webnovel

Menuju Pelatihan Pertama

|POV WILLIAM ANTSLEY|

Dari yang ku lihat di berbagai film di kehidupanku sebelumnya, biasanya seorang pendekar mempelajari teknik berpedang ini pada tempat seperti di bebatuan yang ada air terjunnya, atau di dataran hijau yang luas. Yang aku pikirkan mungkin kami akan belajar di antara kedua tempat tersebut. Sebelum berangkat, aku berpamitan terlebih dahulu pada ibu agar dia tidak mencari-cari kami. Kami pun pergi melewati taman di tengah kota dan aku bertanya-tanya siapakah orang yang dibuatkan patung di taman tersebut.

"Ayah, siapa orang yang dipatung itu?" sambil berjalan, aku pun bertanya kepadanya dengan menarik bajunya.

"Ohh, dia adalah Niels. Kata orang-orang di kota ini, dia adalah seorang pahlawan yang berasal dari kota ini. Oleh karena itu, dia dibuatkan patung di tengah kota ini" dia menceritakan orang yg dibuatkan patung tersebut. Orang di patung itu bernama Niels.

Seorang pahlawan huh? Apakah disini pernah terjadi perang atau semacamnya? Apa yang membuatnya mendapatkan gelar pahlawan seperti itu dulu? Aku juga ingin dibuatkan patung seperti itu, namun langkah pertamaku pada saat ini yaitu mencoba menguasai teknik berpedang yang akan diajarkan Jacknanti.

"Apa aku juga bisa menjadi pahlawan, ayah?"

"Hahaha, mungkin suatu saat nanti kau bisa menjadi seperti dia, nak" dengan tawa sambil mengelus kepalaku, dia menjawab pertanyanku.

Kira-kira seperti apa latihan yang harus dijalani agar bisa menjadi sosok yang dikenal 'pahlawan' ini? bagiku sebuah latihan keras dapat dijalani dengan lancar tergantung dengan cepatnya ia dalam memahami. Jika kau tidak memahami latihan yang kau jalani itu, maka kau akan terus dilatih pada tahap tertentu itu sampai kau mengerti. Terdengar seperti ujian sekolah menurutku. Lagi pula mungkin saja aku dapat memahami latihan ini lebih cepat dibanding yang akan Jack duga ini. Walau saat ini aku dalam fisik bocah umur 4 tahun, tetapi dalam otak ku terdapat pikiran seorang karyawan swasta berumur 32 tahun yang jenius, gelar yang kuberikan pada diriku sendiri, hehehe.

Setelah melewati taman kota, kami menuju ke gerbang tembok bagian timur. Aku tak pernah tau apa yang ada diluar tembok ini, yang aku tahu hanya di dalam tembok saja.

Pada jalan keluar ini juga banyak gerobak barang dan para petualang keluar masuk gerbang ini. bahkan ada petualang yang kembali dari luar dengan cidera ataupun barang hasil pencarian di luar sana. Dalam video game yang pernah kumainkan pada kehidupanku dulu memang hampir terlihat sama seperti dunia ini. menjadi petualang, mencari loot, mengalahkan monster, menjadi kuat dan lain-lain. Kemungkinan besar di dunia ini juga terdapat monster-monster yang bisa di ambil bagian tubuhnya untuk dijual. Di gerbang terdapat 4-5 prajurit full armor menggunakan tombak dengan warna berbeda-beda yang di pegangnya yang bertugas menjaga gerbang jika ada monster yang datang dari luar.

Langkah pertamaku menuju dunia di luar tembok, sensasi berbeda dibanding berada didalam. Udara yang lebih dingin dikarenakan angin diluar bergerak bebas tanpa terhalangi bangunan apapun. Kami menuju ke arah timur dari kota Arnhemia menuju tempat Jack mengajakku.

Langkah demi langkah berlalu. Melewati sungai kearah bukit dan melihat kebelakang nampak dari kejauah kota Arnhemia begitu kecil terpandang di sinari matahari dari arah timur. Dari sini mungkin seperti matahari yang baru terbit. Itu terlihat indah sekali tanpa adanya bangunan atau gedung yang menghalangi pemandangan ini.

Aku mulai merasa lelah dengan tanjakan bukit ini. anak umur 4 tahun mana yang kuat menaiki bukit dengan sendirinya. Apakah ini termasuk dari latihan ku? Jika hal ini dapat membuatku lebih mudah saat menggunakan pedang, aku akan sanggupkan sampai batasnya, mungkin itu yang kupikirkan sejenak. Nyatanya pergelangan kaki dan betisku sudah berat saat ku gerakkan.

Disaat aku hampir terjatuh, langsung saja Jack menarik tanganku dan menggendongku di pundak nya.

"Jangan terlalu bersemangat dulu, Willy. Kita baru setengah jalan" dia mengatakannya sambil merangkul kakiku.

"Maaf ayah, aku kelelahan" ucapku sambil bersandar dipundaknya.

"Kau bersandar saja dibelakang sana, ayah akan membawamu sampai kita sampai" dia tersenyum dengan mata tertutup.

Dia ayah yang baik. Walaupun sifatnya yg sedikit kekanak-kanakan namun dia mencerminkan seorang ksatria bagiku. Aku berharap mendapatkan banyak pelajaran berarti darinya.

"Ngomong-ngomong... kemana para murid-muridmu, ayah?

Selama 1 tahun terakhir aku tak pernah melihat dia melatih murid-muridnya lagi. Apakah mereka sudah cukup kuat hingga tak membutuhkan pelatihan lagi? Sepertinya bukan itu. Mungkin saja mereka mencari seorang guru yang bisa saja lebih berpengalaman dari Jack.

"Ah, mereka semua saat ini sedang menjalani aktivitas mereka sebagai seorang siswa akademi di kota lain, Willy" jawabnya sambil terus berjalan menaiki bukit.

"Apakah itu termasuk 3 murid terbaikmu?" aku menuju ke pertanyaan yang lebih spesifik yang ingin kusampaikan.

"Tentu saja, Willy. Mereka bertiga sudah 1 tahun menjalani kehidupan barunya sebagai siswa akademi untuk belajar sihir lebih lanjut. Walaupun semua muridku lebih ahli dalam menguasai sihir menggunakan pedang, tetapi mereka tidak sedikit yang seperti itu" dia melanjutkan.

Itu benar mengetahui bahwa pedang juga salah satu dari Cincin senjata yang banyak didapat. Dilihat dari kemampuan mereka saat berlatih bersama Jack, kemungkinan mereka menjadi siswa terbaik di akademi. Itu juga tergantung dari siswa yang berasal dari daerah lain.

"Disaat kau ber-umur 15 tahun, kau akan mungkin akan kudaftarkan masuk akademi nantinya. Itu berguna untuk menambah ilmu pengetahuan untuk wawasan mu kedepannya." Dia melanjutkan.

Dalam duniaku bahkan memasuki jenjang sekolah dimulai pada umur kurang lebih 6 tahun. Di dunia sihir ini, anak yang belum memasuki umur 15 tahun sebaiknya mempersiapkan bekal untuk masuk ke dunia per-sekolahan sihir ini, itu yang kupikirkan.

"Apakah itu suatu keharusan?" aku menambah pertanyaan sambil menyenderkan kepalaku.

"Hahaha. Jika kau ingin menjadi pahlawan seperti Niels tadi, sebaiknya kau menambah pelajaran dan ilmu baru disana bersama seorang guru yang sebenarnya. Anggap saja ayah saat ini hanya melatihmu teknik yang masih mendasar. Contoh murid-muridku itu, walaupun dimatamu mereka terlihat sudah cukup baik dalam berpedang, namun mereka itu belum bisa mengalahkanku. Angggap seperti jika kau ingin mengalahkan ayahmu ini, maka kau bisa melakukan nya setelah mendapat ilmu berpedang yang lebih kompleks dibandingkan aku di akademi"

Walaupun aku masih memiliki ingatan dari duniaku sebelumnya, aku juga masih kekurangan informasi tentang dunia ini. entah seberapa luas dunia ini.. seberapa berbahaya nya dunia ini.. dengan informasi yang memadai, hal itu bisa diatasi.

"Pertama-tama, cobalah untuk mengalahkan ayah dan ibumu ini dulu. Hahaha" dia melanjutkan dengan candaan sambil tertawa kecil.

"Akan ku lakukan yang terbaik, ayah"

Saya mencoba membuat cerita pertama ini dengan beberapa referensi luar yang sudah terkenal tentunya

Berikan kritik dan saranmu tentang ceritaku ini seperti contoh soal penulisan dan kata kata yang kugunakan.

Punya ide tentang ceritaku? Beri komentar dan beri tahu saya.

Nashki1310creators' thoughts