KEDIAMAN BRIELLA AMORA.
"Selamat pagi sayang, kau sudah bangun?" Sapa Ermelinda Kizia yang masih mengenakan apron biru muda juga sebuah spatula di tangannya. Sibuk menggoreng beberapa sosis dan juga makanan lainnya.
"Selamat pagi Ibu," Balas Briella Amora yang masih setengah mengantuk, dengan rambut yang masing berantakan, bahkan masih sibuk mengucek kedua matanya dan sesekali terlihat menguap, hingga membuat Ermelinda Kizia hanya bisa tersenyum melihat tingkah puteri kecilnya.
Pasti kau sangat kelelahan sayang, maafkan ibu. Seharusnya ibu yang bertanggung jawab atas semuanya. Seharusnya ibu yang menjaga dan melindungimu. Kau masih sangat muda untuk menghadapi ini semua. Batin Ermelinda Kizia dengan perasaan sedihnya saat melihat Briella Amora yang tengah bertopang dagu di atas meja dengan mata yang memejam.
Bahkan Ermelinda Kizia sendiri masih merasa jika Briella Amora masihlah putri kecil baginya, putri yang selalu ia pangku saat tidur, di suap saat makan, dan di bacakan buku cerita jika hendak tidur, sampai di peluk saat terlelap. Putri kecilnya yang sekarang sudah menginjak 21 tahun, yang bahkan sudah bisa melindunginya.
"Sarapan lah sebelum mandi, Ibu sudah membuatkan sarapan yang spesial untukmu." Ucap Ermelinda Kizia mengecup dahi putrinya sebelum meletakkan sarapan di atas meja.
Hingga aroma menggoda dari Breakfast dan Sklindziai langsung membuat Briella Amora membuka kelopak matanya dan kembali menghirup aroma makanan favoritnya yang sudah tersaji di atas meja.
"Ibu masak Breakfast dan Sklindziai pagi ini?" Tanya Briella Amora menangkup tangannya di depan dada sambil menjilat bibirnya sebelum mengambil sebuah garpu.
"Iya sayang, Ibu pikir kau sudah sangat merindukannya." Balas Ermelinda Kizia mengusap kepala putrinya.
"Sepertinya enak," Puji Briella Amora tersenyum lebar.
"Tentu saja, Ibu memasaknya spesial untukmu," Jawab Ermelinda Kizia yang langsung buah juga jus segar dan sereal sambil mencolek hidung bangir putrinya.
"Terimakasih Ibu, Aku menyayangimu," Balas Briella Amora yang masih tersenyum lebar.
"Iya sayang, makanlah,"
"Selamat makan Ibu," Balas Briella Amora yang langsung menyantap makannya dengan sangat lahap, sedang Ermelinda Kizia, dengan senyumnya hanya bisa mengamati putrinya yang tengah mengunyah dengan mulut penuh.
"Perlahanlah sayang, kau bisa tersedak." Tegur Ermelinda Kizia yang langsung menyodorkan segelas air mineral ke arah Briella Amora. Hingga hanya beberapa menit saja, piringnya sudah terlihat kosong tanpa sisa.
"Ibu juga punya kejutan lain untukmu." Ucap Ermelinda Kizia yang langsung beranjak dan melangkah menuju pantry, hingga 5 menit berlalu, wanita itu kembali dengan sebuah Black Forest dan la maison di tangannya, lengkap dengan sebuah lilin angka 22 yang sudah menyala.
"Joyeux anniversaire sayang." Ucap Ermelinda Kizia yang langsung meletakkan black forest dan La maison beraneka warna di hadapan Briella Amora yang masih terdiam dengan perasaan bercampur aduk antara bahagia, sedih dan juga terharu.
"Ibu... Ibu mengingat hari ulang tahunku? Aku sendiri bahkan tidak pernah mengingatnya." Ucap Briella Amora dengan mata berembun.
"Tentu saja sayang, Ibu akan selalu mengingatnya, sebab di hari kelahiranmu adalah hari kebahagiaan buat Ibu, karena di hari itu Ibu telah di berikan hadiah terindah dan berharga dari Tuhan, yaitu dirimu." Balas Ermelinda Kizia memeluk tubuh sang putri.
"Oh Tuhan, aku sangat bahagia, sungguh. Terimakasih Ibu, aku benar-benar mencintaimu," Ucap Briella Amora tak hentinya menyanjung sang ibu yang semakin erat memeluk tubuhnya.
"Iya sayang, dan... Katakan apa keinginanmu sebelum meniup lilinnya, kau bisa make a wish mungkin."
"Aku tidak punya keinginan lain lagi selain meminta agar Ibu selalu bahagia, sebab hanya itu yang aku inginkan di dunia ini. Dan... " Kalimat Briella Amora mengambang, bahkan langsung memejam sambil menangkup tangannya,
Berilah Reynand Sky Orion beserta keluarganya kebahagiaan Tuhan, aku tulus meminta dan memohon padamu. Ucap Briella Amora dalam doanya. Doa yang hanya bisa ia ucapkan dalam hati. Hingga semenit kemudian ia kembali membuka matanya dan langsung meniup lilinnya dan mulai memotong black forest dan menyuapi ibunya dengan satu suapan.
"Terima kasih sayang," Ucap Ermelinda Kizia kembali mengecup pipi sang putri.
"Iya Ibu," Balas Briella Amora yang juga langsung menikmati black forest tersebut.
"Ave, "
"Iya Ibu,"
"Apakah kau akan terus bekerja? Bagaimana dengan kuliahmu Nak?" Tanya Ermelinda Kizia menatap wajah Briella Amora yang tiba-tiba langsung memperlambat kunyahannya.
"Semuanya berjalan lancar, dan Ibu tidak perlu khawatir." Jawab Briella Amora meraih jus untuk di minumnya. "Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan kepada Ibu," Sambung Briella Amora yang terlihat nampak serius. Bahkan dengan perlahan ia meraih telapak tangan Ibunya untuk digenggnya.
"Ada apa sayang?" Tanya Ermelinda Kizia.
"Ibu, Aku sudah menyicil Apartemen buat kita, dan aku memakai uang tabunganku selama ini untuk membayar uang di muka, jadi... Ibu hanya perlu bersabar sedikit lagi, sampai aku bisa mengumpulkan uang dari hasil kerja paru waktuku dan melunasi Apartemen itu, dan kita bisa pindah ke sana. Kita tidak perlu tinggal di sini lagi." Jawab Briella Amora.
"Tapi nak, bukankah uang itu untuk biaya kuliah kamu?" Tanya Ermelinda Kizia.
"Tidak masalah Ibu. Aku bisa bekerja lebih keras lagi untuk menggantinya, jadi Ibu tidak perlu khawatir," Balas Briella Amora tersenyum lebar.
"Ave, "
"Ada apa Ibu?"
"Bagaimana jika Ayahmu..." Kalimat Briella Amora kembali mengambang, terlihat jelas kekhawatiran di wajah tersebut.
"Apa Ibu masih ingin bertemu Ayah?" Tanya Briella Amora seolah mengerti dengan perasaan ibunya.
"Biar bagaimanapun, dia masih Ayahmu," Jawab Ermelinda Kizia perlahan, mengusap telapak tangan Briella Amora yang masih dalam genggamannya.
"Aku tahu! tapi... jika dia sudah menyakiti Ibu, apa perlu Ibu menunggunya setiap hari, dengan harapan dia akan datang dengan sikap lembutnya? Apa dia bisa berubah Ibu? Ini bahkan sudah bertahun-tahun." Balas Briella Amora.
"Maafkan Ayahmu, Ibu... "
"Kenapa harus mencintai pria seperti Ayah? Sedang Ayah hanya bisa menyakiti Ibu," Tanya Briella Amora menatap wajah sang ibu yang mulai nampak murung.
"Ave... "
"Kenapa harus bertahan? Sedang Ibu masih bisa hidup meski tanpa Ayah." Balas Briella Amora dengan nada melemah dan kecewa, bahkan kembali merasakan kemarahan yang berusaha di tekannya. Hatinya tiba-tiba merasakan sakit saat melihat mata berkaca Ibunya, bahkan bibir Ibunya sudah terlihat bergetar menahan tangis.
"Ibu... Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyakiti perasaan Ibu, maafkan aku... " Ucap Briella Amora yang langsung beranjak dari duduknya dan melangkah kearah Ibunya, di raihnya tubuh itu untuk di peluknya.
"Maafkan aku Ibu, aku mohon... Jangan menagis lagi." Bujuk Briella Amora berusaha menenangkan hati sang ibu yang tengah merasakan gunda.
"Ave.. Ibu sedih karena memikirkanmu. Sungguh, melihatmu seperti sekarang ini membuat hati Ibu sakit, sebab anak Ibu ini tidak pantas menanggung semuanya, kau bahkan masih terlalu muda."
"Ibu, tidak peduli dengan usiaku, ini sudah tugasku sebagai anak Ibu, jika bukan aku, lalu siapa lagi yang akan memperdulikan kita? kita sudah tidak punya siapa-siapa lagi Ibu, dan menurutku... Ayah sudah tidak ada lagi,"
"Ave, maafkan Ibu. Tidak seharusnya kau menderita seperti sekarang ini, kau hanyalah seorang gadis muda yang seharusnya bersekolah, bermain dengan teman seusiamu, mengikuti les piano, dan balet. Bukan menghabiskan waktu untuk bekerja dan..."
"Ibu aku ikhlas melakukan semuanya, aku mengerti dengan kondisi ku, aku bukan anak yang harus bermanja-manja di rumah seperti mereka, bermain dengan seorang teman, dan mengikuti les seperti anak lain. Aku tidak pernah merasa menderita sedikitpun meskipun aku tidak seperti mereka, karena aku hanya menginginkan ibu bahagia, sekeras apapun aku bekerja dan berusaha, asal semua demi Ibu, sungguh.. Aku rela Ibu, selama Ibu tidak menderita karena Ayah, sungguh.. Aku akan melakukan apa saja untuk Ibu. Dan sekarang, bisakah Ibu menurutiku? Tinggalkan rumah ini, dan ikut aku." Pinta Briella Amora dengan penuh permohonan.
"Baiklah Nak, kita akan pergi dari sini."
"Terimakasih Ibu, karena sudah mendengarku." Balas Briella Amora mempererat pelukannya. "Sepertinya aku harus mandi dan bergegas, kita akan membicarakan masalah ini nanti." Sambungnya lagi seraya melepaskan pelukannya dan melangkah pergi, meninggalkan Ermelinda Kizia yang masih terdiam dengan segala kesedihan dan rasa bersalahnya kepada sang putri.
Dengan perlahan wanita itu menundukkan tatapannya kebawah, dengan tarikan nafas dalam seraya menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua tangannya.
Kenapa harus anak sebaik kamu sayang, kenapa harus kamu yang mengalaminya, Ibu janji, sekuat tenaga akan melindungimu, meskipun dari dulu sampai sekarang Ayah tidak pernah menginginkanmu, tapi Ibu berjanji, akan selalu ada untukmu, aku menyayangimu nak. Batin Ermelinda Kizia kembali terisak.
* * * * *
Bersambung...