*BAB 11*
Sinar mentari menyingsing menembus tirai yang ada di dalam kamar ini. Namun meskipun begitu, tidak mampu membangunkan sosok pria yang masih tertidur pulas di atas ranjang empuk itu. Kedua matanya masih tertutup dengan sangat rapat serta deru nafas yang masih terdengar dengan teratur. Mungkin karena efek minuman alkohol yang ia tenggak semalam, membuat Xander belum juga terusik dari mimpi indahnya. Entah ia bermimpi indah atau memang ia masih dalam pengaruh minuman beralkohol. Bahkan Xander masih menggunakan celana kerjanya dan bertelanjang dada. Ia tidur dengan posisi yang sembarangan, bahkan ia tidur tanpa menggunakan bantal dan selimut. Untung saja Xander cukup tahan dingin, karena hawa di kamar ini cukup dingin.
"Hmm. ." Xander menggeliat dalam tidurnya, yang pertama kali ia rasakan adalah rasa pening yang teramat sakit di kepalanya.
"Argh. . Sialan." Baru saja ia membuka mata, namun yang ia ucapkan adalah sebuah umpatan.
Xander berusaha bangun dari tidurnya dengan perlahan. Satu tangannya ia gunakan untuk bertumpu pada ranjang, serta tangan yang lainnya ia gunakan untuk memegang kepalanya yang terasa sangat amat pening.
"Ouhh. .'' Xander menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan rasa pening yang menghinggapi kepalanya.
"Oh shit jam berapa ini." Lagi-lagi Xander mengucapkan sebuah umpatan, karena seperti biasa Xander harus pergi ke kantor hari ini.
Dan yah, jam yang bertengger di dinding kamar ini sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sudah sangat terlambat bagi Xander untuk pergi ke kantor. Tapi tak apa, toh Xander sendirilah pemilik kantor itu.
"Lihat saja, perusahaan itu akan menjadi milikku." Ujar Xander begitu mengingat ucapan Jimmy kemarin. Seharusnya Xander memiliki banyak saham di perusahaan ini, saham miliknya dan juga mendiang Mommy nya. Dan Xander tidak akan membiarkan wanita yang menjadi istri dari Daddy nya saat ini memiliki saham dari Hampton Company. Tidak satu persen pun.
Dengan liciknya Jimmy mengatakan jika perusahaan yang sedang Xander pimpin saat ini merupakan miliknya, padahal perusahaan ini adalah milik mendiang Hellen. Jimmy sendirilah yang memberikannya kepada Hellen. Dan secara tiba-tiba pria tua itu datang untuk mengancam Xander, mengatakan jika akan mendepak Xander dari posisinya saat ini.
Omong kosong macam apa itu. Namun untuk saat ini Xander akan mengikuti permainan Jimmy.
Mungkin hari ini Xander tidak akan pergi ke kantor, ia akan memantau pekerjaannya melalui mansion saja. Lagi pula teknologi zaman sekarang sudah sangat canggih, tidak bertemu secara langsung pun ia bisa melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Tak jarang Xander melakukan meeting secara virtual dengan kliennya yang berada di luar negeri. Ataupun melakukan virtual meeting dengan bawahannya, jika dirinya sedang berada di luar negeri.
"Buatkan aku sop hangat." Perintah Xander pada kepala koki yang bekerja di mansion ini. Jika sedang dalam pengaruh alkohol seperti saat ini, Xander akan menyuruh koki untuk membuatkannya sop hangat, untuk menangkal pengar yang ia rasakan.
Setelah mengatakan hal itu, Xander bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Membasahi tubuhnya dengan air dingin di bawah shower.
Xander berusaha menyadarkan tubuhnya agar tidak berjalan linglung, ia berpegangan pada sisi tembok untuk membantunya berjalan menuju kamar mandi.
15 menit saja sudah cukup bagi Xander untuk membersihkan tubuh kekarnya di bawah kucuran air. Karena hari ini ia tidak pergi ke kantor, pakaian yang ia gunakan tidak terlalu formal. Xander hanya mengenakan celana hitam di padukan dengan kemeja berwarna biru laut. Tidak formal namun terlihat rapi dan melekat dengan sangat indah di tubuh kekar Xander.
"Suruh pelayan untuk membersihkan kamar ku.'' Ujar Xander ketika berjalan keluar dari kamarnya, memberi perintah kepada anak buahnya yang masih setia berjaga di depan pintu kamar semalaman, namun mereka berjaga dengan bergantian.
"Baik Tuan.'' Salah satu anak buah Xander mengangguk mengerti dengan perintah yang di berikan.
Xander kemudian berjalan tanpa mengucapkan kata terimakasih untuk anak buahnya, karena memang seharusnya begitu. Ia selalu memberikan perintah, tanpa di lengkapi dengan magic world yang biasa di gunakan oleh orang lain.
"Ah ya. ." Xander menghentikan langkah kakinya, ada sesuatu yang lupa ia katakan.
"Suruh Paul untuk menemui ku di ruang makan.'' Sambung Xander, membuat anak buahnya menunduk dengan takut.
"Ba-baik Tuan." Jawabnya dengan gugup. Entah apa yang membuat mereka merasa takut jika bertemu dengan Xander secara langsung. Mungkin karena tatapannua yang dingin atau karena sikap angkuh Xander, serta aura yang begitu mengintimidasi.
Xander sangat menikmati sop hangat itu, ia makan dalam keadaan yang tenang serta hening. Hanya ada dirinya sendiri di ruang makan ini, ah tidak, Xander tidak sendiri, ada beberapa pelayan yang berdiri tidak jauh dari Xander. Mereka memang sengaja berdiri di dekat Xander, berjaga-jaga jika Xander menginginkan sesuatu yang lain. Seperti inilah kehidupan Xander, ia terbiasa melakukannya seorang diri, kesepian dan keheningan setia menemani Xander. Hanya dentingan suara sendok Xander lah yang terdengar di ruangan ini, para pelayan tidak berani membuka mulutnya sama sekali.
"Tuan." Sapa Paul dengan suara yang lembut dan menunduk hormat. Menghentikan gerakan tangan Xander yang asyik menyendokkan sop hangat ke dalam mulutnya.
"Undur semua jadwal meeting ku hari ini." Ucap Xander tanpa menoleh ke arah Paul. Ia mengelap mulutnya agar tidak ada sesuatu yang tertinggal disana.
"Baik Tuan. Segera saya laksanakan.'' Jawab Xander. Paul mengerti jika keadaan hati Xander belum sepenuhnya pulih, jadi ia tidak banyak bertanya. Ia hanya tidak ingin membangunkan singa yang tengah tertidur.
"Apakah mereka masih berada disini?.'' Maksud ucapan Xander adalah Jimmy dan Annita.
"Tuan besar sudah kembali pagi ini, Tuan.'' Pagi tadi Jimmy dan Annita kembali menuju mansion. Setelah menyelesaikan urusannya dengan Xander, mereka kembali dengan terburu-buru.
"Kau boleh pergi.''
Namun bukannya pergi meninggalkan Xander, Paul justru tetap berdiri di sisi kanan Xander. Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan kepada Xander, namun ia ragu untuk melakukannya.
"Katakan." Xander mengerti dengan gerak-gerik Paul, ada sesuatu yang berusaha pria itu katakan.
"Tuan besar memberi anda waktu tiga hari untuk kembali ke mansion utama keluarga Hampton, Tuan." Jimmy memang sempat menghubungi Paul, Jimmy sengaja melakukan hal itu karena jika ia mencoba menghubungi Xander pria itu selalu mengabaikannya begitu saja.
Xander memejamkan matanya setelah mendengar apa yang di ucapkan oleh Paul. Seketika moodnya kembali menjadi buruk lagi, padahal pengar yang ia rasakan belum sepenuhnya hilang. Namun Xander ingin kembali menenggak minuman alkohol lagi. Pria tua itu sungguh menguji kesabaran dan amarah Xander.
"Brak . . " Xander menendang kursi yang ia duduki, kemudian berjalan meninggalkan ruang makan ini. Para pelayan yang mendengar suara hentakan kursi itu seketika terlonjak kaget, begitu pula dengan Paul. Namun sebisa mungkin Paul menetralkan mimik wajahnya.
Mood Xander benar benar hancur, hatinya menjadi lebih sensitif daripada biasanya. Dan para anak buah serta pelayan di mansion ini harus ekstra berhati-hati, karena jika mereka melakukan kesalahan kecil saja, Xander tidak segan-segan menendang mereka keluar dari mansion ini.
Langkah kaki Xander membawa pria itu kembali memasuki kamar miliknya, menaiki tangga yang ada di dalam kamar menuju ruang kerja.
Sudah di jelaskan sebelumnya, jika kamar ini, justru terlihat seperti rumah yang berada di dalam mansion. Sangat luas dan memiliki berbagai ruangan di dalamnya. Tidak heran jika Xander banyak menghabiskan waktu di dalam kamarnya seorang diri.