Marvin menggeleng tanda dia tidak tahu apapun tentang itu. "Setiap sebelum tidur aku selalu mengatakan kalimat, dan gerakan yang sama padanya bahkan sampai di pertemuan terakhir kami sebelum dia menghilang aku juga mengatakan hal yang sama." Daffa menjeda kalimatnya sebelum akhirnya dia melanjutkannya lagi.
"Sayang, aku mencintaimu, dan sampai kapanpun jiwa ragaku hanya milikmu, dan tidak akan aku biarkan orang lain menyentuh bahkan memilikinya walaupun hanya numpang lewat saja," ucap Daffa yang mengulangi lagi ucapan, dan gerakan yang sama, tapi kali ini dia mengucapkannya diiringi dengan air mata yang mengalir deras tanda dia sangat merindukan istrinya.
Meisya juga melakukan hal yang sama, walaupun dia tidak mengatakan apapun juga, tapi Daffa yakin jika sang istri mengerti dengan semua perkataannya.
"Jaga kandunganmu sayang, aku sangat merindukanmu, dan akan tetap terus menjagamu dari jauh," lanjut Daffa lagi sebelum kaca itu akhirnya kembali buram seperti sedia kali.
Daffa berusaha mengendalikan dirinya agar tidak menangis lagi, dan tegar dalam menghadapi segala masalah yang akan dihadapinya. Tidak berbeda jauh dengan Meisya yang juga berusaha untuk tegar, walaupun dia tetap tak sanggup menahan tangisnya sehingga dia tetap menangis tersedu-sedu karena masih dapat melihat sang suami yang terlihat sedih itu.
"Hubby, aku juga sangat mencintaimu bahkan sangat, dan sangat mencintaimu, tapi maafkan aku karena tidak bisa melihatmu bahkan memaafkanmu yang telah menikahi wanita lain," tangis Meisya pecah dia sangat sedih, dan menangis dengan keras sampai sulit untuk bernafas, tapi dari ruangan Daffa tangisan Meisya terdengar sangat menyayat hati.
Daffa, dan Marvin yang mendengar suara tangisan Meisya sempat menjadi panik, tetapi mereka tetap berusaha untuk tenang sampai akhirnya Daffa bersuara.
"Marvin temuilah dia, dan katakan padanya kalau suatu saat nanti aku akan menjemputnya pulang, aku tidak tega membiarkan dia menangis seperti itu. Kau tenang saja karena aku sudah berjanji padamu maka aku tidak akan pernah mencari tahu keberadaannya, walaupun aku sudah tahu dia berada," ucap Daffa.
"Baiklah terima kasih, kalau begitu aku akan menemuinya dulu, tapi kau percaya padaku bukan!" seru Marvin meyakinkan diri sebelum akhirnya dia berdiri.
"Iya Marvin, aku percaya padamu, dan aku juga menitipkan istriku denganmu sementara, tapi ingat kalau aku hanya menganggapnya sedang liburan saja makanya suatu saat nanti dia pasti akan kujemput," sahut Daffa.
Marvin mendekati Daffa lalu memeluknya, dan Daffa tak kuasa menahan tangisnya dipelukan Marvin sampai akhirnya dia melepaskan pelukan itu, kemudian pergi meninggalkan Marvin yang masih menatapnya sedih.
Marvin butuh waktu cukup lama untuk mengendalikan dirinya, tapi setelah dia sadar jika ada sang sahabat yang membutuhkannya sekarang, maka dengan cepat Marvin membuka pintu yang telah di desain menyerupai kaca itu lalu setelah pintu terbuka dia menghampiri sahabatnya yang sedang duduk di lantai menangisi sang suami.
Meisya yang menyadari kehadiran sahabatnya di ruangan itu segera menoleh lalu berlari memeluknya, dan kembali menangis dengan keras. "Marvin di mana suamiku? Ayo ajak aku menemuinya Marvin! Aku ingin memeluknya, dan mengatakan jika aku juga mencintainya," ucap Meisya dengan sedih dia bahkan mengguncang-guncang tubuh Marvin agar menuruti kemauannya.
"Daffa sudah pergi Mei, dia hanya menitipkan pesan saja padaku," sahut Marvin yang mengatakan apa isi pesan sesuai yang dikatakan Daffa padanya sebelum dia pergi.
"Aku juga mencintainya Marvin sangat mencintainya ... sangat mencintainya ... aku juga tidak bisa hidup tanpanya Marvin, aku mencintainya ... mencintai,-
Meisya tidak lagi meneruskan kata-katanya karena dia sudah pingsan lebih dulu dipelukan sang sahabat. Marvin yang menyadari jika sahabatnya sudah tidak sadarkan diri lalu mengangkat Meisya, dan membawanya kembali ke rumahnya.
"Bik panggilkan Dokter segera, dan aku mau dalam lima menit Dokter itu sudah ada dihadapanku jika tidak mau dia beserta rumah sakitnya kuratakan dengan tanah," perintah Marvin dengan tegas ketika sudah sampai di dalam rumahnya.
"Siap Tuan," sahut sang pembantu lalu dia memanggil Dokter yang ada di kamarnya karena memang Marvin sudah menyiapkan seorang Dokter untuk merawat sang sahabat bila di saat tertentu dia membutuhkannya.
Tidak sampai lima menit Dokter sudah memeriksa Meisya dengan sangat teliti. "Nona baik-baik saja Tuan, dan tidak ada yang perlu di khawatirkan bahkan kondisi baby-nya juga sehat, tapi memang karena terlalu sedih sehingga membuatnya jatuh pingsan," jelas sang Dokter yang membuat Marvin lega mendengarnya.
"Syukurlah, kalau dia baik-baik saja. Saya sangat khawatir sekali kalau sampai terjadi sesuatu dengannya," ungkap Marvin dengan diiringi hembusan nafas leganya.
"Apa ada lagi yang harus saya lakukan Tuan?" tanya Dokter itu.
"Tidak ada kau boleh melanjutkan tugasmu, dan maaf jika aku sudah mengganggu waktu istirahatmu," jawab Marvin lalu dia duduk di ujung ranjang dekat Meisya yang terbaring lemah tak berdaya.
"Sungguh miris sekali nasibmu Mei apalagi sejak Papamu tiada, dan perusahaan diambil alih oleh Mamamu. Kau hampir tidak pernah merasakan yang namanya kebahagiaan, tapi sejak kau bertemu, dan menikah dengan Daffa, aku baru melihat kebahagiaan yang dulu pernah hilang namun, ternyata kebahagiaan itu juga hanya sementara saja bahkan sekarang kau kembali bersedih melebihi kepergiaan Papamu dulu," ucap Marvin sambil mengusap kepala Meisya.
Di tempat lain Daffa yang pergi dari restoran gemini tidak pulang ke rumah orang tuanya, tetapi dia pulang ke rumahnya sendiri karena tidak sanggup menerima pertanyaan dari kedua orang tuanya. Sesampai di rumahnya Daffa segera masuk ke dalam kamar setelah itu kamar mandi yang menjadi tujuan utama berikutnya, dia lalu berdiri di bawah shower, dan menyalakan shower itu hingga membasahi seluruh tubuhnya yang masih berpakaian lengkap.
"Aku bingung apa yang harus dilakukan agar dia kembali lagi padaku? Apa harus kuikuti semua usul, dan perjanjian yang tah aku buat dengan Marvin itu? Iya benar aku harus melakukannya karena tidak ada jalan lain lagi untukku saat ini selain yang dikatakan oleh Marvin, dan hanya dia saja yang percaya padaku," ucap Daffa.
Daffa lalu melanjutkan mandinya dengan benar setelah selesai Daffa keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang lebih segar lalu dia mengambil pakaian tidurnya, dan memakainya dengan cepat karena ada hal yang ingin dia lakukan lagi.
"Bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia baik-baik saja? Kalau aku meneleponnya mengganggu tidak ya, aku sangat mengkhawatirkannya karena perasaanku mengatakan jika dia tidak baik-baik saja. Baiklah aku putuskan untuk meneleponnya saja, dan apapun yang akan Marvin katakan padaku akan kuterima asalkan dia mau mengangkat teleponku," putus Daffa lalu dia melakukan panggilan pada Sahabat Meisya yang bernama Marvin. Pada panggilan pertama belum diangkat oleh Marvin, dan dipanggilan yang ketiga baru Marvin mengangkat panggilan telepon dari Daffa itu.