webnovel

3. Erlangga Pradipta

"Kenapa? Kedatanganku kesini adalah untuk menemani kamu makan siang. Bukan untuk melakukan kopi darat apalagi double date." Jawab Gendhis lugas.

"Kamu sungguh perempuan yang tegas dan sedikit angkuh." Ucap Erl tiba-tiba. Kini yang melongo adalah tiga orang lainnya yang duduk mengelilingi meja.

"Apa maksud kamu? Kamu tidak berhak untuk menilai aku di saat pertama bertemu!" Tatapan nyalang Gendhis jelas-jelas menebarkan aroma permusuhan yang begitu lekat. Bahkan ucapannya pun bisa membuat siapapun yang mendengarnya terasa seperti disayat-sayat pisau tajam yang baru saja diasah.

"Ndhis, sudah ya. Ini salahku. Aku yang tidak jujur membawa kamu kesini dengan alasan makan siang tapi ternyata …" Rara yang mulai merasa bersalah, langsung memegang lengan perempuan yang terkenal dingin terhadap pria namun hangat terhadap perempuan. "Sudah ya mas, sudah." Rara memberikan kode pada pria yang duduk dihadapannya itu untuk diam dan tidak usah meneruskan perdebatan ini.

"Hah, sepertinya waktu yang tidak tepat untuk bertemu. Kalau begitu, kami permisi dulu. Terima kasih atas waktunya. Mas!" Erl memanggil salah seorang pelayan pria dan meminta bonnya. Dia pun mengeluarkan sejumlah uang dan mengajak rekannya untuk pergi meninggalkan meja meskipun makanan baru disuap sekali. Gendhis menyeringai sinis melihat sikap pria yang berbuat semaunya dan mengatakannya 'angkuh'.

"Aku tidak butuh ditraktir." Gendhis mengambil bonnya dan justru mengambil uang dari dompetnya lalu pergi meninggalkan Rara yang bengong dan dua lelaki yang menggeleng-gelengkan kepala.

"Tentara? Perwira? Lalu kenapa? Memangnya perlu dibanggakan begitu? Cih, mulutnya pun pedas sekali seperti emak-emak. Huhhh, huuuuhhh," Gendhis menarik napas panjang begitu sudah berada didalam lift yang akan membawanya menuju lantai satu. "Duh, lapar sekali. Kurang asem! Aku bayar makanan untuk empat orang tapi aku belum makan sama sekali." Gendhis melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. "Masih ada waktu sepuluh menit lagi. Aku cari makanan cepat saji saja." Perempuan itu pun berjalan menuju salah satu restoran fast food yang berada di lantai satu.

Untungnya restoran ini sudah sepi jadi Gendhis bisa mengisi perutnya dengan lahap dan nyaman tentunya. Setelah selesai, perempuan itu pun berjalan cepat menuju kantornya karena waktunya yang sudah sangat terbatas.

"Gendhis, aku mau bicara sama kamu." Rara menghampiri Gendhis yang baru saja duduk dan melepas lelah setelah berlarian menuju kantor.

"Bisa nanti saja? Aku sudah ditunggu bos laporannya." Jawab Gendhis santai.

"Huh, ya sudah. Kabari aku kalau kamu sudah luang." Ucap Rara lagi.

"Luangnya ya jam pulang kerja. Bisa kan?"

"Iya iya, pulang kerja kamu jangan pulang dulu. Tunggu aku di lobi." Jawab Rara dan perempuan itu pun ngeloyor pergi. Gendhis menyeringai dingin melihat perempuan yang sudah memberinya pengalaman tak mengenakkan siang ini.

-----

"Dasar perempuan angkuh! Itulah mengapa aku malas bertemu dengan perempuan kantoran. Rata-rata mereka angkuh dan tidak memandang pria." Erlangga masih kesal dengan sikap Gendhis yang menurutnya adalah perempuan yang pertama kali sudah membalas ucapannya.

"Siap mohon ijin, tapi bang, yang abang temui itu kan temennya, Rara. Kalau yang satunya lagi itu sih cuma peran pembantu, jadi tidak usah abang hiraukan." Ucap Tio sambil terkekeh. Tio yang berpangkat Serda itu tinggal di mess dengan Erlangga meski beda ruang karena mereka sama-sama belum menikah jadi mereka wajib tidur dalam (istilah untuk tentara yang belum menikah dan tidur wajib di mess kantor).

"Iya juga ya, kenapa aku malah kesal dengan perempuan itu?" Gumam Erlangga yang baru sadar dengan pikirannya.

"Siap, karena dia lebih cantik dan berkarakter." Ucap Tio asal.

"Kamu ini … sok tahu bilang karakter." Jawab Erlangga sambil tersenyum lebar.

"Siap, ya karena aku pernah nonton sinetron tentang perempuan kantoran dan jutek. Mungkin dia salah satunya." Jawab Tio sambil terus mengemudikan mobilnya menuju mess.

"Jangan sering-sering nonton sinetron, Tio. Kamu itu lelaki. Mau saja dibodohi dengan acara settingan." Jawab Erlangga.

"Siap mohon ijin, tidak sering-sering lagi." Tio tetap tersenyum melihat wajah pria yang duduk di sebelahnya itu masih dilipat dan ditekuk karena perempuan yang bernama Gendhis.

Mobil yang dikendarai Tio hampir masuk ke pintu gerbang yang sudah terbuka lebar, ketika dering ponsel memaksa Erlangga untuk menerimanya.

"Mami?" Erl mengerutkan keningnya melihat nama yang tertera di layar.

"Assalammualaikum, Erl, kamu dimana?" Suara seorang ibu yang merindukan anaknya terdengar jelas oleh Tio yang duduk di kursi kemudi.

"Wa'alaikumussalam, mi. baru pulang dari makan siang dan sekarang sudah sampai kantor lagi." Jawab Erl.

"Erl, nanti sore kamu pulang kerja ke rumah mami ya. Mami kangen. Kamu sudah dua minggu tidak pulang. Mami masak makanan kesukaan kamu." Ujar wanita yang dipanggil mami itu. "Kamu ajak Tio juga. biar kamu ada teman untuk kembali ke mess." Sahut lagi sang mami dari Erl. Suara mami yang terdengar sangat jelas membuat Tio menyeringai kesenangan. Erl hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya sudah mi, nanti sore aku pulang. Masak yang enak ya mi. Anakmu ini kurus sekali karena kurang makan. Hehe," Erlangga senang sekali membuat humor pada maminya yang terkenal mudah diajak becanda, dibanding papinya.

"Kamu itu kurus bukan karena kurang makan, tapi kurang kasih sayang perempuan. Makanya cepat cari pacar. Masa kalah sama adik kamu yang sudah bawa pacarnya kerumah? Mami tidak mau tahu ya, tahun ini kamu harus sudah menikah. Titik!" Ucapan orangtua perempuan dari Erlangga itu sontak membuat Tio terkekeh. Pria berpotongan rambut cepak itu tidak kuat menahan ketawa karena suara mami Erlangga yang jawa medok itu terlihat sangat lucu meskipuns terdengar menyeramkan.

"Menikah … menikah … menikah. Itu saja yang mami ucapkan." Jawab Erlangga sambil membuka pintu mobil dan berjalan menuju ruangan kerjanya terlebih dahulu.

"Lalu mami harus bicara apa sama kamu? Mami sudah ingin cepat-cepat menimang cucu. Nanti mami carikan perempuan yang tepat untuk kamu. Kamu tenang saja. Wassalammualaikum, mami tunggu dirumah." KLIK! Erlangga menghela napas tidak percaya dengan kalimat ancaman yang diberikan maminya. Bukan kali ini saja maminya memperkenalkan dirinya pada perempuan lain. Semua perempuan itu dari berbagai karakter tentu saja menyukai Erlangga dalam sekali pertemuan. Postur tubuh yang tinggi jangkung sesuai dengan berat badannya, wajah tampan dan kulit bersih ditambah lagi profesinya yang sebagai tentara yang hampir semua kaum hawa mengincarnya untuk dijadikan suami.

"Aahh, mami ini selalu mau menang sendiri." Rutuk Erl dengan kesal sambil berjalan menuju ruangan kerjanya.

"Mohon ijin bang, maaf aku baru ingat kalau hari ini aku kena jaga petang hari jadi aku tidak bisa ikut ke rumah abang." Ujar Tio menghampiri Erl yang sudah masuk ke lobi ruangan kerjanya.

"Oh iya, tidak apa. Nanti aku bawakan makanan dari mami untuk kamu. Tenang saja." Jawab Erl. Meskipun Erl berpangkat lebih tinggi dari Tio namun mereka sangat dekat dan akrab. Namun, Tio masih memegang teguh hierarki dengan tidak menyalahi norma sopan santun.