webnovel

Skandal Pil Biru

Lita Arsyila tak pernah menduga, malam pertunangannya terancam batal karena Bosnya yang super menyebalkan memaksanya lembur sampai proposal yang ia minta selesai. Namun ternyata, keterlambatan itu justru membuka perselingkuhan menjijikkan sang ibu dengan Harry, tunangannya sendiri. Diliputi perasaan sakit hati dan benci, Lita yang tahu bahwa Harry memiliki masalah jantung, merencanakan sebuah pembunuhan dengan mencampurkan pil biru pada minuman Harry. Namun suatu hal diluar rencana terjadi. Elanda Bagaskara CEO dari Perusahaan di mana ia bekerja, malah menenggak minuman itu. Karena panik, Lita memilih jujur tentang rencananya. Tapi kejujuran itu justru membuatnya menghabiskan malam panas dengan sang Bos yang terkenal menyebalkan itu tanpa terduga!

Shiraa_Sue3 · Urban
Not enough ratings
230 Chs

Sang Pembual

"B-bos? E-eh Pak Elanda?" Sapa Harry terlihat takut dan segan. Jika ia diberi pilihan untuk menarik ucapannya, Lita yakin seratus persen bahwa Harry pasti akan mengambil keputusan untuk menarik ucapannya itu segera.

"Jadi kamu mau ajari saya apa? Sifat negatif tukang melanggar komitmen pertu? Ah-" Elanda tidak melanjutkan ucapannya saat ia melihat bahwa Lita mengangkat wajah dan menatapnya dengan tatapan yang meminta Elanda untuk tidak membongkar perselingkuhan Harry.

Elanda terdiam sejenak, melihat netra Lita yang merah berurai air mata.

"Melanggar komitmen untuk mematuhi kode etik perusahaan?" Tanya Elanda yang membuat Lita bisa menarik napas lega.

"Maaf Pak, maksud Bapak melanggar kode etik?"

"Saya dengar barusan kamu manggil-manggil Lita dengan panggilan Beb-bebek, dan panggilan lain yang menunjukkan bahwa kalian sedang berada dalam hubungan spesial. Apa saya salah?" Tanya Elanda dengan nada khasnya saat menekan karyawan.

Di balik wajah tertunduk dan rambut yang menutupi wajahnya itu, Lita tanpa sadar menyunggingkan senyum mendengar Elanda yang mengganti kata Beb dengan Bebek. Padahal ia kesal dengan Elanda, terutama nada khas saat mengucapkan kata 'Apa saya salah itu'. Tapi kenapa, sekarang ia malah tersenyum puas karena itu?

"I-itu, Kami ...."

Harry dan Elanda terkejut melihat Lita yang bangun dari jongkoknya meskipun dengan wajah tertunduk. Lita memohon maaf pada Elanda.

"Kami salah. Mohon maafkan kami, Pak." Ujar Lita tanpa mengangkat wajah. Dan sejujurnya itu membuat Elanda sedikit khawatir. Ini pasti adalah momen terberat untuknya.

"Untungnya kalian hanya melanggar kode etik, tapi itu akan membuat saya lebih memperhatikan kalian. Entah kinerja atau hal lain. Mohon untuk lebih diperhatikan kinerja dan performa kalian, sebelum saya memeriksanya sendiri." ujar Elanda mengingatkan dua orang karyawannya itu.

"Kalau begitu, saya akan memanggil kalian satu persatu untuk membahas masalah ini. Kalian mungkin akan di-handle oleh HRD jika saya tidak bisa menemui kalian secara langsung. Jadi persiapkan diri kalian." Ujar Elanda hendak mengakhiri tegurannya. Namun ia berbalik dan menatap Lita.

"Lita, kamu udah ketemu bagian yang salah di proposal kemarin? Ingat, saya minta kamu simpan proposal itu di meja saya hari ini tapi tadi saya belum lihat ada proposal kamu di sana."

"Saya akan memeriksanya kembali, Pak. Dan segera mengantarkannya ke meja Bapak." Jawab Lita sengan nada profesional. Sepertinya ia sudah lebih tenang.

"Jangan akan-akan atau minta maaf terus. Kalau kamu mengulangi kesalahan yang sama, itu artinya kamu malas belajar atau kamu memang bodoh. Tapi orang bodoh pun, akan bertanya di mana kesalahannya dan mempelajarinya. Saya lihat kamu enggak begitu. Kamu benar-benar punya banyak hal untuk saya bahas di kantor saya." Ujar Elanda pedas membuat Lita yang semula sedih, kini hanya bisa menelan ludahnya. Ia bisa melupakan dengan mudah beberapa detik lalu ia menangis karena Harry. Tapi ia tidak bisa melupakan teguran pedas Elanda. Ah, hari ini benar-benar hari yang kacau.

Kini di otaknya hanya ada satu hal, yaitu alarm tanda bahaya yang berdering nyaring memperingatkan bahwa ia dalam situasi pekerjaan yang buruk. Karirnya terancam, meskipun sebenarnya ia bisa saja mencari perusahaan lain, tapi ia akan memiliki catatan merah karena ia dipecat. Tentu saja ia tidak ingin itu terjadi.

"Baik, Pak. Terima kasih atas tegurannya." Lita terperangah, terkejut bahwa sekarang ia bisa menghadapi teguran dan kata-kata tajam Elanda dengan tenang dan kepala dingin, padahal sebelumnya ia selalu tidak terima dengan tegura. bosnya itu.

Satu hal yang baru ia sadari, ternyata merespon teguran dengan kepala dingin, membuat otaknya terasa lebih baik dan jernih. Ia bahkan bisa langsung merangkai skema kerjanya nanti untuk mendapatkan hasil yang lebih produktif lebih cepat dari biasanya. Apakah artinya dulu ia adalah karyawan yang keras kepala dan pendendam?

"Kamu akan mendapatkan perhatian lebih dari saya, Lita." Ujar Elanda.

"Saya akan mengingatnya, Pak. Terima Kasih." Jawab Lita.

Elanda hanya mengangguk khas Bapak-bapak, lalu melangkah meninggalkan Lita dan Harry yang masih terdiam di depan pintu smoking room area.

"Dasar Kanjeng! Liat aja kalo nanti deket pas mau resign, beneran aku pukul buat kamu Yang. Berani-beraninya marahin kamu sampai kayak gitu." Harry masih menggerutu dan itu membuat Lita hanya bisa berdecak dalam hati. Orang ini sungguh orang yang besar mulut.

"Kenapa harus tunggu mau resign? Kamu kan bisa langsung tonjok pas tadi aku di marahi."

"Kan kalau resign, aku enggak akan dipecat Yang. Aku belum mau dipecat sekarang, nanti tabungan kehidupan menikah kita kurang dong." Ujar Harry terdengar beralasan. "Tapi tenang, setelah restoran Bali Cuisine kebeli dan kita sukses, kamu bisa resign terus kita kelola restorannya barang-barang." Ujar Harry optimis. Lita kembali berdecih namun kali ini ia sedikit bersuara, lalu ia sedikit terbahak.

"Kamu ketawa? Kamu ngeledek aku?" Tanya Harry tersinggung mendengar respon Lita seperti itu.

"Iya, tapi aku ketawa karena kamu benar-benar sosok pemberani, aku jadi salut." Ujar Lita kali ini tulus tersenyum, menepuk pundak tunangannya yang ia benci itu. Sementara yang dipuji hanya bisa senyam senyum cengengesan.

Lita jadi heran, benarkah dulu ia menyukai bahkan mencintai orang seperti ini? Jika diingat-ingat sekarang, kenapa ia jadi merasa malu sendiri?

"Wah akhirnya kamu bisa sedikit happy Yang. Aku tuh, udah khawatir banget lihat kamu tadi nangis. Sakit hati aku rasanya lihat kamu nangis tuh," Ujar Harry kembali memeluk Lita. Lita membalas pelukan Harry, tangannya menepuk pundak Harry Namun ekspresinya tidak sedikitpun menunjukkan bahwa ia menikmati pelukan itu.

Tulang wajah Lita terlihat mengeras dengan gigi yang bergemeletuk. Dalam hatinya ia mencibir ucapan Harry yang mengatakan bahwa Harry akan merasakan sakit hati jika jika melihat Lita menangis.

Nyatanya, semalam ia membuat Lita menangis bukan? Dan itu bukanlah ketidak sengajaan. Harry sudah membuat perasaan Lita mati untuknya.

Lita tersenyum, namun ia bukan tersenyum bersama Harry atau karena perhatian Harry. Ia tersenyum karena ia begitu salut dan kagum karena ada orang yang begitu berwajah tebal karena memiliki banyak topeng, juga begitu salut karena Harry tidak sedikitpun gerlihat canggung dengan bualan besarnya. Ia seakan terbiasa atau memang dilahirkan untuk membual.

"Ya, kamu emang paling tahu, paling kenal, paling ngerti aku. Aku jadi makin enggak sabar buat segera nikah sama kamu." Ujar Lita melirik sisi kanan wajah Harry dua tangannya perlahan naik menuju leher Harry, menggoda sensorik setiap jengkal bagian kulit yang disentuhnya.

Tubuh Harry menegang, tangannya mengikuti gerak Lita untuk balas menggodanya. Menyadari bahwa Harry merespon sentuhannya, Lita membawa bibirnya menuju telinga Harry, dan seiring Lita semakin mendekat ke telinga Harry, Harry mulai terlihat semakin hanyut pada permainan Lita.

Lita menyeringai jijik. Bukankah Harry bilang Lita tidak bisa membuatnya tergoda? Tapi lihatlah ekspresi wajahnya sekarang. Itu adalah ekspresi seorang bajingan pembual.

"Aku harus mengerjakan proposal." Di saat Harry sudah benar-benar hanyut, Lita memainkan kartu AS nya. Ia pergi meninggalkan Harry yang masih menginginkan sentuhan Lita.