webnovel

Stielkruger: Re-Mission

Setahun berlalu semenjak Wijaya, seorang penembak runduk dari Nusa Antara, bergabung dengan regu khusus stielkruger bernama Vrka. Mereka kini ditugaskan untuk memerika sebuah daerah di Siberia Tenggara yang rawan dan mendadak kehilangan kontak dengan dunia luar. Kejanggalan informasi yang mereka dapatkan menumbuhkan kecurigaaan anggota regu akan seluruh situasi di sana. Namun, demi mencari tahu kebenaran dan menegakkan cita-cita LUNA, mereka terjun ke area yang menjadi perangkap untuk anjing-anjing kepala Dewan Pimpinan LUNA macam mereka.

Mananko · Sci-fi
Not enough ratings
17 Chs

Reuni

"Bocah-bocah, kalian masih hidup?"

Boris menggeram lewat radionya. Berusaha memerhatikan sekitar dan terus memanggil sisa-sisa anggota regunya melalui radio sembari melepaskan tembakan-tembakan untuk membantu pasukan divisi kelima siberia, lebih tepatnya batalyon 306 yang kini merangsek masuk ke dalam area ini bersama dirinya.

[Mereka sedang masa-masa memberontak seperti remaja, mereka akan tersinggung kalau kau terus panggil seperti itu, pak tua.]

[Kecuali kau mau meriam di punggung altaica menghantam hoshunmu, aku menyarankan kita tidak banyak berkomentar, pak tua kita ini sepertinya sedang sakit gigi.]

Enggan memperpanjang pembicaraan tidak perlu, Boris mendengus, "Dan sebentar lagi aku akan ompong karena kalian."

Mereka mendapatkan kejutan yang cukup aneh ketika sampai di markas divisi kelima beberapa hari lalu. Mereka disambut hangat oleh Dmitriyev yang sedang mempersiapkan batalyon 306 untuk masuk ke daerah yang mereka namai pustota ini.

Menurut Dmitriyev, daerah ini seperti kehilangan kontak dengan dunia luar dan juga mulai muncul pasukan militan yang telah mengambil alih beberapa tambang berlian liar di daerah ini. Lebih parahnya lagi, mereka berhasil mengambil alih kendali beberapa kota kecil di area ini.

Aneh… dan konyol.

Walau begitu, Boris yakin sebagian informasi yang diucapkan Dmitriyev ada benarnya karena dia kehilangan kontak dengan Kwang. Hanya sebagian saja yang bis dipercaya, karena situasi ini terlalu konyol. Walau, Boris tidak bisa menyangkal bahwa kenyataan memang terkadang terlalu konyol.

Kini, bersama pasukan batalyon 306, dia beserta Sawamura dan Lakhsman tengah menggempur posisi pasukan militan yang melindungi jalan utama memasuki area pustota.

"Kolonel, kami mendengar ada keributan terjadi di kota kecil bernama Kollovo. Kita akan bergerak ke sana secepat mungkin, kemungkinan anggota regu anda ada di sana," kira-kira itu yang dikatakan komandan batalyon 306, Sergei Nikolayev, sebelum memulai gempuran.

Masalahnya, pertempuran ini tidak berlangsung dengan lancar. Lawan mereka rata-rata menggunakan scorpid dan tampak kurang handal dengan stielkruger. Seperti amatir.

Masalahnya, justru amatir bisa melakukan tindakan tidak terduga… itulah yang terjadi sekarang.

Jalur utama in menuju tenggara, diapit pepohonan pinus yang tinggi. Tempat yang sangat sempurna untuk diserang mendadak. Akan tetapi, para scorpid itu justru menyerang dari depan dengan brutal. Beberapa dari mereka bahkan berani membawa krugerfaust dan menembakkan roket pelontar granat itu tanpa arah jelas sebelum melaju dengan brutal lalu meledakkan diri.

Boris dan para stielkruger batalyon 306 yang menggunakan senjata jarak jauh cukup berhasil menghalau sebagian, walau tidak sedikit scorpid dari para militan berhasil lolos dan mengacaukan barisan T-9 yang menjadi pasukan depan batalyon ini.

Pertarungan macam ini akan jauh lebih mudah andai Wijaya dan Lev ada di sini. Tembakan meriam altaica, yang berada di punggung, terasa kurang akurat. Atau mungkin Boris yang masih belum sepenuhnya terbiasa dengan memperkirakan bidikan yang tepat akibat posisi senjata dan tubuh altaica yang agak aneh. Mungkin dia harus berpikir seperti sedang mengendalikan tank atau menanyakan saran Lev nanti kalau bocah itu masih hidup.

Namun, Boris bisa membayangkan bedebah kecil itu pasti mengeluarkan komentar tidak masuk akal semacam, "gunakan instingmu, pak tua."

Biarlah. Boris laporkan saja pada Saki dan tim insinyurnya untuk menyelesaikan masalah ini.

[PAK TUA! KAU DENGAR AKU?!!]

Terdengar raungan Lev di radio. Sepertinya umurnya masih panjang karena Boris baru saja teringat soal bedebah kecil itu.

[Sebentar lagi dia akan tuli kalau kau terus-terusan berteriak sekencang itu, Lev.]

Tanpa memedulikan Sawamura, Boris meraung, "Lev di mana kalian? Lakhsman, periksa semua saluran komunikasi dan coba hubungi ke luar area ini."

[Siap, pak.]

[Tentu saja kami ada di lokasi yang memungkinkan Wijaya untuk mengintai seluruh posisi kalian, termasuk sepasukan Brox yang mau menjepit kalian dari kedua sisi.]

Boris menghela napas. Informasi macam itu sebenarnya bisa diucapkan Win dengan lebih singkat. Tanah yang lebih tinggi ada di sebelah tenggara, para bocah datang dari sana.

"Nikolayev, waspada dengan kedatangan Brox dari dalam hutan di sisi barat daya, kami akan mengurus yang di tenggara."

[Siap.]

Kemudian Boris meraung pada bocah-bocah di regunya, "Wijaya, tandai mereka, kita jepit para brox itu. Lakhsman hadang dari depan, Sawamura dan Kwang, berputar ke sebelah barat laut. Lev dan Wijaya, hantam siapapun yang kalian bisa. Win, lindungi Wijaya dan Lev. Yon, kau cegat mereka dari belakang."

[Kau pikir aku masih punya amunisi, pak tua? Dan kau mau mengumpankan Yon pada mereka? Perisainya hancur, tahu!]

[Aku masih menembak sekitar lima kali lagi, Pak. Walau, mungkin tidak begitu akurat dari jauh]

[Hei, kalian tidak berusaha membelaku juga? Tanganku hancur!]

[Kau bertindak gegabah bukan hal baru, Win.]

[Dan kau kehabisan peluru juga bukan hal baru, Lev.]

Jawaban Lev, yang diikuti Wijaya dan Win, membuat Boris memikirkan kembali situasinya. Lev dan Win memang benar, kecerobohan keduanya bukan hal baru. Namun, kondisi Yon dan Wijaya yang sebenarnya membuat Boris memikirkan lagi langkahnya.

Keduanya sampai begitu. Lawan mereka bukan militan sembarangan seperti kata Dmitriyev.

Boris mengubah sedikit komandonya, "Kwang, tukar posisi dengan Yon. Lev dan Win bersiap mencegat mereka jika kabur, Wijaya ambil tembakan seperlunya. Yon, jaga Wijaya."

[Pak tua, kau sudah tuli ya?! AMUNISIKU HABIS!]

[Dan satu tanganku hancur, Pak?]

Sembari menggerakkan Altaica melaju ke dalam hutan, Boris tersenyum sinis, "Lev, kau bisa gunakan tinju nesti, dan Win, kau masih ada satu tangan lagi."

[Aku menyesal menghubungimu.]