webnovel

BERTEMU REYHAN

Pagi-pagi Rania ingin ke pasar terdekat, ia tak bersama Rafli, saat asyik memilih buah-buahan ia tidak sengaja bertemu dengan ibunya Reyhan yang sedang belanja, Rania pun langsung menegur dengan linangan air mata di depan perempuan setengah baya tersebut.

"Tante … kenapa tega," ujar Rania terisak-isak.

"Rania, kamu apa kabar sayang?" ucapnya lembut berusaha untuk menenangkan Rania.

"Kabar aku buruk, siapa yang dalam kondisi baik-baik saja jika di hari pernikahannya justru ditinggalkan oleh calon mempelai laki-laki, hati Rania sakit banget."

Ibu Reyhan langsung memeluk tubuh Rania, keranjang yang dipegangnya terjatuh.

"Tante sekeluarga minta maaf, kami juga malu untuk bertemu denganmu sebab kami merasa bersalah, tapi saat itu pilihannya sangat berat," ujarnya meneteskan air mata.

"Pilihan apa yang sangat berat?" tanya Rania mencoba mencari tahu jawaban apa yang mereka berikan mengapa tega tak datang di hari pernikahan yang sudah siap seratus persen.

"Nenek Reyhan di Jepang sakit, dan kami harus terbang ke Jepang hari itu juga, di mana seharusnya Reyhan menikah denganmu, tapi ayahnya Reyhan memaksa untuk ke Jepang," jelas ibu Reyhan.

Mereka duduk di pinggir jalan, Rania yang mendengar alasan tersebut jadi bingung sendiri, ternyata hari pernikahan yang batal itu jadi hari kematian nenek Reyhan lalu menjadi duka yang mendalam bagi ayahnya Reyhan hingga tega meninggalkan Rania.

"Kamu mau ikut Tante?"

"Kemana?"

"Ke hotel, di sana ada ayah Reyhan dan juga Reyhan, siapa tahu kamu ingin memarahi mereka berdua," kata ibunya Reyhan tersenyum.

"Rania tidak mungkin bisa marah, tapi jika Tante mengajakku, baiklah."

Beberapa menit kemudian ….

Rania menatap rindu Reyhan yang berdiri di hadapannya, mereka berdua saling bertatapan hingga Reyhan hendak memeluk Rania, tapi ayahnya Reyhan berteriak.

"Jangan sentuh wanita itu!" pekik ayahnya Reyan yang diketahui oleh orang bernama Adiguna Maulana.

"Ayah, apa salah aku merindukan perempuan yang Reyhan cintai? Apa ayah sudah tidak merestui cinta kita berdua?" pekik Reyhan.

"Cinta katamu? Tanyakan sama wanita itu, apa masih ada cinta di hatinya untukmu Reyhan, sedang ia saja sudah menikah dengan laki-laki lain!" kata Pak Adiguna berteriak membuat hati Rania teriris-iris.

"Tidak mungkin! Rania kamu belum menikahkan? Aku ke Jogjakarta cari gaun pengantin untukmu, kamu mau kan? Rencananya pulang dari sini aku akan ke rumah kamu," kata Reyhan berlinang air mata.

Jawaban apa yang harus dikatakan oleh Rania, di sisi lain hatinya masih mencintai Reyhan, tapi apa yang dikatakan Pak Adiguna benar jika dirinya sudah berstatus suami orang, dan kini cintanya tidak direstui.

Berkata jujur hanya menikah kontrak, pun percuma sebab mereka pasti punya pikiran buruk, belum lagi kedua orang tua Rania nanti sok dan terkejut jika tahu faktanya pernikahan dengan Rafli hanya pura-pura, terlebih Nenek begitu sayang dengan Rafli.

Rania bingung harus apa, tapi terpaksa melawan hatinya untuk saat ini.

"Reyhan apa yang ayah kamu katakan itu benar, aku sudah menikah dengan Rafli sahabatku sendiri, statusku istri orang! Kamu tahu kenapa aku menikah dengan Rafli? Itu semua untuk menutup aib keluargaku di mana anak gadis mereka ditinggal pergi mempelai laki-laki di hari pernikahannya, jika batal menikah maka sangat malu," jelas Rania.

"Jadi kamu sudah menikah Rania?"

"Ya, Tante aku sudah menikah dan semoga Reyhan kamu bahagia sekarang, saya permisi dulu," kata Rania membalikan badan.

"Rania jangan pernah temuai Reyhan lagi," pekik Om Adiguna.

"Baik, Rania juga tidak mau bertemu Reyhan, aku hanya ingin tahu alasan apa hingga tega meninggalkan aku, sekarang aku sudah tahu maka tidak akan peduli lagi dengan Reyhan."

Rania berlari meninggalkan hotel tempat menginap keluarga Reyhan.

Ibunya Reyhan menjadi sinis dengan berkata, "Awalnya aku merasa malu dan bersalah sebab kita membatalkan pernikahan dengan Rania tanpa kabar, tapi setelah tahu Rania sudah punya suami, jadi ilfil."

"Apa yang dilakukan Rania itu benar, ia hanya berusaha menyelamatkan nama baik keluarganya agar tidak malu, siapa wanita yang tidak sakit hati dan malu jika di hari pernikahannya ia justru ditinggalkan calon mempelai laki-laki." Reyhan berlari masuk ke kamar berusaha kuat tapi air matanya tumpah.

Rania berjalan seorang diri, ia bingung sekali harapan untuk mendapatkan cintanya sudah hilang, statusnya istri orang, kedua orang tua Reyhan pasti sudah tidak mau lagi jika anaknya bersama wanita bekas laki-laki lain, meskipun pernikahan itu hanya diatas kertas dan hanya berlaku tiga bulan.

"Apa aku harus move on dari Reyhan ya, Allah? Hatiku masih mencintainya, sangat cinta tapi mengapa jadi begini?"

Suara petir bak menyambar hatinya, Rania gemeter dirinya terguyur oleh derasnya air hujan, dan hanya terdiam berjam-jam untuk menenangkan hatinya, hujan masih gerimis ia berteduh dan mengambil ponsel meminta Rafli menjemputnya, tasnya anti air jadi isi di dalamnya aman tidak basah.

Ketika ponsel Rafli berdering, ia langsung membuka pesan dari Rania.

"Rania sedang apa dia di sini? Syukur aku sudah selesai sidang skripsi, jadi bisa jemput dia sekarang," gumam Rafli.

"Rania kamu seperti anak kecil main hujan-hujanan!" pekik Rafli. Meskipun kondisinya setengah kering, tapi masih terlihat basah, wajah Rania pun pucat, tubuhnya gemetaran karena menahan rasa dingin dari tadi, ketika Rafli mengomel dia pun hanya diam tidak menjawab apapun.

Rafli membawa Rania masuk kedalam mobil, mengoleskan minyak kayu putih ke ke tangan dan leher Rania.

"Oleskan ke perutmu!" Rafli menyuruh Rania, wanita itu hanya menggeleng. Rafli terpkasa mengoleskan minyak ke perut Rania, dan ia tidak marah saat disentuh.

"Kamu kenapa? Jika tidak mau cerita dulu ya, sudah tidak apa-apa."

Rafli menyalakan mesin mobilnya, tiba-tiba Rania memeluk erat Rafli dengan menagis.

Rafli pun mengusap pundak Rania untuk menenangkan, ia berkata, "Apa pun yang kamu alami dan rasakan di hatimu? Aku siap jadi pendengar dan juga bahuku siap jadi sandaranmu, Rania.

Bibir Rania menggigil hingga berwarna biru, "Kamu berapa jam kehujanan bibirmu sampai seperti ini?" Rafli mengusap pipi dan bibir Rania.

"Aku kedinginan," kata Rania.

"Pasti kedinginan, siapa suruh kamu main hujan-hujanan," kata Rafli.

"Cepat pulang!"

Rafli menyalakan mobilnya melaju sedikit lebih cepat ia tak tega melihat Rania kedinginan sampai menggigil.

Sampai kos-kosan, Rafli membuatkan teh hangat sementara Rania sedang mandi, ia pakai baju tidur dan langsung narik selimut.

"Minum tehnya," kata Rafli.

"Tidak mau, aku kedinginan."

"Aku suapin," ujar Rafli menarik selimut.

Rania pun mau disuapin teh hangat dari tangan Rafli, ia mengadu sakit kepala dan belum makan.

"Kenapa belum makan, tadi pagi kan sudah aku belikan lauk, Rania." Rafli mencubit hidung istrinya itu.

"Tadi pagi aku belum lapar, aku siapin makan ya, habis itu baru minum obat."

Rania jadi manja ke Rafli, ia pun tidak menolak menyuapi Rania dengan ikan pindang, sambil ia ikut makan.

"Minum obatnya biar sakit kepalamu hilang," kata Rafli.

"Kepalaku sudah tidak pusing, bisa tolong peluk aku?"

Rafli sampai tersedak mendengar Rania minta peluk, ia pun dengan senang hati melakukannya, mereka saling berpelukan didalam selimut yang sama.

"Rafli, terima kasih kamu sahabatku yang baik, pinjam dadamu sebentar." Rania meletakan kepalanya di dada Rafli, memelukmu dengan erat, tubuhnya yang menggigil jadi terasa hangat.

"Ini mimpi apa nyata sih?" gumam Rafli lirih sambil mencubit pipinya terasa sakit, ia baru tahu jika Rania benar-benar memeluknya dan mereka berpelukan poisis tidur, membuat Rafli tidak tahan ingin menyentuh bibir seksi Rania.

Rafli pikir Rania sudah tidur, ia mendekatkan bibirnya ketika sudah dekat, dia mundur lagi tidak mau melakukan itu.

"Kamu mau apa?" tanya Rania.

"Aku tidak mau apa-apa, sudah tidur sana!"

"Jika kamu mau, aku izinkan." Rania mendekatkan bibirnya ia menutup mata, Rafli tak kuasa menahan diri, ia pun ingin sekali menyentuh bibir itu terlebih sudah mendapatkan izin.

Kedua sahabat kini benar-benar seperti suami istri, saling berpelukan.

Namun Rafli tak mau melakukan dikala Rania sedang kedinginan, siapa tahu ia sakit kepala jadi konslet tiba-tiba minta peluk dan juga mengizinkan menyentuh bibirnya, padahal waktu memberikan napas buatan dia marah-marah. Rafli pun ikut tertidur, mereka tidur siang bersama.