webnovel

Tangan Setan

Gema gemercik rinai gerimis mengalunkan alunan irama pilu menyayat datar pada telinga. Syahdu ocehan riuh bambu runcing bagai nyanyian pekik sakaratul maut belakang desa. Iringan kabut bak pelayat menangis mengikuti jenazah dalam keranda mengantar si mayat menuju pembaringan terakhir.

Begitulah ibaratnya malam hari desa Mojokembang. Bersahut suasana gelap nan sunyi merayap-rayap. Tiada suara hening merajai setiap sudut. Hanya ada pemandangan pintu terkunci setiap rumah.

Hanya ada pemandangan bayang-bayang lambaian daun pisang sela perkebunan Pak RT tengah desa. Melambai perlahan-lahan bagai sosok besar bertangan besar mengajakmu menari tanpa rupa.

Sedangkan gemuruh aliran sungai bagai ocehan puluhan orang menggerutu. Namun tiada bentuk, tiada wujud, hanya suara terdengar dari kejauhan belakang desa. Menambang pecah alam sunyi mati, saat hari berkata tengah petang.

Kicau kacau agak ribut tak jelas bunyi dari burung penanda mati mulai berkoar-koar. Sebuah elegi burung pembawa pesan mati dari Khasanah Jawa Dwipa terlaksana setiap malam Jumat digelar. Matanya mulai bermain, melirik ke sana dan ke mari. Bulat sempurna sebesar wadah bernama baskom untuk bejana nasi kenduri. Terkadang kepalanya berputar seratus delapan puluh derajat, seumpama buruh wakil dari dunia antah berantah. Bertengger malas pada pohon sakral beringin tua tepi desa.

Begitulah suasana malam hari desa Mojokembang. Begitu wingit, tampak gelap tiada suara hanya bisu setiap jalan. Bahkan rintik gerimis melengkapi keseraman bersama kabut berjalan beriringan. Menambah kengerian dunia tanpa rupa tengah malam desa Mojokembang.

Demikian pula dengan kondisi dalam rumah Amanah. Salah satu warga desa Mojokembang, di mana rumahnya terletak paling pojok selatan desa. Terletak pas di bawah hutan bambu, pembatas antara desa dan persawahan membentang luas. Sebelum akhirnya masuk ke dalam desa lain.

Semua lampu telah dimatikan oleh Amanah di setiap ruangan rumahnya. Bahkan lampu teras jua sudah dimatikan. Sebab hari sudah berkata pukul, 00.00. Tercantum pada jam dinding dengan detakkan bagai penanda petang seumpama gerbang dunia lain bersuara.

Pada kamar utama yang terletak pas di tengah rumah. Amanah tengah terlelap bersama si kecil Bagus. Terbaring malas karena lelah akibat pekerjaan rumah sehari-hari. Apalagi si kecil Bagus sudah semakin aktif akhir-akhir ini. Membuat Amanah harus ekstra menjaganya sambil terus mengerjakan pekerjaan rumah.

Dalam suasana kamar gelap tanpa cahaya. Bagus terlihat sangat menikmati meminum asi dari susu Ibunya. Bermuka lucu nan menggemaskan dalam balutan tubuh balita belum genap usia dua tahun.

Mereka hanya berdua dalam rumah sederhana tepian desa Mojokembang. Sebab sang suami Mas Kasturi tengah bekerja keluar kota sebagai kuli bangunan di kota Surabaya.

Tanpa mereka sadari dan tanpa mereka duga. Ada sosok tangan besar dan panjang serta berbulu di sekujur lengan berwarna hitam. Tengah merayap dalam senyapnya gelap kamar. Terus merayap dari sisi gelap bayang-bayang kolong ranjang. Menelusuri pojok ranjang menuju ke atas kasur.

Sosok tangan yang berupa hanya tangan tanpa tubuh, tanpa wajah terus bergerak perlahan. Melewati seprei yang menyelimuti tubuh Amanah dan Bagus.

Sosok tangan dengan kukuh-kukuh panjang bak belati dapur begitu tajam. Mulai merambat semakin dekat dengan kaki mungil Bagus. Seakan sosok tangan serupa tangan setan berjenis genderuwo. Ingin menggeret kaki bagus secara paksa.

Namun sosok tangan urung mencengkeram kaki kecil Bagus dari percobaan pertama. Kaki Bagus seakan memiliki refleks cepat menyepak sosok tangan secara otomatis walau Bagus sendiri masih pulas tertidur.

Sosok tangan setan berjenis genderuwo seakan semakin penasaran. Sosok tangan berkukuh panjang itu kembali merayap kali ini lebih pelan. Perlahan-lahan iya membuka selimut penutup tubuh Bagus. Hingga tubuh bayi mungil Bagus terbuka tanpa selimut.

Pada percobaan ke dua kali ini. Sosok tangan setan berbulu layaknya bulu domba di sekujur lengan dan hanya berupa tangan. Akhirnya dapat mencengkeram kaki kanan Bagus.

Tampak kaki kecil Bagus nan halus, tergores di beberapa sisi akibat kukuh sosok tangan setan. Kaki Bagus tak bergerak dengan refleks otomatis lagi. Sebab kaki Bagus telah dicengkeram tangan setan.

Perlahan-lahan kaki Bagus diseret menjauh dari posisi semula. Sehingga tubuhnya ikut terseret menjauhi tubuh sang Ibu.

Mulut Bagus yang semula memamah asi Ibunya. Tiba-tiba terlepas dari susu Ibunya, sehingga membuat ujung susu Amanah tergigit oleh gigi-gigi kecil Bagus.

"Aduh, Bagus kenapa di gigit!" teriak Amanah sontak terbangun saat Bagus secara tiba-tiba menggigit susu Amanah.

"Astagfirullah anakku Bagus!" Amanah menjerit saat melihat tubuh anaknya yang sudah terseret perlahan di atas lantai oleh sosok tangan setan.

Tapi tubuh Bagus terlanjur terseret masuk ke dalam tembok lalu menghilang. Tinggallah Amanah menangis, menjerit, meratapi anaknya di bawa oleh tangan setan.

Amanah terus memohon dengan tengadah tangan penuh harap. Ayat Kursi terlantun mungkin sudah puluhan kali. Lalu teringat iya akan satu kata-kata dari Kakeknya. Yakni Ayah dari Ibunya bernama Kakek Sakri.

"Bila suatu hari kau mengalami musibah berhubungan dengan anak lelakimu. Bacalah surat Al Fatihah tiga kali, surat An Nas tiga kali, surat Al Alaq tiga kali, surat Al Ikhlas tiga kali, Ayat Kursi tiga kali. Lalu tepuklah tanah sambil menyebut Asma-Asma Allah yang maha indah," begitulah sekiranya kata Kakek Sakri dahulu.

Padahal saat itu Amanah masihlah seorang gadis perawan. Padahal saat itu Amanah belum terpikirkan untuk menikah serta membina rumah tangga. Tetapi Kakek Sakri yang memang notabenenya adalah seorang Dalang sakti. Beliau telah meramalkan bahwa suatu hari nanti Amanah mendapatkan anak lelaki.

Hari ini ramalan Kakek Dalang Sakri benar-benar terjadi. Amanah segera mengamalkan apa yang dianjurkan oleh Kakek Dalang Sakri. Setelah melafazkan semua surat-surat pendek anjuran Kakek Dalang Sakri. Tangan Amanah menepuk beberapa kali ke atas lantai, sambil terus menyebut Asma Allah.

Perlahan mulai dari kepala, lalu badan si kecil Bagus hingga sampai ujung kaki. Kembali keluar dari dalam tembok kamar sisi depan ranjang. Bergegas Amanah mengambil Si Bagus kecil. Buru-buru menggendongnya berlari agak menjauh dari tembok.

Akhirnya sosok tangan setan kembali muncul melalui balik tembok. Kini bukan lagi sosok tangan yang terlihat oleh Amanah. Tapi sosok utuh dari genderuwo menampakkan diri di depannya.

Aaa...!

Amanah menjerit sejadi-jadinya dan sekuat-kuatnya. Tapi malam terlanjur sepi, tetapi malam terlanjur bisu. Bahkan cecak di dinding tiada berani bersuara. Hanya ada suara teriakan Amanah dan geraman makhluk mengerikan tinggi besar dan hitam bernama genderuwo.

"Anakmu tidak boleh hidup Amanah. Dia harus mati malam ini juga, kalau anakmu tiada aku bunuh malam ini. Dia yang akan membunuhku di malam lain nantinya. Serahkan padaku Anakmu itu!" akhirnya sosok genderuwo berbicara dengan nada membentak dan terdengar begitu berat menggelegar.

"Tidak, tidak akan aku serahkan anakku kepadamu setan laknat!" teriak Amanah terus mendekap Si Bagus kecil dalam gendongannya.

"Baiklah kalau memang itu maumu. Berarti kau jua siap untuk aku bunuh," genderuwo kembali berucap kali ini bertambah serak dan kasar dengan nada semakin menyeramkan.

Dengan langkah yang jua begitu berat menuju Amanah. Genderuwo mulai mendekat perlahan-lahan. Amanah semakin ketakutan dan sudah pasrah akan nasibnya malam ini. Bahwa iya sudah pasrah mungkin tak akan lagi melihat matahari esok pagi.

Saat tangan besar genderuwo mulai menerkam kepalanya. Amanah begitu ketakutan, saat itu seketika Amanah semakin menjerit sejadi-jadinya.

"Tidak, tolong...!" jeritan Amanah terdengar memilukan, namun malam adalah malam tetap bisu tak ada suara.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Cerita ini hanyalah fiksi dari sang pengarang, dilarang keras mempraktekan setiap adegan di dunia nyata.

Bagus_Effendikcreators' thoughts