baik Tuan. Sungguh. Saya tidak salah mempercayai nya untuk menjadi istri Tuan muda." jawab Sekretaris Ang.

"Tidak. Tidak ada wanita baik yang mau menikahi pria cacat. Kalau bukan karena uang. Aku harus mengusir nya sebelum dia memanfaatkan cucu ku!" Abian langsung melangkah menuju kamar Garra.

Sekretaris Ang tercengang. Bingung, bagaimana cara menjelaskan nya. Terus memutar otak untuk mencari cara agar Tuan Abian nya jangan sampai mengusir Mia, sambil mengikuti langkah Abian.

Begitu sampai di depan pintu kamar Garra, Abian langsung memegang gagang pintu hendak membuka nya tanpa mengetuk pintu dahulu.

Membuat sekretaris Ang makin bingung.

' Aduh!! Bagaimana ini?Jika Tuan Abian sampai mengusir Nona Mia,. bagaimana dengan Tuan muda. Tuan muda pasti akan sedih.'

"Tuan Abian, tolong bersabar! Saya bisa menjelaskan siapa istri Tuan muda."

"Diam kau! Sekretaris tidak berguna." Abian tidak peduli, membuka pintu dan masuk tanpa permisi.

Sekretaris Ang hanya bisa mengikuti dari belakang. Pasrah!

Mereka bisa melihat Mia yang sedang duduk di samping Garra sambil memangku tangan Garra.

"Nona Mia!" Sekretaris Ang memanggil Mia.

Mia menoleh, mengalihkan pandangannya pada lelaki Tua yang berada di samping sekretaris Ang.

Mata Mia seketika terbelalak lebar. Begitu juga dengan Abian.

Mereka sama sama masih saling ingat, sama sama masih saling mengenali satu sama lain. Mia berdiri, lalu mendekat. Sama hal nya dengan Abian.

Jantung sekretaris Ang berdebar, tak lepas dari sosok mereka berdua yang saling menatap dalam. Semakin tegang.

"Kakek..?? Kakek bukan nya yang...???"

"Kau! Kau bukan kah gadis itu ? Gadis yang sudah menolong kakek di jalan dulu?" Abian semakin mendekat.

"Kakek!!" Mia tiba tiba memeluk Abian. Abian pun langsung memeluk Mia.

"Kakek, kenapa bisa ada di sini.? Tau tidak! Mia waktu itu, mencoba mencari kakek. Mencari cucu kakek. Tapi tidak ketemu. Tenyata malah ketemu di sini."

"Jadi namamu Mia.! Maafkan kakek nak, sampai tidak sempat menanyakan siapa nama gadis yang sudah ikhlas menolong kakek. Sampai rela di marahi ibu nya karena pulang terlambat." sahut Abian, mengusap wajah Mia.

Mia tersenyum. "Tidak apa kek. Tapi ngomong ngomong , kenapa kakek kemari? Ah, kakek seorang dukun ya? Atau Tabib. Mau menolong Tuan muda Garra? Tolong Tuan muda Garra kek, dia sakit. Tolong bantu Mia agar dia cepat sembuh!" rengek Mia. Tidak tau, tidak mengerti jika Abian adalah Kakek Garra, Sekretaris Ang belum juga mengenalkan.

Malah bengong melihat pemandangan yang diluar dugaannya.

'Huh, Tuan sih. Tidak percaya. Apa saya bilang?' lega.

bersambung....!!!

Like kakak... yang di atas juga jangan lupa!Pagi menyingsing. Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar besar milik Garra yang sudah di buka gorden nya lebar lebar oleh Mia. Wajah memerah semerah tomat menghiasai wajah Mia. Tersipu malu karena perbuatan tidak sengaja nya semalam. Lalu berlari kecil , sembunyi di kamar mandi. Menatap bayangan di cermin, sambil menepuk nepuk pipinya sendiri. Bergumam mengutuk diri. "Malu maluin! Apa yang di pikir kan Tuan muda saat ini ya? Pasti mengira aku mencari kesempatan untuk menggodanya." "Tapi, menggoda suami sendiri bukan nya sah sah saja. Di perbolehkan?" "Ahhh... Untung tuan muda begitu keadaan nya. Coba kalau sehat, pasti aku di depak nya." "Huss... ngomong apa sih Mia! Bukan nya kamu mau Tuan muda cepet sembuh?" Mia menampil kepalanya sendiri. " Ya..ya...ya..! Biar saja lah. Anggap semalam kecelakaan. Tidak perlu malu. Tidak harus malu juga. Ku rasa di antara kami berdua juga sudah putus urat malunya." Mia segera mandi dengan cepat dan keluar setelah berganti baju langsung di kamar mandi. Menghampiri Garra yang terus menggerakkan telapak tangan nya. Mengepal dan membuka nya lagi. Di lakukan berulang kali. "Tuan muda! Apa sudah terasa lancar?" tanya Mia mendekat. Wajah nya masih saja memerah di mata Garra. Garra tersenyum dan mengangguk. "Bagus! Kita akan memulai terapi lagi ya? Sebelum Tuan muda mandi dan sarapan. Ini berfungsi agar membuka dan memperlancar sel sel baru di tubuh Tuan muda." jelas Mia. Garra mengangguk penuh semangat. Sungguh, saat ini hidup Garra sudah tergantung sepenuhnya pada Mia. Ibarat kata, Mia sudah menjadi tangan kanan Garra. Bukan lagi tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan kaki kiri bahkan mulut Garra. Terasa otak Garra pun sudah berpindah ke kepala Mia! 'Mia! Kau tubuh ku! Kau nyawaku! Kau segala nya bagi ku!' 'Ahhhhhhhgr' ________ Kita beralih di luar kamar Garra. Diluar jauh. Tepatnya di ruangan depan. Bu Asri berlari terburu ke arah pintu, keluar menyambut seseorang yang baru saja turun dari mobil. Lelaki Tua dengan istri nya terlihat melangkah menuju pintu. "Tuan besar! Selamat datang! Bagaimana kabar anda.?" sapa Bu Asri meraih tas kecil dari Nyonya nya. "Baik Asri, aku sudah sehat! Bagaimana keadaan Tuan muda.?" tanya lelaki tua yang ternyata adalah Kakek Abian , kakek Garra yang baru saja pulang dari perawatan nya. "Baik Tuan. Alhamdulillah , sedikit ada kemajuan." sahut Bu Asri mengikuti langkah sepasang suami istri itu yang memasuki rumah besar mereka. Seminggu yang lalu, Abian mengabarkan pada Bu Asri jika mereka pergi ke luar negeri untuk melanjutkan perawatan di sana. Tapi mendengar kabar tentang Abraham yang menikah kan Garra, Abian resah dan memutuskan untuk pulang saja. "Mana Abraham, panggil dia.!" seru Abian setelah sampai di ruangan tengah. "Yah, yang sabar. Ingat pesan dokter. Nanti tensi mu naik lagi." Yonya Sulis berusaha mengingat kan. "Aku harus bicara padanya Bu. Ibu ke kamar dulu ya." sahut Abian lembut kepada istri nya. "Tuan,...!" Bu Asri seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi melihat wajah murka Tuan nya ia mengurungkan nya. "Ada apa Asri? Kenapa bengong di situ. Cepat bawa nyonya ke kamar!" bentak Abian. "Baik Tuan. Mari Nyonya." sahut Bu Asri Membimbing Nyonya Sulis ke kamar mereka. Kakek Abian sendiri melangkah menemui Abraham di ruangan nya dengan wajah penuh kekesalan. "Abraham!" pekik nya ketika melihat punggung orang yang di carinya. Yang di panggil cepat menoleh. "Ayah! Ayah sudah pulang? Kenapa tidak bilang, aku bisa menjemput Ayah." sahut Abraham menghampiri Ayahnya. "Segitu tidak sabar nya kamu untuk merakusi kekayaan Kakak mu. Sampai sampai kau memaksakan pernikahan Garra!" teriak Abian , tidak bisa lagi memendam kemarahan nya. "Ayah! Jaga ucapan ayah. Aku melakukan ini demi Garra. Bukan karena warisan Bastian!" sahut Abraham. "Kau tidak pernah berubah Abraham. Sejak kakak mu masih hidup, kau selalu tidak cukup dengan apa pun pemberiannya. Kau kira aku ini bodoh. Tidak tau apa yang ada di otak mu! Kau sungguh keterlaluan Abraham. Bukan nya memikirkan kesembuhan Garra. Malah mementingkan harta terlebih dahulu." Abian semakin berteriak sambil mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Abraham. "Sudah lah yah, kau tidak perlu ikut campur urusan ku. Kau bisa apa untuk cucu kesayangan mu itu Hah! Sudah bagus aku mau mencarikan istri untuk nya. Siapa memang nya yang mau menikah dengan pria cacat seperti dia? Kalau bukan karena usaha ku." sahut Abraham tersenyum sinis tanpa dosa. "Kau..!!" Abian makin emosi kembali menunjuk batang hidung Abraham. "Tuan!" tiba tiba Sekretaris Ang sudah berada di belakang Kakek Abian. "Ang, kau tau semua ini, tapi kau diam saja. Di mana otak mu Ang? Sekretaris tak ada otak. Atau jangan jangan otak mu sudah di beli oleh iblis itu?" seru Abian kini beralih menunjuk Ang yang masih berdiri di sana. "Tuan! Tolong Tenang dulu, saya bisa jelaskan semua nya. Nanti tensi Tuan Abian naik lagi jika Tuan marah marah." bujuk Ang. "Aku tidak butuh nasehat mu Ang! Aku butuh penjelasan mu!" "Sudah lah Tuan Ang, bawa saja dia pergi. Urus dia. Bikin pusing saja." celetuk Abraham tanpa ada sedikitpun rasa sopan nya. "Tuan. Sebaiknya kita pergi. Saya akan menjelaskan." sekretaris Ang menuntun Tangan Abian untuk keluar dari ruangan Abraham. Sudah berada diluar ruangan Abraham, Abian menarik tangan nya. "Wanita mana yang sudah kau pungut untuk istri Tuan muda mu Ang, kau ini! Bodoh sekali!" "Tuan. Gadis itu, gadis baik Tuan. Sungguh. Saya tidak salah mempercayai nya untuk menjadi istri Tuan muda." jawab Sekretaris Ang. "Tidak. Tidak ada wanita baik yang mau menikahi pria cacat. Kalau bukan karena uang. Aku harus mengusir nya sebelum dia memanfaatkan cucu ku!" Abian langsung melangkah menuju kamar Garra. Sekretaris Ang tercengang. Bingung, bagaimana cara menjelaskan nya. Terus memutar otak untuk mencari cara agar Tuan Abian nya jangan sampai mengusir Mia, sambil mengikuti langkah Abian. Begitu sampai di depan pintu kamar Garra, Abian langsung memegang gagang pintu hendak membuka nya tanpa mengetuk pintu dahulu. Membuat sekretaris Ang makin bingung. ' Aduh!! Bagaimana ini?Jika Tuan Abian sampai mengusir Nona Mia,. bagaimana dengan Tuan muda. Tuan muda pasti akan sedih.' "Tuan Abian, tolong bersabar! Saya bisa menjelaskan siapa istri Tuan muda." "Diam kau! Sekretaris tidak berguna." Abian tidak peduli, membuka pintu dan masuk tanpa permisi. Sekretaris Ang hanya bisa mengikuti dari belakang. Pasrah! Mereka bisa melihat Mia yang sedang duduk di samping Garra sambil memangku tangan Garra. "Nona Mia!" Sekretaris Ang memanggil Mia. Mia menoleh, mengalihkan pandangannya pada lelaki Tua yang berada di samping sekretaris Ang. Mata Mia seketika terbelalak lebar. Begitu juga dengan Abian. Mereka sama sama masih saling ingat, sama sama masih saling mengenali satu sama lain. Mia berdiri, lalu mendekat. Sama hal nya dengan Abian. Jantung sekretaris Ang berdebar, tak lepas dari sosok mereka berdua yang saling menatap dalam. Semakin tegang. "Kakek..?? Kakek bukan nya yang...???" "Kau! Kau bukan kah gadis itu ? Gadis yang sudah menolong kakek di jalan dulu?" Abian semakin mendekat. "Kakek!!" Mia tiba tiba memeluk Abian. Abian pun langsung memeluk Mia. "Kakek, kenapa bisa ada di sini.? Tau tidak! Mia waktu itu, mencoba mencari kakek. Mencari cucu kakek. Tapi tidak ketemu. Tenyata malah ketemu di sini." "Jadi namamu Mia.! Maafkan kakek nak, sampai tidak sempat menanyakan siapa nama gadis yang sudah ikhlas menolong kakek. Sampai rela di marahi ibu nya karena pulang terlambat." sahut Abian, mengusap wajah Mia. Mia tersenyum. "Tidak apa kek. Tapi ngomong ngomong , kenapa kakek kemari? Ah, kakek seorang dukun ya? Atau Tabib. Mau menolong Tuan muda Garra? Tolong Tuan muda Garra kek, dia sakit. Tolong bantu Mia agar dia cepat sembuh!" rengek Mia. Tidak tau, tidak mengerti jika Abian adalah Kakek Garra, Sekretaris Ang belum juga mengenalkan. Malah bengong melihat pemandangan yang diluar dugaannya. 'Huh, Tuan sih. Tidak percaya. Apa saya bilang?' lega.