webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasy
Not enough ratings
279 Chs

●Pertempuran Para Panglima (6)

Jubah gelap yang dipenuhi sulaman benang hitam dengan bentuk setengah lingkaran bertumpuk-tumpuk, dikenakan raja Tala hal Vasuki demi menyambut kehadiran utusan Aswa. Panglima muda Jagra dan Gundha mengenakan seragam kebesaran, diantarkan ratusan pasukan Aswa yang mengepakkan sayap sepanjang perjalanan. Gayi halla Vasuki dan Nagen halla Vasuki hadir menggunakan jubah serupa, dengan tudung kepala transparan berwarna gelap yang menyembunyikan muka.

Batu hitam berkilap, bentuk akhir dari jasad panglima Kundh yang mengkristal, hadir di aula penerimaan tamu. Mangkok kristal beku yang menjadi wadah, tetap dalam wujud aslinya setelah menempuh jarak puluhan ribu hasta. Gelembung pelindung ratu Laira menjaga baik wadah dan batu hitam Kundh tetap aman hingga tiba di kerajaan Vasuki.

Di singgasananya yang tinggi, berada di atas ratusan anak tangga menara kebesaran, Tala berdiri memperhatikan para utusan dengan mata terpicing. Gayi dan Nagen menerima langsung iring-iringan kebesaran yang berada dalam suasana dukacita yang dalam. Berbagai hantaran berada dalam peti-peti putih dengan pelindung perak berukir yang kokoh. Ratu Laira mengirimkan hadiah-hadiah berharga sebagai tanda dukacita bagi keluarga Kundh.

❄️💫❄️

Jasad kristal Kundh diletakkan di ruang aula kehormatan para pahlawan. Tempat para leluhur dan keluarga kerajaan Vasuki, serta orang-orang terpandang nan terhormat diberikan penghargaan paling layak untuk terakhir kali.

Jagra memberikan surat panjang dari raja Shunka dan ratu Laira.

Gulungan surat dengan cap simbol sayap terbentang itu diletakkan dalam nampan. Kedua panglima hanya menunggu di aula terluar dari kerajaan Vasuki. Wajah keduanya tegang menanti kabar dari raja yang terlihat tak berkenan turun dari menara utama, bahkan untuk sekedar menyapa.

Gayi menaiki tangga demi tangga dengan anggun, membawa nampan dan surat dari kerajaan Aswa.

"Apakah Tuanku akan membaca sendiri, atau saya bacakan?" Gayi menawarkan diri.

Tala tak menanggapi. Ia duduk di singgasana, tak menyandarkan kepala, namun tampak berpikir keras. Sebelah tangannya bertumpu menyangga tubuh yang condong ke kiri.

"Tuanku?" Gayi pelan-pelan menyapa.

Tala menegakkan tubuh, matanya berkilat, senyum rahasia tersungging. Ia turun dari singgasana perlahan dengan mantap dan gagah.

"Baginda Tala, bagaimana dengan surat ini?" Gayi mengulurkan nampan lebih mendekati tubuh sang raja.

Tala hal Vasuki tak menghiraukan perkataan Gayi. Perintahnya justru terdengar bertentangan dengan keadaan saat itu.

"Siapkan aula perjamuan. Masakkan hidangan terbaik Vasuki bagi seluruh tamu Aswa, terutama panglima muda Jagra dan Gundha."

❄️💫❄️

Jagra dan Gundha menempati sudut istimewa di aula perjamuan. Walau tidak berada di dekat sang raja, kedua panglima muda berada tepat berhadap-hadapan dengan Tala hal Vasuki. Dua piala perak, dengan lambang terpatri di salah satu permukaannya, khusus dihadirkan. Seluruh pasukan Aswa berada di aula tepian kerajaan. Tidak tertolak, namun juga tidak tersembut dengan tangan terbuka. Mereka berdiri dengan gagah dan teguh menanti keputusan raja Vasuki.

"Gayi, Nagen," Tala menganggukkan kepala samar, memberikan isyarat ke arah kedua ratu.

Sigap, Gayi dan Nagen mempersiapkan hidangan khusus bagi panglima utama Aswa. Makanan lezat dan indah dipandang yang dapat dinikmati, tersaji. Dengan dibantu pelayan khusus, jamuan itu terselenggara cepat dan mengesankan.

"Panglima Muda Jagra dan Gundha," Tala memberikan kata sambutan. "Tidak selalu ada acara penyambutan seperti ini."

"Hamba sangat tersanjung, Paduka Yang Berhati Mulia Tala hal Vasuki," Jagra memberikan hormat yang dalam. Mengatupkan rapat telapak tangan kiri yang terbuka dan tangan kanan mengepal kuat. Gundha mengikuti jejak Jagra.

"Apakah Panglima Muda melihat siapa saja yang hadir di meja makan perjamuan ini?" Tala bertanya.

Jagra menatap ke arah kanan dan kiri dari tempat duduknya. Di sebelah kanan berjajar elok sepuluh pemuda dengan rambut hitam panjang yang diikat tali di tengkuk. Semuanya mengenakan baju hitam berbahan halus, bercorak ulir dan berkilau dengan ikat pinggang merah. Di sebelah kiri, berjajar duabelas pemuda yang tak kalah rupawan, dengan rambut dikepang satu. Sama, mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan corak berbeda, dihiasi tali pinggang berwarna coklat tua.

Jagra memberikan penghormatan dalam sebanyak sepuluh kali ke kanan dan dua belas kali ke kiri.

"Sepuluh putraku dari Gayi dan duabelas putraku dari Nagen, semua hadir di sini," Tala memberitahukan.

Jagra dan Gundha tegang.

Penghormatan? Atau pertanda hal sangat buruk?

"Mereka hadir untuk menghormati panglima Kundh hal Vasuki," suara Tala berat dan dalam. "Dan, tentu saja, menghormati kalian berdua."

Jagra dan Gundha membungkuk hormat untuk kesekian kali. Dengan satu perintah, sang raja dan sang ayah memerintahkan sepuluh dan duabelas puteranya serentak memberikan penghormatan kepada kedua panglima muda dari Aswa. Setelah prosesi itu selesai, dengan mata dan bahasa yang tajam, Tala memberikan perintah.

"Nagen," ujar Tala. Setiap huruf dalam katanya seolah mengandung bisa, "tuangkan minuman bagi kedua tamu agung kita."

Walau tertutup kain transparan, wajah Nagen terlihat terpana dan ternganga.

"Nagen?!"

Sedetik dua detik terdiam. Helaan napas. Tak ada pilihan lain.

"Siap, Yang Mulia," Nagen berujar lirih.

Tangan lentik Nagen, dengan kuku-kuku berhias cat hitam, bergetar menuang ketel perak berukir berparuh panjang. Sebuah cairan kental meluncur ke luar, tertuang ke piala-piala. Piala para pangeran hanya berisi sedikit cairan. Piala raja dan kedua panglima muda, berisi penuh.

"Vasuki menghormati Aswa," Tala mengangkat gelas pialanya tinggi-tinggi. "Untuk Vasuki yang Jaya. Untuk Aswa yang Terhormat! Silakan diminum, Tuan Panglima Muda Jagra dan Gundha!"

Vasuki menenggak dengan tegukan-tegukan besar. Para pangeran sepuluh dan dua belas mengikuti. Jagra dan Gundha dipenuhi keraguan yang dahsyat.

"Silakan!" Tala mengeluarkan suara berat dan menekan.

Tak ada gerakan dari dua tamunya.

"Minum, Panglima!!" Tala mengeluarkan suara yang menggetarkan dinding-dinding menara perjamuan. "Setelah apa yang Aswa lakukan pada kami, setelah apa yang Vasuki lakukan pada Aswa; apakah kami tak pantas mendapatkan sedikit penghormatan kalian??!"

Gundha meraih piala, menempelkannya ke mulut, memejamkan mata. Ia mencoba menahan napas dan meneguk. Detik berikutnya, sebuah tangan kuat menepis gerakannya. Piala itu terjatuh di meja perjamuan. Menumpahkan cairan kental berwarna saga yang membasahi kain-kain hingga ke lantai.

Jagra menggeram dan berucap, jangan pernah menyentuh minuman yang disajikan!

❄️💫❄️