webnovel

BAB 2

Adrian berlari sepanjang lorong rumah sakit menuju ruang UGD. Dia melihat kedua orang tuanya setelah ruang UGD semakin dekat. Dengan terengah-engah, Adrian berjalan perlahan mendekati ibunya yang menangis. Dia berjongkok di depan ibunya dan memeluknya. Tangisan ibunya semakin keras dan Adrian hanya bisa memeluknya lebih erat. Dia melirik ayahnya yang duduk di sebelah ibunya dengan tatapan bertanya. Ayahnya hanya menghela nafas dan menundukkan kepala. Setelah keheningan yang cukup mencekam, seorang dokter diikuti oleh beberapa perawat keluar dari ruang UGD. Adrian bersama kedua orang tuanya bergegas berdiri dan menghampiri dokter.

"Dokter.." hanya itu ucapan yang keluar dari mulut pak Haris.

"Anak Anda untungnya masih terselamatkan. Dia terkena benturan yang cukup keras di bagian kepala, itu yang menempatkan anak Anda dalam keadaan koma. Kami tidak tahu kapan anak Anda akan bangun dari koma tapi kami akan terus memantaunya." Jelas dokter.

Ibunya semakin merosot dalam pelukan Adrian setelah mendengar penjelasan dokter dan mulai terisak kembali. Ayahnya meminta ijin pada perawat agar mereka bisa melihat Alexa yang diijinkan oleh pihak rumah sakit. Adrian melihat adiknya yang terkulai lemah di atas ranjang rumah sakit dengan peralatan medis yang berada di tubuhnya. Air mata panas mulai ia rasakan. Dia tahu ada sesuatu yang salah dengan adiknya.

Kenapa aku tidak mencari tahu?

Kenapa aku tidak mendesaknya untuk menceritakan apa yang salah?

Kata-kata itu terus berputar di kepalanya. Adrian merasa bersalah karena tidak bisa meluangkan waktu untuk adiknya. Lamunannya terhenti ketika ia merasakan tepukan halus di pundaknya. Adrian menoleh dan mendapati ayahnya berdiri di sisinya.

"Pulang dan beristirahatlah. Marni yang akan menjaga Alexa." Ujar ayahnya.

Adrian menggelengkan kepalanya lalu bertanya tentang situasi Alexa.

"Papah bilang bahwa Alexa bunuh diri, tapi perawat bilang padaku Lexa mendapatkan luka karena tertabrak mobil. Apa yang terjadi?"

Ayahnya menghela nafas lalu duduk di samping kiri anaknya dan mulai berbicara.

"Tidak ada yang tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Seorang pengendara motor kebetulan melintasi jalan itu dan menemukan adikmu tergeletak di tengah jalan tak sadarkan diri."

"Tidak ada saksi mata yang melihat Lexa, kan? Lalu kenapa dia dinyatakan mencoba bunuh diri?"

"Lexa bilang pada mamahmu bahwa dia akan menginap di rumah Lily sepulang sekolah. Ketika papah bertanya pada Lily, dia bilang Alexa memang ke rumahnya dan pamit pulang pada pukul 19.00, sedangkan Alexa tertabrak pada pukul 22.00. Kita tidak tahu apa yang dilakukan Alexa antara pukul 19.00 hingga 22.00. Polisi meminta pada keterangan pada Lily tentang sikap Lexa yang mencurigakan dan Lily mengatakan bahwa akhir-akhir ini Lexa tampak murung dan selalu bersedih karena alasan pribadi. Tapi Lily tidak akan menyangka Lexa akan melakukan tindakan seperti ini, termasuk kita."

"Pah, apa papah yakin? Maksudku kita sudah mendapatkan ancaman akhir-akhir ini. Apakah kejadian ini tidak mengindikasikan ke arah itu?" bisik Adrian.

Papahnya menggelengkan kepalanya, "Tidak, papah tidak berpikir itu ada kaitannya dengan ancaman yang kita dapatkan. Tapi papah akan membayar detektif swasta untuk mencari tahu." Jelas papahnya.

Adrian terdiam mendengarkan penjelasan dari ayahnya dan hanya menganggukkan kepalanya. Tapi dari gelagat adiknya, Adrian juga ragu bahwa kejadian ini hanya kecelakaan atau percobaan pembunuhan. Dia berniat untuk bertanya pada Lily nanti tentang masalah pribadi apa yang dimiliki adiknya. Pemikirannya terputus sekali lagi ketika ayahnya mulai berbicara sekali lagi.

"Masalahnya bukan itu saja, Nak."

"Ada apa?"

"Mobil yang menabrak Alexa sempat membanting kemudi. Sayangnya usahanya tidak cukup cepat dan menabrak adikmu lalu mobil itu terbalik karena menabrak pembatas tengah jalan. Sekarang pengemudi itu juga mengalami koma karena luka yang cukup parah dibandingkan dengan Alexa."

Adrian hanya menghela nafas. Ini adalah kekacauan.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Adrian.

"Papah sudah meminta sekretaris papah untuk membiayai rumah sakit dan pengobatan orang itu. Sayangnya mereka menolaknya dan mengatakan itu sudah diatur. Dan kau tahu, pengemudi itu seorang wanita muda. Berdasarkan keterangan sekretaris papah, kekasih gadis itu sangat marah dan menyalahkan pihak kami. Sebaiknya cari pengacara terbaik hanya untuk berjaga-jaga. Apa kamu bisa?"

"Aku mengerti."

Adrian masih terduduk di depan ruang ICU dengan pikiran yang berat. Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, Adria bangkit dari kursi dan berjalan ke arah resepsionis. Dia berencana untuk bertanya dan melihat bagaimana nasib pengemudi itu. Setelah diberitahu, Adrian mencari ruang rawat si pengemudi itu yang rupanya hanya berjarak dua kamar dari ruangan Alexa dirawat. Adrian berdiri di depan pintu ruangan itu dan ragu-ragu apakah harus masuk atau tidak.

"Siapa kau?"

Suara seorang pria muda mengejutkannya. Adrian berbalik dan menatap pria itu yang berdiri di hadapannya sambil membawa kantong plastik. Dia tampak seusia dengan Adrian dan memakai pakaian jas hitam. Mungkin dia karyawan kantoran atau orang penting, pikir Adrian. Pria itu mengangkat alisnya untuk mendapatkan jawaban.

"Oh, perkenalkan namaku Adrian." Ujar Adrian sambil menyodorkan tangannya.

Pria itu hanya menatap tangan Adrian beberapa detik lalu mengalihkan pandangannya ke wajah Adrian dengan tatapan bosan. Pria itu hanya terdiam dan Adrian berdeham canggung.

"Aku adalah kakak dari Alexa, gadis yang tertabrak mobil pacarmu. Aku..."

"Aku bukan pacarnya dan bukankah adikmu yang menabrakkan dirinya ke mobil temanku seperti yang dikatakan polisi?" Tanya pria itu memutuskan ucapan Adrian.

Adrian hanya mengangguk dan menundukkan wajahnya. Ia hanya terdiam, tidak harus berkata apa-apa. Adrian menoleh ketika mendengar pria muda itu mendesah berat.

"Dengar, apa yang terjadi pada temanku memang tidak sepenuhnya salah adikmu, hanya saja...yah adikmu yang memicu kecelakaan ini."

"Jadi, kenapa kau di sini?" Tanya pria itu lagi.

"Aku hanya ingin melihat keadaan temanmu."

"Dia belum sadar. Dia koma. Kudengar adikmu juga?"

Adrian mengangguk dan meminta ijin untuk melihat keadaan pengendara mobil itu. Untungnya pria muda itu memperbolehkannya dan mempersilahkan Adrian masuk. Ketika memasuki kamar rawat, ia melihat seorang wanita muda yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan peralatan medis di tubuhnya. Dari penampilannya, sepertinya wanita ini mengalami luka yang cukup serius dibanding dengan adiknya. Beberapa goresan dan lebam di wajah wanita muda itu dengan penyangga yang terpasang di bagian leher dan kaki serta tangan. Meskipun begitu, dia bisa melihat wajah cantik di antara luka-lukanya.

"Dia terluka sangat parah."

Adrian berbisik tanpa sadar yang sayangnya didengar oleh pria muda yang berdiri di sampingnya. Dia melewati Adrian dan berjalan menghampiri sisi kanan ranjang. Pria itu duduk di kursi dengan menghadap ke arah Adrian yang masih berdiri di ujung tempat tidur.

"Dia mengalami luka cukup parah karena tubuhnya yang terjepit mobil. Dokter mengatakan bahwa dia beruntung ditemukan hidup meskipun kami tidak tahu kapan dia akan bangun." Ujarnya.

Adrian menatap pria muda itu yang kini menatap wanita yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kasih sayang meski dengan ekspresi lurus. Itu seperti cara dia menatap Alexa. Tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan, Adrian hanya meminta maaf dan pamit meninggalkan kamar itu. Sebelum keluar, Adrian menoleh pada wanita itu untuk terakhir kalinya. Ia menghela nafas. Rasa bersalah menyelimuti hatinya tapi tetap saja ia tidak ingin menyalahkan adiknya. Bagaimana pun juga, Adrian belum tahu pasti tentang kejadian ini tapi dia akan mencari tahu.