webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasy
Not enough ratings
279 Chs

●Muslihat Ratu (1)  : Jaladhini

"Adakah yang dapat mengalahkan laut dan langit, bila bersama?"

Kalimat sambutan ratu Jaladhini banu Jaladhi, ratu penguasa lautan Jaladri banna Jaladhi memberikan isyarat bahwa kehadiran Laira halla Aswa diterima dengan sangat baik. Bahkan, sebelum memasuki pintu istana, Jaladhini memberikan hadiah istimewa : kalung berliontin mutiara warna kelabu tua.

"Ini akan membantu Ratu Laira bertahan lebih lama di dasar lautan," jelas Jaladhini.

"Panggil aku Laira saja, Yang Mulia," Laira membungkuk merendahkan diri.

Peti-peti berukir di atas punggung kuda putih bersayap, berjajar di pelataran istana. Laira mempersembahkan hadiah terbaik dari Aswa : kristal-kristal awan yang tersimpan rapi dalam kubah perlindungan dan diperkuat pengamanannya dalam peti berkunci mantra.

Jaladhini menatap tak percaya pada hadiah yang dihibahkan padanya. Ia mengubah dirinya sesaat, menjadi makhluk mungil berwarna kehijauan yang bercahaya dan bersayap. Menandakan dirinya lebih kecil dari Laira dan berkenan untuk terlibat dalam persekutuan. Sesaat setelah prosesi penghormatan itu selesai, Jaladhi kembali ke wujud asal : mata kebiruan, warna kulit secerah kerang dan rambut sewarna ganggang coklat yang berkilau. Rambutnya tebal dan panjang hingga nyaris menyapu lantai istana. Mahkota logam mulia dengan mutiara besar berwana putih cemerlang menghiasi kening. Senyum indah tak lepas.

Jaladhini yang termolek di seluruh samudera. Kemolekan yang hanya dapat ditandingi oleh kecantikan Laira.

❄️💫❄️

"Aku ingin berlama-lama, tapi sungguh, banyak urusan yang harus diselesaikan," Laira meminta maaf terlebih dahulu.

Jaladhini dan para pelayan mempersiapkan minuman terbaik.

"Setidaknya, Ratu harus meminum air samudera suci dan serbuk mutiara," Jaladhini menyodorkan cawan dari cangkang kerang putih berkilau laksana perak. Jemari lentiknya meremas mutiara sewarna susu hingga menjadi serbuk yang mudah diaduk.

"Dengan apa hamba membalas kebaikan Ratu Jaladhini," Laira merasa sungkan. "Setelah kalung ini, minuman termahal pun disajikan. Kami malu hanya membawa sedikit hadiah."

"Sedikit?" Jaladhini terpekik lirih. "Kristal awan dari air mata Ratu Laira adalah hadiah berharga yang diimpikan setiap makhluk di daratan dan lautan. Dengan itu kami mengobati sakit, memperpanjang umur dan menjadikannya mata panah yang berbahaya."

Laira tersenyum.

"Rendah hati sekali, Ratu Jaladhini. Siapa yang tak mengenal kehebatan serbuk ajaib mutiara yang memberikan berkah usia panjang dan kecantikan? Lewat tangan Ratu Jaladhini yang sakti, serbuk mutiara memiliki ribuan manfaat."

Laira merasakan kelapangan dada berada di istana Jaladhi. Tak mungkin wangsa Akasha -termasuk Akasha Jaladhi- tak mendengar berita menggemparkan yang terjadi usai pertempuran para panglima yang menewaskan Kundh, panglima kebanggaan Vasuki. Tak mungkin desas desus tak beredar, terhadap apa yang dilakukan Tala hal Vasuki pada Jagra dan Gundha. Melihat sambutan yang hangat dan bersahabat seperti ini, Laira merasakan ia telah dipahami.

Jaladhini menerima tamu istimewanya di ruang khusus.

Ruang lapang dengan dinding-dinding air kebiruan tanpa celah. Dua tempat duduk nyaman berhadap-hadapan. Lantai lembut lumut samudera yang membelai kulit kaki. Keheningan seutuhnya yang menenangkan. Tak terdengar suara lalu lalang penghuni samudera dan percakapan-percakapan di luar.

Ketika mereka duduk berdekatan dan saling menatap, keduanya bersama-sama memejamkan mata.

"Kau aman di sini," bisik Jaladhini dalam semedinya.

"Ya. Aku merasakan demikian, Ratuku Jaladhini, " Laira menjawab.

"Kami mendengar, apa yang terjadi di Aswa," Jaladhini meneruskan. "Tak dapat kugambarkan perasaanku. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa persekutuan ribuan tahun terancam seperti ini? Apa yang diinginkan Tala hal Vasuki dan pasukannya?"

"Kami juga tak tahu," Laira mengaku. "Aku telah ke istananya dan ia mengunci rapat-rapat rahasia berita-berita yang seharusnya disampaikan ke Akasha dan Pasyu. Alih-alih berbagi berita, ia justru menyerang Aswa dan berseteru dengan kerajaan Pasyu Mina."

"Pasyu Paksi?" Jaladhini ingin tahu.

"Hingga sekarang kami tak tahu, raja Ame hal Paksi berpihak pada siapa. Tapi panglimanya, Haga, jelas membela Kundh. Dan tentu panglimanya bergerak atas perintah raja Ame."

"Aku tak yakin raja Ame hal Paksi berserikat dengan raja Tala," Jaladhini menyangsikan. "Ya. Raja Tala sahabat baik kita semua, tapi kita pun tahu. Ia pemarah, suka tersinggung dan gegabah mengambil keputusan. Hal yang sangat berbeda dengan raja Ame. Raja Ame bijaksana dan pengamat ulung."

"Aku pun berharap, Pasyu Paksi tak berpihak pada Pasyu Vasuki," Laira berucap keinginannya. "Tapi, aku tak tahu kepastiannya, Ratu Jaladhini."

"Apa yang Ratu Laira harapkan dari kerajaan Jaladhi?" tanya Jaladhini.

Laira terdiam, menarik napas panjang. Memusatkan pikiran, menimbang-nimbang. Keramahan dan kebaikan hati Jaladhini tidak berarti ia berkenan bersekutu secara mutlak. Apa yang terjadi pada Jagra dan Gundha, pelajaran berharga bagi Aswa bahwa Tala hal Vasuki memiliki kekuatan yang makin dahsyat belakangan ini.

"Atas nama apakah, persekutuan Aswa dan Jaladhi, bila memang raja Jaladri dan Ratuku Jaladhini berkenan berada di pihak kami?" Laira bertanya ingin tahu.

Jaladhini mengangguk tegas.

"Atas nama persahabatan," ia menjawab. "Atas nama Akasha Jaladhi. Atas nama kerajaan kami."

"Bagaimana bila atas nama kebenaran?" Laira memancing.

Jaladhini terdiam, menarik napas panjang.

Siapapun tahu, Jaladri banna Jaladhi adalah raja yang teguh memegang prinsip-prinsip 'Kebaikan Abadi'. Kebaikan Abadi adalah perjanjian yang telah disepakati oleh seluruh wangsa Akasha dan Pasyu, dengan simbol kesepakatan berupa pusaka masing-masing kerajaan yang tersimpan rapi di relung palung Kawah Gambiralaya –palung laut terdalam yang dijaga prajurit paling kuat dan paling menyeramkan. Namun, Jaladri bukanlah pemegang kekuasaan mutlak. Kawah Gambiralaya dijaga utusan terpilih dari masing-masing kerajaan. Walau berasal dari wangsa berbeda-beda, delapan utusan terpilih telah memakan serbuk mutiara racikan Jaladhini hingga mereka dapat bertahan lama di Gambiralaya.

Sekali lagi, Jaladri bukan penguasa mutlak pusaka penting setiap kerajaan.

Sarung-sarung dari pusaka tersebut tersimpan di tempat lain : Gerbang Ambara, suatu celah raksasan di angkasa yang dijaga oleh Aswa dan Paksi. Pusaka tanpa sarung, tak akan kuat bertarung. Sarung tanpa pusaka, tak akan punya daya. Ketika pusaka dan sarung bersatu, senjata dahsyat milik masing-masing kerajaan akan memberikan kekuatan bertarung luarbiasa bagi raja, panglima dan prajurit yang maju ke medan laga.

Langkah Laira untuk menetapkan sekutu pertama kali tak salah.

Ia harus bisa menyakinkan penguasa wilayah Kawah Gambiralaya agar mau berpihak.

Pertanyaannya : apakah Jaladhini memiliki pemikiran lain di balik keramahannya? Dan apakah Jaladri memiliki pemikiran selaras dengan Jaladhini, istri yang dicintainya?

❄️💫❄️