2 Cermin

Prisya memperhatikan cowok dengan kulit putih, iris mata berwarna sedikit cokelat, rambut yang terbilang tidak rapi, tapi masih meninggalkan kesan keren dan juga badboy. Tampang cowok itu bisa dibilang tampan, tapi ada sesuatu hal yang dirasa Prisya aneh darinya.

"Lo itu cowok yang didekati banyak cewek, tapi kenapa lo malah menjadi mendekati gue?" Prisya merasa heran akan hal ini, sebab ia tahu kalau cowok yang ada di hadapannya yang mempunyai nama Marsell ini sering dikejar banyak cewek. Namun, setelah kejadian di lapangan di mana Marsell mengambil minumannya Marsell seolah dekat dengannya.

"Memangnya kenapa? Ada yang salah? Lo sendirian kan?" Dengan begitu enteng Marcell mengucapkan hal ini. Tidak memikirkan siapa saja yang sudah mengejarnya, yang penting di waktu sekarang Marcell merasa cukup tertarik pada Prisya.

Prisya terdiam, karena kalimat yang sudah Marsell ucapkan agak sulit untuk dijawab. Tidak ada sebuah hal yang salah dan dirinya juga memang sendiri, hanya saja hal ini terasa aneh. Terlebih mereka tidak saling mengenal sebelumnya, Prisya belum terbiasa dengan hal ini.

"Gak ada salahnya dong kalau gue memilih untuk duduk di sini bareng lo?" tanya Marsell lagi yang membuat lamunan Prisya buyar.

Prisya memutar bola matanya malas. Dari pada memikirkan kalimat yang sudah Marsell tanyakan, akhirnya Prisya lebih memilih untuk kembali melanjutkan kegiatannya, yaitu mengonsumsi mie yang sudah dia pesan.

"Lo mau ke mana?" tanya Marsell setelah beberapa waktu berlalu dan Prisya dengan begitu saja bangkit dan terlihat seperti akan meninggalkannya.

"Kelas," jawab Prisya dengan begitu enteng.

"Gue belum selesai makan," ujar Marsell yang memang dirinya itu belum selesai memakan makanannya

"Gue gak peduli," jawab Prisya dengan nada yang begitu acuh.

Marsell memperhatikan Prisya yang tengah melangkahkan kakinya, ada sesuatu hal yang membuat Marsell menjadi lebih ingin dekat dengan Prisya. Namun, kalau Marsell terus mendapatkan penolakan dari Prisya, entah sampai kapan ia akan terus memilih untuk mengejar Prisya.

Prisya langsung melangkahkan kaki menuju ke arah di mana kelasnya berada. XI IPS 2 itulah kelas di mana Prisya menjadi salah satu muridnya, maka sekarang Prisya juga sedang berjalan menuju ke arah kelas XI IPS 2. Prisya merasa tidak ingin pergi ke mana-mana selain menuju ke kelasnya.

Brukh

Tanpa disengaja Prisya bertabrakan dengan cewek yang semula tengah membawa sebuah cermin genggam di tangannya. Tadi, cewek itu tengah menatap fokus cermin yang dia bawa sambil mengoleskan sebuah lisptick berwarna merah pada bibirnya. Sekarang waktunya istirahat, mungkin lipstick-nya sudah mulai memudar.

"Lo jalan bisa pake mata gak sih?!" tanya cewek itu dengan nada yang begitu tinggi.

Prisya tidak menjawab, dia hanya memutar bola matanya malas. Sepertinya kalimat ini sudah menjadi kalimat yang populer saat ada orang yang bertabrakan pasti salah satunya akan ada orang yang membahas jalan dengan menggunakan mata, padahal jalan itu menggunakan kaki.

Tidak ada selalu saat bertabrakan seperti ini, tapi hal ini termasuk ke dalam hal yang umum, bahkan biasa terjadi terlebih kalau orang yang bertabrakan dengan kalian adalah sang primadona SMA, di mana dirinya akan merasa begitu dibanggakan dan merasa begitu berkuasa sehingga tidak ada yang boleh membantah apa pun yang sudah ia ucapkan.

Cewek itu membelalakkan matanya saat melihat cermin miliknya sudah pecah berantakan. "Ih! Kaca gue pecah, sekarang bagaimana?!" Emosi cewek itu memuncak saat cermin kesayangannya sudah pecah berantakan dan di matanya adalah salah dari Prisya yang sudah menabraknya.

"Lo yang salah, kenapa tanya solusinya sama gue?" balik tanya Prisya dengan nada yang begitu santai.

"Lo lah yang salah, kenapa jadi gue? Gue lagi jalan bener, gak kayak lo!" Di mata Amel dirinya tidak akan salah, karena di matanya kesalahan hanya berada di orang-orang yang berhadapan dengannya.

Kening Prisya mengernyit. Prisya menarik napasnya dengan begitu dalam. Semula ia ingin menghindar dari cowok yang menurutnya menyebalkan, tapi ternyata sekarang dirinya malah bertemu dengan cewek yang jauh lebih menyebalkan.

"Mau lo menyalahkan gue, gue tidak akan mau bertanggung jawab dalam masalah ini. Di sini yang salah itu lo. Kenapa saat sedang jalan lo malah fokus ngaca, padahal hal itu gak akan merubah apa pun dari wajah lo!" ketus Prisya dengan penuh kepuasana.

Amel dan juga kedua temannya menjadi begitu terdiam mendengar sebuah pernyataa yang baru saja Prisya ucapkan. "Lo kenapa kurang ajar banget sih jadi cewek?!" bentak Amel yang kemudian melemparkan cermin yang semula tengah dia pegang ke arah Prisya.

Cermin itu mengenai dada Prisya dan kemudian kembali terjatuh ke lantai. Amel langsung meninggalkan tempat ini dengan penuh kekesalan, kali ini mereka cukup diem jauh berbeda dengan biasanya. Di mana mereka akan terus membuli siapa saja yang sudah membuat masalah dengannya.

*****

"Ssh-ah!" Repleks Prisya menjerit saat barusan ia tengah mengusap-usap seragamnnya, tapi masih ada serpihan kaca yang menempel dan membuat tangan Prisya tergores sedikit. Tidak terlalu besar, tapi ternyata membuat sebuah cairan kental berwarna merah keluar dari jari tengahnya.

Prisya memperhatikan jari tangannya yang sedang mengeluarkan darah. Dengan begitu santainya Prisya malah menekan jari tengahnya yang membuat darah yang keluar menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Melihat darah yang keluar, membuat Prisya semakin betah memperhatikan darah yang ada pada jari tangannya.

"Eh—h lo mau ngapain?" Prisya merasa begitu kaget saat ada cowok yang tiba-tiba menarik jari telunjuknya dan kemudian mengemut jari telunjuknya. Cowok itu mengeluarkan darah yang sudah ia emut dan ia ludahkan asal ke arah rumput.

Cowok itu mengambil tisu yang ada di saku sergamnya kemudian ia tempelkan pada jari tengah Prisya. Prisya masih menatap cowok yang ada di hadapannya dengan tatapan yang tidak percaya dan juga kaget, dia sama sekali tidak tahu siapa cowok yang berada di hadapannya.

Cowok itu mempunyai wajah yang enak untuk dipandang, bahkan Prisya juga sampai lupa terus memperhatikan wajah cowok yang ada di hadapannya. Hidung yang mancung, alis yang rapi, bulu mata yang terlihat lentik serta rambut yang terlihat sedikit acak-acakan.

"Kalau dibiarkan nanti infeksi," ucap cowok itu dengan nada bicara yang begitu datar dan juga terasa begitu dingin. Cowok itu mendekatkan jari tangan Prisya kepada Prisya yang membuat Prisya memegangi jari telunjuknya yang sudah ada tisu di atasnya.

Cowok itu melangkahkan kakinya menjauh dari tempat ini. Melihat postur tubuhnya yang tinggi membuat Prisya begitu asyik memperhatikannya, apalagi saat melihat kalau langkah kaki orang itu cukup teratur, dari arah belakang saja sudahh terlihat kalau cowok itu mempunyai penampilan yang keren dan wajah yang tampan.

"Eh lo, makasih!" teriak Prisya setelah cowok itu menjauh dari taman ini.

avataravatar
Next chapter