15 Si Pembuat Onar

"Ehs, apa pula kau suruh aku ke psikiater? Fuck you, man! Dah lah ganti topik, bagaimana hasilnya? Kau belom bagi tahu aku pun, moga hasilnya tidak mengecewakan ya secara aku dah babak belur nih demi bantu kau sahabat yang gila. Konon sahabat, tapi hampir menghilangkan ketampananku yang sangat-sangat luar biasa tiada cela ini!" tanya David, ia pun begitu antusias ingin tahu dengan hasilnya sambil kompres kedua pipinya yang masih pada lebam dengan es batu.

"Soal itu kau harus tanggung jawab bro, karena ..." tegas Nathan dengan seriusnya, ia menghentikan kata-katanya membuat David tambah penasaran dan bingung.

David mengerutkan dahinya, "Karena apa, bro? Jangan setengah-setengah lah ngomongnya, aku pengen tahu lah gimana hasilnya setelah semua kekacauan yang kau ciptakan ini cos aku pun ambil andil dalam rencanamu! Kenapa aku juga yang harus tanggung jawab what the maksud, hah?" potong David dengan ritme oktaf tinggi, ia begitu tidak sabar mendengar hasilnya. Nathan cekikikan tanpa mengeluarkan suara di sebrang sana.

"Kok aku yang harus tanggung jawab sih, kan dia yang rencanain semua ini mau bayar pakai apa aku buat ganti rugi di restoran hotel itu yang lumayan banyak? Sampai mampus pun gak mau lah aku ganti rugi toh bukan aku yang rencanakan tapi dia, Si Nathan Edan! Kurasa dia yang harus pergi ke psikiater bukan aku, si*l punya sahabat sangat membagongkan plus menggilakan!" batin David, riak wajahnya langsung berubah penuh kekhawatiran dan kekesalan yang teramat sangat.

Mukanya kaku kaya kanebo dan tv flat!

"Seneng aku becandain Si David bikin dia sewot, aku dah tahu dan kebayang gimana raut mukanya dia ha-ha-ha ... Sayang dia di rumahnya, coba dia ada di depan mataku pasti aku gak bisa tahan ketawaku. Duh, sakit rahangku nahan ketawa." batin Nathan, ia buka tutup mulutnya melenturkan rahangnya.

"Halo ... Nathan edan kau masih di situ kan, kenapa malah gak ada suaranya kenapa kau malah diam lur? Curiga di telan bumi kau, atau jangan-jangan kau telepon sambil berak! Halo ... Halo ..." celoteh David dengan ritme oktaf yang semakin tinggi, membuat Nathan menjauhkan ponselnya dari kupingnya dan boom, ketawanya pecah!

"Hee, ngapa dia malah ketawa ngakak di sini aku udah cemasnya bukan maen bukan kepalang, jangan-jangan dia ngerjain aku? Lihat aja kalo sampe ngerjain aku tunggu saja pembalasanku, dasar sahabat Anji*g, ba*i, kampr*t, setan, fuck you or shit!" ocehan David gak digubris oleh Nathan, ia masih tertawa terbahak-bahak karena merasa telah berhasil membuat sahabatnya naik pitam. Ponselnya dia loudspeaker.

David kesalnya minta ampun sama Nathan dia langsung memutuskan sambungan teleponnya, dia memaki Nathan gak kelar-kelar dalam hatinya sesekali bermonolog juga.

"Ha-ha-ha dimatiin, pasti dia kesel banget. Duh, aku lupa kalo bibirku lagi pada sakit tapi pas ketawa tadi gak berasa sakit, bisa gitu ya? Aneh tapi nyata, ajaib! Nanti lah aku telepon lagi kalau marah dia udah reda, sekarang mending di sms aja biar pun lagi kesel pasti dia baca juga. Eh, kenapa macem orang pacaran aja aku sama dia? Cih, najis amat! Jadi geli sendiri aku bayanginnya kalo aku pacaran sama Si David, masa adu batang! Dah lah nanti aja telepon langsung, mending aku tidur capek juga aku." Nathan bergidik, bulu di tangannya pada berdiri dan bulu ditengkuknya meremang. "Mending aku telepon wanita pujaanku, belahan jiwaku, kekasihku mamih Olga." seketika kedua ujung bibirnya ketarik kesamping hingga menciptakan senyuman yang membuatnya terlihat manis, aura ketampanan terpancar dari wajahnya.

Nathan pun tidak jadi sms David dan merebahkan bobotnya di singgasana peraduan, dia mulai mencari nama Olga yang sudah dia simpan di ponselnya dengan nama My Soulmate.

Dikliknya tombol gagang telepon, ia meletakkannya di kuping kanannya dengan posisi badannya yang miring ke kiri seraya memeluk bantal karena di hotel tidak disediakan guling.

Kring ... Kring ... Kring ...

"Tidak diangkat, dia masih di kantor ya emang jam berapa ini?" ia melirik ke tangan kanannya. "Oh iya, kan udah aku lepas tadi jam tangannya waktu mau mandi." ia tepok jidat lalu diraih ponselnya. "Jam enam pagi udah jam dia pulang nih, mungkin dia masih di jalan makanya gak bisa angkat teleponnya." Nathan mengakhiri teleponnya yang ke tiga kalinya lalu membuka aplikasi hijaunya.

"Halo Mamih sayang, ini nomer aku ya cowok paling tampan sejagat raya disave ya cinta. Bales chat aku jika kamu baca pesanku ini ya, love you mamih sayang." send.

Senyum di bibirnya mengembang, ia begitu bahagia hari itu tidak lama pun ia terlelap di peraduannya.

"Capeknya, malam ini benar-benar menguras tenaga dan cowok satu itu sungguh sangat membuatku kerepotan. Ya Tuhan ... Untung semua langsung selesai, kalo gak gue juga yang rugi!" gumam Olga, ia merebahkan body seksinya di peraduannya setelah membersihkan dirinya.

Diraih ponselnya, "Nomer siapa nih yang telepon, nomer baru?" ia membuka aplikasi hijaunya. "Oh nomer Si Cowok Seiko ternyata, bales jangan ya? Kenapa sih dia manggil gue sayang-sayang mulu, agak risih gue dengernya pacar bukan tunangan bukan apalagi suami, capedeh!" ia mengerling malas. "Mau gak mau harus gue bales karena gue ada perjanjian sama dia yang harus gue tepatin, oh tuhan ..." ia membuang nafas kasar.

Huft! Hela nafasnya berat.

"Selamat pagi, nanti kabarin saja ketemu di mana terima kasih." balas Olga, ia simpan nomer teleponnya dengan nama Si Pembuat Onar. Dia pun tidur nyenyak bak bayi lima tahun.

David mencoba untuk tidak memikirkannya tapi tetap kepikiran sampai dia tidak konsen bekerja. Hari ini akan menjadi hari yang berat untuk Olga, dia merasa sangat berat hati harus berkencan dengan Nathan karena sebuah syarat.

Suara alarm yang sengaja dipasangnya di ponsel berhasil membuatnya tersadar dari alam mimpinya, dia tersenyum lebar.

"This is my special day with my love, see you soon darling." gumamnya setelah membalas pesan Olga, ia pun bergegas ke kamar mandi.

Tring...

"Aku udah di depan mess nih, sayang." Olga membaca pesan yang masuk. "Cepet banget dia datengnya, aku aja baru selesai mandi astaganaga!" gumamnya. "Oke tunggu sebentar ya aku baru kelar mandi, brb!" balasnya, ia langsung memakai baju casualnya dan berhias.

Jantung Nathan berdetak kencang saat menunggu Olga bersiap-siap, kebahagiaan tersirat di wajahnya diiringi senyuman simpul yang tak pernah pudar dari bibirnya yang sensual.

"Sebentar katanya, sebentarnya cewek kalo dandan aku bisa jalan-jalan dulu ke Baghdad!" batin Nathan, ia geleng-geleng.

"Udah lah dandannya natural aja kan cuma mau makan malam dan karaoke, tapi kenapa malah dag-dig-dug ya? Aneh deh, au ah!" batinnya saat memakai polesan terakhir riasan wajahnya, lipstik pink warna kesukaannya.

Olga berjalan santai ke beranda mess seraya kondisikan detak jantungnya yang semakin gak karu-karuan, entah apa arti detakan jantungnya yang berdegup kencang dan badannya yang gemetar itu dia sendiri pun tidak tahu dan tidak mengerti.

Apakah itu karena cinta atau karena laper sebab dia belum sempat makan sejak pulang kerja tadi pagi, atau itu rasa takut? Dia memang sedikit takut dengan Nathan yang dianggapnya cukup brutal dan seiko sejak kejadian di restoran hotel.

avataravatar
Next chapter