Krak! Krak! Krak!
Wanita itu bergerak merangkak, berusaha berdiri namun tubuhnya tak lagi seimbang sebab tulang-tulang tubuhnya patah karena benturan keras pada aspal. Wanita itu kembali melirik ke arah Leoner, membuat lelaki itu langsung tersentak. Tubuhnya dengan refleks mundur ke belakang.
Wanita tersebut tersenyum lebar, senyum menyeramkan. Rambut panjangnya hampir menutupi seluruh wajah, wajah kusam penuh debu dan cakar, serta manik hitamnya seolah memancarkan aura kejahatan yang membuat Leoner membatu saat itu juga.
Leoner lalu melirik ke kanan ke kiri bergantian. Masih tak ada yang satu pun yang sadar dengan keberadaan wanita yang kini tengah merangkak di tengah jalan itu, menujunya. Langkah kaki lelaki itu terus mundur, dengan bibir yang terasa membeku. Leoner pikir ia harus pergi dari sana. Benar, aura di jalanan ini sekarang sangat mencekam, bulu kuduknua berdiri. Sial! Wanita tadi bahkan lebih menyeramkan dari bisikan sumur tua di halaman rumahnya.
Saat Leoner berbalik badan dan berhasil melarikan diri beberapa langkah, tubuhnya tiba-tiba membatu, sesuatu terasa menahannya. Puluhan pasang tangan, yang amat dingin namun tak kasat mata, seolah tengah menahan langkah Leoner. Memelas pada Leoner seolah meminta pertolongan.
[Jangan pergi ....]
[Leoner ... Ini aku ... Kemarilah ....]
[... Bukankah ... kau mengkhawatirkanku ...? Khi khi khi]
"Lepaskan!" tukas Leoner berusaha menggerakkan tubuhnya. Leoner rasa ia harus tenang dan percaya bahwa ini hanyalah ilusi. Namun bisikan yang kembali datang, membuat Leoner tanpa sadar bergetar, mulai ketakutan.
[Darah segar yang harum ..., tulang yang berderak ..., rontaan hampa seorang manusia ..., dan ditariknya roh jiwa dari jasad ..., mau kah kau melihatnya ...?]
[... Leoner ....!]
Tubuh Leoner langsung berbalik ke belakang, melirik kembali ke arah jalanan. Ia melihat wanita tadi masih berdiri di tengah jalan, melambai ke arah Leoner dengan wajah yang terus melirik ke arah samping. Bersamaan dengan itu suara klakson sebuah truk terterdengar kencang, sebuah mobil bus datang dari arah kiri, bus itu melaju terombang-ambing, oleng ke sama kemari seolah kehilangan laju kendali. Sedangkan truk tadi datang dari arah kanan, terus menekan klakson berulang kali, berharap bus itu berhenti. Namun, hal yang tak diinginkan terjadi. Meskipun dapat Leoner prediksi, di depan matanya, bus dan truk itu saling bertabrakan, menghantam wanita menyeramkan tadi yang berada di tengah-tengah keduanya.
BRAK!!!!
KRAK!
Tak bisa dihindari lagi. Bus tadi terpental ke samping, para penumpang yang ada di dalamnya terombang ambing, dengan pecahan kaca dan beberapa bagian mobil yang terlempar ke atas langit menghujani area sekitar, menyebar menghujam apapun yang menjadi tempat pendaratan.
TIIIN!
TIIN!
BRAK! TIIIN! TIIIIIIN! BRAAKKK!!
Kendaraan lain seperti motor dan mobil pribadi ikut tak terkendali, mereka menabrak satu sama lain, para pengendara terpental, lalu tergeletak di jalanan. Aspal kini penuh dengan manusia berlumur dengan erangan kesakitan. Darah merembas, mengalir deras mewarnai kecelakaan beruntun itu. Api mulai berkobar dan merambat, membuat kendaraan saling menyahut, meledak lalu mulai menghanguskan apapun yang ada di dekatnya.
"KYAAA!"
"KECELAKAAN BERUNTUN! MENEPI! MOBILNYA AKAN MELEDAK!"
"LARI! LARI DARI SINI!!"
Orang-orang yang menjadi saksi mata kecelakaan tersebut berlarian menjauh, kalang kabut bak dikejar kematian. Suara sirine ambulan dan pemadam kebakaran mulai terdengar. Sementara itu, Leoner semakin tak berkutik, lelaki itu ingin lari namun mengapa kakinya enggan sekali bergerak, tubuh dan hatinya tak selaras sekarang. Tatapannya terpaku ke arah di mana wanita tadi berdiri.
Wanita itu ... layaknya pusat kecelakaan. Seperti sebuah magnet yang menjadi pusat menempelnya besi besian. Kemana pun magnet melangkah, setiap sel besi akan menghampirinya. Api yang berkobar hebat itu menimbulkan kekelaman. Asapnya mengepul membuat langit menampakkan warna kelabu. Leoner menatap kobaran api itu cukup lama, di tengah-tengah jeritan panik dan kesakitan, api tersebut memunculkan sebuah bayangan hitam, yang lambat laun semakin jelas wujud dan penampakannya. Leoner diam-diam mengepalkan tangannya dengan manik yang menajam.
Perlahan, obyek hitam itu terlihat semakin jelas. Wanita tadi! Masih berdiri di sana, semakin tersenyum lebar, seolah puas dengan teriakan penderitaan para manusia korban kecelakaan dan bau anyir darah yang menusuk ke rongga hidung. Melihat wanita itu yang menatap Leoner dengan tawa jahat, Leoner langsung berlari, akhirnya lelaki itu dapat menggerakkan tubuhnya. Ia mengayunkan tungkainya cepat, tak peduli kemana arah ia akan pergi sekarang, yang Leoner pikirkan adalah pergi dari sana! Menjauh dari wanita tadi! Ke mana pun itu!
'Tadi itu ... apa!? Siapa wanita itu?!' tanya Leoner dalam hati sesaat setelah lelaki itu berhenti berlari. Leoner menarik nafas panjang, sembari menyandarkan punggung ke tembok gang.
Pikiran lelaki itu terus tertuju pada kejadian barusan. Adegan kecelakaan beruntun yang sangat menakutkan. Teriakan panik terngiang, jeritan manusia yang ketakutan, cairan merah mengalir di atas aspal, lalu kobaran api yang besar .... Semua adegan itu terus terputar di otak Leoner. Seolah melekat kuat, ia tak tahu apa ini nyata atau hanyalah ilusi semata, ia merasa tak percaya. Namun kejadian tadi, berhasil membuat tubuhnya lemas, Leoner merasa seperti berada di depan neraka, tempat penyiksaan manusia.
[Leoner ... kau mengkhawatirkanku, 'kan?]
"Argh! Enyahlah!" teriak Leoner frustasi sembari mengacak rambutnya. Sudah cukup, bisikan itu bisa membuatnya hilang kendali. Leoner kemudian menghela nafas berat, ia lalu melirik ke arah samping, tanpa sengaja Leoner melihat Aurora tengah berjalan ke arahnya. Gadis itu menunduk, dengan wajah muram. "Hey," panggil Leoner datar, setelah ia yakin bahwa kecelakaan barusan adalah hal yang harus segera Leoner lupakan.
Aurora langsung menghentikan langkahnya, ia lalu mendongak perlahan. "Kak Leoner?" tanya Aurora. "Kakak datang menjemputku?" tanyanya.
Leoner hanya menatap Aurora dingin. Wajah gadis yang awalnya murung itu mendadak berbinar saat melihat keberadaan Leoner. Aneh sekali, Leoner bingung dengan Aurora. Padahal, ia memarahinya tadi pagi, namun gadis itu malah ceria seperti biasa, seolah tak ada apa-apa yang terjadi.
"Pulanglah." Hanya itu yang Leoner katakan. Lelaki itu melangkah melawati Aurora dengan tujuan untuk pergi ke taman kota sekedar untuk menenangkan diri.
Aurora tak menghiraukan ucapan Leoner, gadis itu lebih tertarik melihat ke arah tangan kanan Leoner. "Tanganmu terluka!" pekiknya menarik tangan Leoner dan memeriksanya. "Ya ampun, pecahan kaca?! Kak Leoner kenapa?!" tanya Aurora panik.
Leoner cukup terkejut saat menyadari tangan kanannya terluka. Ia baru sadar dengan rasa sakit itu. Saat ledakan terjadi, pecahan kaca dari bus tadi sempat menghujani area sekitar. Sepertinya, saking terpaku dengan adegan di depannya, Leoner sampai tak sadar kalau salah satu pecahan kaca telah menusuk kulitnya. Refleks, Leoner menarik tangannya, menyembunyikannya dari Aurora.
***
-Bersambung-