Setelah Daffa pergi bunda Felicia mengetuk pintu kamar menantunya itu.
Tok tok tok
"Meisya buka pintunya Nak, Bunda mau bicara denganmu." kata Bunda Felicia, dia terus membujuk Meisya agar membuka pintu kamarnya, dan benar saja begitu mendengar suara bunda Felicia, Meisya membuka pintu kamarnya.
Ceklek
"Boleh Bunda bicara padamu, Nak!" tanya Bunda Felicia, dia mendekati Meisya yang sedang berbaring menghadap dinding, lalu duduk di ranjang samping menantunya itu.
"Bunda bukannya sudah janji pada Mei, kalau bunda akan mendukung semua keputusan yang Mei buat." sahut Meisya yang langsung duduk didekat bunda Felicia.
"Iya Nak, kamu tenang saja Bunda akan selalu mendukungmu dan akan selalu bersamamu, tapi apa yang Mei inginkan dari Bunda? kalau bisa akan Bunda kabulkan semua." janji bunda Felicia dan Meisya begitu mendengar ucapan bunda Felicia yang mendukungnya sangat senang sekali, lalu dia memeluk bunda Felicia dengan berurai air mata.
"Bunda bawa Meisya pergi dari rumah ini sejauh mungkin, sebab Mei sudah nggak tahan lagi bunda, mas Daffa menghianati Meisya dan Meisya sudah nggak sanggup lagi hidup bersama mas Daffa." ungkap Meisya dengan berderai air mata, dia terus menangis hingga bunda Felicia tidak tega melihatnya.
"Iya, Bunda akan membawamu pergi secepat mungkin sebaiknya Mei segera bersiap-siap, karena Bunda akan memberitahu ayah dulu." kata Bunda Felicia sambil mengusap punggung Meisya, kemudian melepaskannya dan keluar dari kamar itu untuk menuju ke kamarnya.
Meisya yang melihat bunda Felicia sudah keluar kamarnya dengan cepat berkemas, hingga sepuluh menit kemudian Meisya telah selesai berkemas dan hanya memasukkan barang yang dirasanya penting saja Meisya, setelah itu dia keluar kamar dengan menggeret koper yang tidak terlalu besar itu.
"Sayang mau ke mana? kenapa membawa koper segala? apa sayang mau meninggalkanku?" tanya Daffa yang mencegah sang istri menuruni tangganya, tapi istrinya sama sekali tidak peduli dan terus mengangkat koper itu sampai bertemu dengan bunda Felicia dan ayah Tama di bawah yang juga telah bersiap-siap dengan dua koper besarnya.
Ayah Tama menyambut koper yang tadi dibawa menantunya dan menggabungkan koper itu beserta kedua kopernya.
"Bunda ajak Meisya ke mobil lebih dulu, kalau soal Daffa biarlah Ayah yang akan mengurusnya." suruh Ayah Tama pada istrinya, kemudian dia memeluk putranya yang mulai mengamuk karena ditinggalkan oleh sang istri.
Bunda Felicia merangkul menantunya dan berjalan perlahan menuju mobil, sedangkan Meisya hanya menangis sedih karena dia sebenarnya tidak tega meninggalkan suaminya, tetapi karena sang suami telah menikah lagi yang membuat dia membulatkan tekadnya untuk pergi dari rumah.
"Ayah lepaskan Daffa, Daffa mau menyusul istriku, dia tidak boleh pergi meninggalkan aku." teriak Daffa yang berusaha melepaskan pelukan ayahnya, tapi dengan sekuat tenaga juga ayah Tama memeluk erat putranya agar tidak menyusul Meisya yang untuk saat ini tidak mau bertemu lagi dengannya.
"Daffa dengarkan penjelasan Ayah terlebiih dahulu, dan tidak ada gunanya juga kalau kau mengamuk seperti itu, karena istrimu tidak mau bertemu denganmu lagi. Ayah rasa kau pasti sudah tahu kalau hal seperti akan terjadi padamu, dan coba kau cari apa ada seorang istri yang masih mau bertahan dengan suaminya, kalau mengetahui suaminya sudah menikah lagi." terang Ayah Tama yang membuat Daffa terduduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya, dia tidak peduli kalau dia itu laki-laki karena yang dia pikirkan hanyalah penyesalan semata.
"Tolong Daffa, Ayah, Daffa nggak mau berpisah dengan Meisya, Daffa sangat mencintainya dan Daffa menikahi wanita itu karena ingin melindungi kalian dari ayahnya yang jahat itu." jelas Daffa, Ayah Tama terkejut mendengarnya lalu dia menyentuh kedua pundak putranya dan menariknya agar berdiri.
"Daffa percaya pada Ayah dan Bunda kan! kami akan menjaga istrimu dengan baik dan akan selalu mengabarimu apapun kegiatan, kelakuan ataupun keinginannya padamu." janji Ayah Tama yang membuat Daffa kembali bersemangat.
"Baiklah Ayah, Daffa akan mengijinkan Meisya pergi bersama kalian, tapi ijinkan Daffa memeluknya sekali saja sebelum pergi." pinta Daffa dan Ayah Tama pun mengangguk setuju, lalu mereka berjalan beriringan ke arah mobil yang ada para istri-istri mereka berdua.
"Bunda ikut Ayah sebentar, karena Daffa mau bicara dengan istrinya." ajak Ayah Tama dan Bunda Felicia mengangguk mengerti.
"Bunda ..." cicit Meisya yang tidak mau ditinggalkan.
"Meisya sayang ijinkan suamimu berbicara Nak, Meisya jangan takut karena dia sangat menyayangimu dan tidak akan pernah menyakitimu." kata Bunda Felicia dan akhirnya Meisya mengangguk patuh.
Setelah bunda dan ayahnya pergi Daffa menatap sang istri yang menunduk tidak menatapnya sedikitpun, lalu tanpa bisa dicegah lagi Daffa memeluk istrinya yang menangis sesunggukan.
"Maafkan aku sayang, aku tidak bermaksud menghianatimu sedikitpun, tetapi aku melakukan ini semata-mata hanya ingin melindungi kalian berdua, karena jika dia ada bersamaku maka aku akan bisa terus memantau dan mengawasi setiap pergerakannya, walaupun caraku ini telah menyakiti hatimu, tetapi aku berjanji tidak akan pernah menyentuhnya sedikitpun karena hanya kaulah jantung hatiku, kekasihku dan satu-satunya istri dari anak-anakku." ungkap Daffa yang berurai air mata, dan Meisya yang merasakan suaminya menangis juga bertambah menangis sampai akhirnya mereka berdua menangis bersama sambil berpelukan.
"Meisya, Daffa sudah cukup Nak." kata Bunda Felicia yang menyentuh pundak putra dan menantunya, lalu Daffa pun melepaskan pelukannya dan keluar dari mobil, sedangkan bunda Felicia segera menggantikan Daffa memeluk menantunya yang kembali menangis.
"Ayah telepon Daffa kalau sudah sampai di sana." pesan Daffa sambil menatap istrinya dengan sedih, karena dia berharap sang istri menatapnya sebelum pergi tetapi harapannya itu tidak menjadi kenyataan sebab istrinya tidak mentapnya sama sekali.
"Tentu saja Nak, Ayah akan mengabarimu, kami pergi dulu ya jaga diri baik-baik." pamit Ayah Tama, kemudian mobil pun melaju meningalkan Daffa seorang diri.
Begitu mobil sudah bergerak tanpa sepengetahuan dari suaminya, Meisya menatap sang suami dengan cara mengintip di sela-sela pelukan dengan bundanya, lalu setelah dia tidak melihat suaminya lagi secara perlahan Meisya melepas pelukannya.
"Kamu tidak apa-apa Nak! apa Mei membutuhkan sesuatu?" tanya Bunda yang sebenarnya sudah tahu keinginan dari menantunya itu, tetapi sengaja dia bertanya hanya agar menntunya itu berkata jujur padanya.
"Mei tidak baik-baik saja Bunda tidak usah khawatirkan Mei." jawab Meisya yang menahan agar air matanya tidak kembali mengalir.
"Ya sudah, kalau Mei lelah istirahat saja karena perjalanan kita masih panjang." usul bunda Felicia yang mengusap punggung tangan menantunya dengan sayang, kemudian dia kembali fokus ke pingggir jalan agar menantunya bisa lebih leluasa.
Berbeda dengan Daffa yang masih tetap berdiri tegap di tempatnya, karena dia masih terus menatap ke arah jalan di mana mobil yang membawa istrinya menghilang.
"Gara-gara wanita itu aku kehilangan istriku, kau lihat saja apa yang akan aku lakukan untukmu sebagai hadiah pernikahan kita." gumam Daffa dalam hati yang masih betah dengan lamunannya