9 Mereka Bahagia

"Hei, kalian tidak sopan." hardik Danny melihat kelakuan kedua putranya.

Apa-apaan mereka? Menyentuh perempuan seenaknya tanpa meminta ijin? Itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan kalau guru mereka tidak terima.

Sepertinya memang begitu, karena Danny melihat Nadira merasa tidak nyaman. Lagipula, siapapun akan merasa risih kalau tubuh mereka disentuh orang asing kan?

Ali dan Alex langsung menghentikan tindakan mereka. Otomatis tangan keduanya terangkat keudara, seperti orang yang diancam dengan pistol.

"Maaf, Miss, kami tidak bermaksud buruk." ucap Alex lirih.

"Hei, Ibu tahu kalian bermaksud baik." Nadira dengan lembutnya membelai kepala Alex.

Pemandangan ini rasanya sangat menyenangkan untuk dilihat. Well, ini adalah potret keluarga yang diinginkan Danny sejak dulu. Keluarga yang hangat dan juga nyaman, tempatnya kembali setelah lelah bekerja seharian. Juga tempat dia dan kedua putranya menjadi diri sendiri.

Danny tidak menyesal memiliki keluarga bersama dengan Lilith. Biar bagaimanapun, perempuan itu adalah cinta pertamanya dan ibu dari dua jagoan kesayangannya. Yang disesalkan Danny adalah keputusannya untuk membiarkan Lilith bekerja dan mengabaikan kebutuhan rohani keluarganya.

Dulu, setelah mereka memiliki Ali dan Alex, Lilith memutuskan untuk istirahat dari dunia modeling untuk fokus mengurus kedua anak mereka. Semuanya tampak berjalan lancar. Tapi tidak bertahan lama karena pertengkaran sering menghiasi rumahnya.

Saat itu, Danny merasa bahwa dia sudah kelelahan bekerja, jadi ketika kembali ke rumah, dia hanya ingin beristirahat tanpa perlu dipusingkan dengan urusan domestik rumah. Tidak pernah membantu istrinya mengurusi kedua anaknya karena sudah ada asisten untuk masing-masing anak..

Ketika Lilith meminta ijin untuk kembali bekerja, Danny mengijinkannya. Dia berpikir mungkin dengan bekerja, Lilith bisa memperbaiki moodnya, jadi tidak marah-marah lagi. Sayangnya itu hanyalah awal dari bencana yang sesungguhnya.

"Kalian bisa membeli makanan di restoran terdekat?" tanya Danny ketika melihat kedua putra nampak bersalah.

"Oke, Dad."

Tanpa menunggu perintah dua kali, keduanya langsung keluar untuk membeli makan malam mereka. Di tempatnya, Nadira terlihat bersalah.

"Maaf, saya mengacaukan semuanya." ucap wanita itu.

"No, saya yang harusnya meminta maaf." sanggah Danny cepat.

"Untuk?" Nadira terdengar penasaran.

"Seharusnya saya yang menyiapkan makan malam, karena anda sudah mengurus dan mengajari mereka. Maaf, saya tidak tahu diri." ucap Danny tulus.

"Itu bukan masalah. Sudah kewajiban saya."

"Dan kewajiban saya pula untuk membantu anda."

Ketika menyadari apa yang baru saja diucapkannya, Danny merasa sangat bersalah. Tidak seharusnya dia mengatakan hal itu kan? Itu terlihat mereka seperti sepasang suami istri yang canggung tapi harus tinggal bersama demi anak mereka.

"Maaf, maksud saya ..." entah apa kata yang tepat yang harus Danny ucapkan.

Keduanya lalu terdiam. Sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.

"Mereka anak yang pintar dan baik. Anda berhasil mendidik mereka menjadi pria yang baik." akhirnya Nadira memecah keheningan.

"Terkadang saya berpikir seperti itu. Tapi terkadang saya merasa gagal menjadi ayah mereka."

"Kenapa?"

"Saya terlalu sibuk bekerja, sehingga jarang meluangkan waktu untuk mereka. Sebuah keajaiban mereka menjadi anak baik tanpa perhatian dari kedua orangtuanya."

Danny kaget dengan apa yang diucapkannya. Selama ini, terlebih sejak dirinya berpisah dengan mantan istrinya, Danny tidak pernah menceritakan masalahnya kepada siapapun. Termasuk kepada orang tuanya dan keluarga besarnya. Tapi lihat sekarang, Danny dengan mudah menceritakan semuanya. Sangat lancar.

"Kadang perpisahan tidak selalu berarti buruk. Untuk apa dipertahankan kalau pada akhirnya hanya menyakiti?"

Nadira benar. Perpisahan memang tidak selamanya buruk, tapi tidak ada seorang anakpun yang ingin orangtuanya berpisah.

"Kami berpisah dengan tidak baik. Pertengkaran sering terjadi, bahkan dihadapan mereka. Awalnya saya merasa takut kalau dampaknya akan sangat buruk bagi Ali dan Alex, tapi mereka terlihat baik-baik saja. Sampai saya melihat Alistair yang jadi pendiam. Disitu saya merasa sangat khawatir." jelas Danny panjang lebar.

"Mereka memang sama, tapi mereka berbeda."

"Apa yang anda lihat dari mereka?" tanya Danny penasaran.

Butuh waktu lama bagi wanita dihadapannya itu untuk menjawab pertanyaan Danny.

"Awalnya karena kasihan. Mereka terlihat kesepian. Tapi lama kelamaan saya seperti mengerti apa yang mereka butuhkan dan berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Saya menyayangi mereka lebih dari seorang murid." Nadira menundukkan kepalanya. "Maaf, seharusnya saya tidak berkata seperti itu."

"Saya merasa berterima kasih karena Anda memiliki pemikiran seperti itu. Mereka bahagia mendapatkan seorang guru yang sayang kepada mereka. Bahkan lebih sayang dari seorang guru." itu bukan kalimat klise.

Jauh di lubuk hatinya, Danny benar-benar merasa berterima kasih kepada sosok guru favorit kedua putranya. Bahkan rasanya ucapan terima kasih saja tidak cukup untuk membuktikan betapa Danny merasa bersyukur ada Nadira disisi kedua putranya.

***

Weekend ini Ali dan Alex terlihat bersemangat karena mereka akan menghabiskan waktu bersama dengan guru favorit mereka. Ya, Miss Nadira akan bergabung dengan mereka berdua untuk menghabiskan waktu bersama. Hal yang tidak pernah mereka duga, karena ayah mereka secara khusus meminta ijin kepada sang guru.

Rencananya, mereka akan membeli beberapa buku dan juga mencoba beberapa permainan yang ada di pusat perbelanjaan. Dilanjutkan dengan makan siang dan berjalan-jalan sebentar, lalu pulang.

Semua sudah mereka rencanakan. Dan keduanya juga tidak sabar untuk bertemu dengan sang guru.

Tidak hanya para anak yang merasa bersemangat menyambut weekend ini. Danny pun merasakan euforia yang sama dengan kedua putranya. Entahlah, sejak dirinya meminta Nadira untuk bergabung dalam acara mereka, Danny merasa tidak bisa mengontrol detak jantungnya.

Dan sekarang, dengan konyolnya Danny merasakan keringat dingin di telapak tangannya.

"Like I feel so young." gumam Danny, ketika dia menyemprotkan parfum favoritnya.

Setelah ketiganya siap, mereka menjemput Nadira terlebih dahulu. Tanpa banyak kata ataupun mampir ke rumah terlebih dahulu, karena keluarga Nadira sedang berada di luar kota, mereka langsung melaju menuju pusat perbelanjaan.

"Kalian terlihat bersemangat." ucap Nadira ketika menyadari bahwa si kembar bersemangat.

"Yup. Kami akan membeli buku incaran kami."

"Juga mencoba permainan baru disana."

"Juga jajanan yang sudah ada di list kami."

"I'm so happy today."

Ali dan Alex saling bersahutan. Tidak ada yang bisa menyembunyikan binar bahagia di mata mereka.

Pusat perbelanjaan terlihat ramai. Wajar, karena ini adalah akhir minggu, waktu yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga. Mereka berempat langsung menuju toko buku, karena memang disanalah tujuan utama mereka.

Pemandangan di hadapan Danny adalah pemandangan yang menyejukkan matanya. Dia melihat Nadira menggandeng tangan kedua putranya dengan erat. Tidak ada rasa canggung diantara mereka, seolah mereka sudah kenal lama. Atau seolah Nadira adalah bagian dari keluarga mereka.

Danny bukan orang suci yang tidak pernah memikirkan Nadira. Berulang kali terbersit pemikiran untuk menjadikan Nadira sebagai ibu sambung kedua anaknya, tapi harus dihapus sesegera mungkin.

Nadira muda dan cantik. Dia juga perempuan yang mandiri dan juga cerdas. Tentu dengan semua kemampuan yang dimilikinya, Nadira akan mencari sosok pendamping yang sempurna. Masih single dan belum memiliki anak. Duda harap menjauh. Begitulah pemikiran Danny.

Memang Ali dan Alex tampak nyaman bersama dengan Nadira, tapi Danny tidak ingin menanyakan apa keinginan mereka. Meski sebenarnya Danny tahu apa yang mereka inginkan. Hanya saja, Danny tidak bisa melihat keduanya bersedih apabila Nadira tidak ingin menjadi ibu mereka.

Ya ampun, apa sesulit ini menjadi seorang duda yang ingin mencari istri lagi? Apa kebahagiaan rumah tangganya adalah dengan menjadi seorang ayah tunggal?

Fokus Danny. Lebih baik menikmati apa yang ada saja sekarang.

Puas memborong buku, Nadira dengan sabar menemani dan menunggu Ali dan Alex bermain. Tentu saja Danny setia berada di samping Nadira dan juga menunggui barang bawaan mereka.

Setelah kelelahan, mereka menuju restoran yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.

Orang-orang yang melihat mereka akan berpikir kalau mereka adalah keluarga yang sangat bahagia dan harmonis. Karena memang seperti itulah kelihatannya. Canda dan tawa tak pernah lepas dari wajah mereka. Bahkan Danny yang awalnya canggung pun kini sudah bisa membaur dengan baik.

Ah, mereka memang terlihat bahagia.

avataravatar
Next chapter