Kenan senyum-senyum sendiri melihat Zanna di dalam pelukannya. Kesalahpahaman yang terjadi semalam hampir membuat Zanna kembali pergi meninggalkannya.
"Kamu tidak akan bisa pergi lagi. Apapun yang terjadi kamu harus ada di sampingku."
"Dan menjadi madu mu?" Sahut Zanna lirih.
"Siapa yang akan menjadikan kamu madu? Kamu satu-satunya."
"Jangan bohongi aku lagi, Kalau aku satu-satunya lalu siapa yang kemarin merangkul mesra lengan kamu? Hantu?" Sinis Zanna sambil membalikkan tubuhnya membelakangi Kenan.
"Belum saatnya kamu tahu, yang perlu kamu tau hanya kamu satu-satunya wanita ku."
"Aku tidak percaya, lelaki seperti kamu tidak mungkin hanya memiliki satu kekasih." Zanna duduk dan mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh telanjangnya.
"Mencari apa?"
"Sesuatu yang bisa menutupi tubuhku dari tatapan lapar singa di belakangku." Tawa Kenan terdengar keras saat Zanna menatapnya sinis.
"Eit! Kamu mau kemana?" Kenan menahan tangan Zanna yang bangkit berdiri.
"Aku mau mandi dan keluar sebentar. Hari ini weekend jadi aku mau pergi jalan-jalan menenangkan pikiran."
"No! No! No! Kamu tidak boleh keluar. Kamu masih dalam hukuman karena mengacuhkan ku kemarin."
"Ya Tuhan Kenan! Aku harus membeli obat kontrasepsi agar aku tidak hamil. Itukan mau mu, agar aku tidak HAMIL?" Zanna menekan kata hamil agar Kenan tau maksudnya.
"Atau kamu hamil saja biar tidak lagi bisa pergi meninggalkan aku? Setelah kamu hamil dan melahirkan anak yang kamu lahirkan bisa ditaruh di rumah mama."
"Kamu gila! Kamu benar-benar sakit Kenan!" Zanna sedikit berteriak di depan Kenan karena ide gila Kenan.
"Jangan berteriak di depanku."
"Kamu egois Kenan!" Zanna memukul dada Kenan keras dan meninggalkannya menuju kamar mandi.
"Ma'af sayang, aku menginginkan kamu selalu di sisiku, tapi untuk membagi cinta mu dengan yamg lainnya aku belum siap." Ucap Kenan lirih saat melihat Zanna membanting pintu kamar mandi.
***
Zanna melihat satu bungkus pil kontrasepsi ditangan Kenan. Pria itu memutuskan untuk membeli pil kontrasepsi itu sendiri.
"Ini yang kamu minta." Tanpa menjawab Zanna mengambil paksa pil itu dan mengambil gelas yang berisi air di nakas.
"Ma'af,"
Zanna masih membisu, dia masih bingung dengan pemikiran Kenan tentang anak. Dia mau melakukan hubungan intim tapi tidak mau mempunyai anak? Alat kontrasepsi tidak ada yang berhasil seratus persen, ada kemungkinan alat itu gagal, dan bagaimana jika kontrasepsi yang dia gunakan gagal?
Zanna mengambil ponselnya dan mulai sibuk dengan beberapa pesan yang dikirim di ponselnya.
"Kamu sudah makan, Sayang?"
Zanna tidak bergeming dan masih sibuk dengan ponsel pintarnya, mengabaikan Kenan yang berbicara dengannya.
"Sayang, kamu dengar pertanyaanku 'kan?" Kenan membalikkan tubuh Zanna untuk menghadapnya. Zanna sedang asik membalas chat seseorang sambil tersenyum membuat hati Kenan penasaran.
"Chat sama siapa?"
"Bukan urusan kamu!" Zanna membalikkan tubuhnya kembali membelakangi Kenan. Kenan yang penasaran karena dari tadi Zanna tersenyum sendiri sambil melihat pesan yang masuk ke ponselnya berusaha mengintip, tapi Zanna langsung berdiri dan berpindah tempat menuju sofa. Menjauh dari Kenan.
"Kenapa menjauh? Sini! Aku ingin melihatnya." Kenan menepuk kasur di sampingnya, tetapi Zanna malah menutupi wajahnya dengan bantal sofa. Kenan menghembuskan nafasnya menahan amarah yang mulai muncul kembali. Dengan kesal Kenan mengambil ponsel yang ada di saku celananya, mengecek e-mail dari kantor yang sedari pagi masuk tapi belum dilihat sama sekali oleh Kenan.
Zanna melirik kearah Kenan yang sedang melihat ponsel lalu pria itu keluar kamar, entah apa yang dilakukan Kenan dia sudah tidak perduli, yang ingin Zanna lakukan adalah dia bisa keluar dari tempat ini. Rosa kembali mengirim pesan kepadanya, dia kembali menawarkan untuk memperkenalkan Zanna dengan sepupunya yang sudah lama jomblo dan meminta persetujuan Zanna untuk bisa memberikan nomer Zanna kepada Saka, sang sepupu.
"Silahkan, tapi janji ganteng ya..." Balasan pesan Zanna dijawab Rosa dengan emoticon jempol yang besar.
"Kamu sedang sibuk apa sih?" Zanna terlonjak kaget, ponselnya hampir terjatuh saat tiba-tiba suara Kenan sudah berada didekat telinganya.
"Kenapa ada tulisan genteng di sana? Kamu sedang membicarakan siapa?" Cecar Kenan, matanya menangkap tulisan itu dengan jelas karena posisinya yang tepat berada di belakang Zanna. Zanna beringsut menghindari Kenan tetapi sayang, ponselnya direbut Kenan dengan cepat.
"Urusan WANITA. kembalikan ponselku atau aku akan marah kepadamu selamanya!"
"Kamu kenapa? Jangan seperti ini, Kamu mau apa agar kamu tidak marah lagi denganku?"
"Aku mau pulang."
"Pulang kemana? Ini tempat kamu."
"Aku punya kamar kost, aku wanita terhormat bukan simpanan."
"Maksudnya?"
"Kamu tahu maksudku! Jangan pura-pura tidak tahu! Sekarang, buka pintunya aku mau pulang!"
"Jangan mimpi kamu! Jika kamu seperti ini terus, jangan harap kamu bisa keluar dari sini untuk selamanya." Kenan meninggalkan Zanna menuju kamarnya kembali.
"Yak! Kenan! Berhenti Kenan! Buka pintunya!" Kenan hanya melambaikan tangannya dan menutup pintu kamar yang semalam mereka tempati.
Kenan mengambil ponselnya, menghubungi orang kepercayaannya untuk mengurus semua rencananya dengan cepat.
"Besok pagi harus sudah siap. Aku tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi lagi, dan jangan sampai public tau." Perintah Kenan melalui telefon sebelum menutup panggilannya karena mendengar pintu yang dibuka secara kasar, oleh siapa lagi jika bukan Zanna.
"Kamu egois! EGOIS!!!" Teriak Zanna sambil memukul dada Kenan, pukulan Zanna semakin melemah saat Kenan memeluknya erat dan kini Zanna ambruk di pelukan Kenan sambil sesengukan menahan tangis yang tidak mau berhenti.
Kenan mengusap kepala Zanna lembut dan menghapus air mata Zanna yang membasahi pipinya.
"Semua yang aku lakukan hanya untukmu, jangan pernah mempunyai pikiran untuk pergi lagi."
Zanna kembali memukul dada Kenan yang ada di depannya. Kenan tetap memeluknya meski Zanna terus-menerus memukulnya bahkan lebih keras dari yang tadi.
"Aku bukan simpanan Kenan. Aku lebih baik mati jika harus menjadi orang ketiga dalam hidup kamu."
"JAGA UCAPAN KAMU, KIRAN! Tidak ada orang ketiga atau kedua, yang ada hanya orang pertama dan itu hanya kamu seorang. Aku mohon jangan pernah berkata tentang kematian!" Nafas Kenan terengah-engah menahan amarah karena ucapan Kenan.
"I love you." Kenan berkali-kali membisikkan kata-kata itu untuk kembali menenangkan Zanna. Zanna biasanya tersipu malu saat mendengar kata cinta untuknya tapi kini kata cinta untuknya sudah tidak berfungsi lagi. Tangisan Zanna masih cukup terdengar di telinga Kenan membuatnya meringis.
"Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu percaya kepadaku? Aku mengatakan yang sesungguhnya. Cintaku hanya untukmu dan tidak pernah terbagi. Jika sudah waktunya kamu akan mengerti dengan sendirinya, dan semua itu ada waktunya." Zanna mendongak menatap Kenan. Kata-kata yang baru saja Kenan katakan membuat Zanna sedikit tersentuh dan menaruh harapan.
"Kamu hanya mengganggu hidupku Kenan."