webnovel

Cobalah Mencintaiku

Pagi datang, aku pergi ke kamar dan mendapati kamar itu kosong. Bukannya aku tak tahu Vina pergi sejak tengah malam, tapi aku berusaha menganggapnya masih memerdulikan ku.

"Tuan, nyonya pergi dengan taxi"

Aku menghentikan Tuan Moor, sebelum ia menyelesaikan laporannya. Aku tahu pasti ke mana wanita itu pergi.

"Tak perlu minta maaf, bukan salah anda."

Pria itu terlihat lega. Aku pergi ke ruang lain dan mengambil kunci mobil. Pilihan pertama adalah diam dan menganggap Vina baik-baik saja. Ke dua, aku pergi mendatanginya. Dan memintanya kembali. Ke-tiga.

"Aku memiliki sesuatu untuk anda lihat Tuan Lux"

Mungkin, menemui Luke adalah pilihan terbaik saat ini. Membawa Vina paksa dari rumah sakit hanya akan menambah permusuhan dengannya.

Tiba di kantor, Luke sudah menunggu ia memberikan sebuah dokumen kepadaku.

"Namanya, Alexander Hendrika. Beberapa tahun lebih muda dari Anda. Duda beranak satu. Ia pemenang green card. Mantan istrinya menikah dengan seorang pria berkebangsaan spanyol sebelas tahun lalu. Ia secara resmi masih terdaftar sebagai warga negara Indonesia. Anaknya, memiliki kewarganegaraan ganda. Pria ini literally, hampir-hampir tidak pernah kembali ke Indonesia. Ia seperti dalam pelarian."

Aku melempar dokumen ke meja.

"Apa yang ingin kau katakan padaku Luke?"

Luke meletakkan gelas minuman ditangannya. Ia menatapkau dengan serius.

"Adalah bohong jika aku bilang, dia bukan siapa-siapa. Pria itu adalah kekasih Nona Vina, sebelum ia menghilang dan meninggalkannya."

"Lalu?"

Luke berdiri dan mengambil tas yang ia bawa.

"Aku tak perlu menjelaskan kaitannya dengan ketersediaannya mengikuti program di Sleep and See. Selamat tinggal. Anda pasti tahu apa maksud saya dengan jelas."

Setelah Luke pergi aku merebahkan diriku di kursi sambil terus berfikir. Pikiranku melayang-layang jauh ke udara. Dokumen yang luke bawa tercecer dan berserakan tepat di depanku. Di meja kerjaku. Covina Ven, apa istimewanya pria seperti dia?

Hanya sedikit lebih muda dariku. Sisanya, kurasa ia tak patut disandingkan denganku dalam hal apapun.

Mebuyarkan lamunanku, Sandra menelepon.

"Kau ingin aku menjemputnya atau bagimana? Beberapa wartawan mendatangi rumah dan tidak mau pergi. Kita tak bisa membiarakan berita-beriata Hoaks bertebaran di media. Ini akan memberatkan kasus yang menimpanya dan kasusmu."

"Beritahu mereka, Vina sedang di rumah sakit. Kau bukan orang bodoh Sandra. Kau terbiasa menangani hal-hal serumit ini. Aku akan menjemputnya. Pastikan saja ia tak pergi sebelum aku datang."

"Aku mengerti."

Dengan kecepatan yang cukup lambat aku memacau mobilku ke rumah sakit. Apa yang harus aku katakan padanya?

Ia benar-benar menyebalkan. Seperti seseorang yang benar-benar sudah bosan hidup dan tidak tertarik pada apapun juga. Ia hanya peduli pada orang lain. Dan mengabaikan dirinya sendiri maupun orang yang berjuang untuknya.

"Selamat siang Tuan Lux Immanuel. Apakah ada yang bisa aku bantu?"

Aku menjelasakan dengan cepat kepada resepsionist bahwa aku akan menjemput istriku Vina. Aku juga ingin berbincang terlebih dahulu dengan dokter yang menangani orang yang Vina tabrak kemarin.

"Silahkan tunggu, dokter Cress akan menemui anda Tuan Immanuel. Apa anda menginginkan kopi atau semacamnya?"

"Tidak terimakasih."

Aku mencoba menangkan diriku. Duduk di di sofa dan mengambil majalah. Musim dingin di beberapa negara. Ingin mengingatkanku beberapa tahun yang lalu. Saat itu, sebuah negara di wilayah Asia terserang suatu virus mematikan. Dan menginfeksi banyak negara. Namun, tak lama sekitar tiba bulan kemudian, atas kerja sama dari berbagai pihak, Virus itu berhasil di jinakkan.

Mengesankan, dan tentu saja. bukan tak pernah ada lagi orangyang terkena virus itu, hanya saja sekarang menjadi tak lagi menakutkan dan bisa terobati dengan prosentase kematian di bawah satu persen. Tapi bukan berarti tidak ada sama sekali yang meninggal.

"Tuan Immanuel. Senang bisa bertemu dengan anda. Tuan Budaya, sudah dalam keadaan stabil. Kurasa salam satu dua hari ia bisa kembali ke rumah."

Aku menutup Koran dan meletakkannya kembali ke meja.

"Aku ingin tahu, apa benar istrinya meninggal?"

Dokter itu tak menyangkalnya. Ia menceritakan hasil konseling hari ini dan cek kesehatan pasien hari ini. Dan yang menarik, Vina seolah tak mau meninggalkan pria ini. Ia bertanggung jawab secara moral atau?

Selesai memberikan keterangan yang sangat jelas itu, dokter Cress segera pergi untuk menemui pasien lain. Rumahs sakit ini sangat terkenal dengan pelayanannya yang ramah sampai di berbagai penjuru dunia. Mereka sangat sibuk namun tatap menyempatkan diri untuk memberikan pelayanan terbaik untuk setiap pasien maupun keluarganya.

Red Hospital. Benar-benar bisa di andalkan. Jika kau seorang yang bercita-cita menjadi dokter, datanglah ke sini untuk magang. Mereka memiiliki sample bakteri dan virus yang sangat lengkap. Data-data penelitian pun tersusun dengan rapid an mudah di akses oleh siapa saja yang membutuhkan untuk kepentingan kemanusiaan.

"Lux?"

Vina menyapaku dalam keterkejutannya. Ia tak mengira aku berada di sini.

"Sejak kapan, kau ada di sini?" tanyanya lagi.

Aku tersenyum. Tak menjawab dan mengajaknya pulang. Ia hanya bisa menuruti perintahku di depan umum. Kurasa, meskipun ia tak pandai membuatku bahagia, ia cukuppanda untuk bersikap di hadapan publik. Andaikan, Georgia sepertinya mungkin kami tak akan berakhir seperti saat ini.

Tiba di rumah, Vina langsung pergi ke kamarnya. Ia mandi dan mengganti pakaian. Ia tak mengatakan sepatah kata pun mengenai perbuatannya.

"Menurutmu, apakah pergi diam-diam adalah hal yang cukup baik? Ku dengar orang dari timur cukup sopan untuk mengatakan ke mana tujuan mereka saat pergi malam hari."

Vina menatapku dengan mata bekunya. Aku bisa melihat garis tulang di pipinya.

"Kau tak akan mengizinkan aku pergi bukan? Maka itu konsekuensinya?"

"Kau sudah mencobanya?"

Sanggahku? "Apa kau sudah mencoba bertanya padaku, Nyonya Lux Hemel Immanuel?"

Vina terlihat gelagapan. Ia tak bisa mengelak sekarang. Jika biasanya aku diam. Kali ini, aku ingin ia tahu sedikit saja rasanya kesal.

"Lux Hemel Immanuel, aku tak pernah memintamu untuk menikahiku." Katanya dingin. Jawabannya benar-benar membuat emosi melonjak. Dari lautan ke angkasa luar. Tak pernahkah wanita ini belajar menjadi wanita pada umumnya. Bahkan, Georgia si tukang selingkuh itu masih tau caranya merengek di hadapanku.

"Kau?"

"Hemel, aku berterimaksih kau menikahiku. Tapi aku tak pernah memintamu bukan. Kau hanya menafaatkanku untuk lari dari Georgia. Untuk balas dendam padanya dan…"

Aku mengangkan tangan dan memintanya berhenti. Jangan salah sangka, aku tak pernah ingin memukulnya. Tanganku lebih ke sinyal untuk diam.

Aku mengambil setumpuk dokumen yang Luke berikan padaku dan menyerahkannya. Dengan ragu-ragu ia menerima dan membuka-buka dokumen itu. Ada perubahan wajah dari ekpresinya yang berani menjadi lebih ke pucat.

"Aku, bisa membantumu membalas dendam pada mantan kekasihmu itu dan anaknya. Jika perlu, aku bisa membuatnya mengemis nyawa mereka di bawah kakimu. Hanya saja,."

"Apa?" katanya penasaran.

"Cobalah mencintaiku."