webnovel

Should Be

❝ Always needed the presence or departure of others to find out the depths of the heart. ❞ — Shita Hapsari. Yera teramat terpukul setelah kepergian mami dan adiknya. Yera tidak ingin mengkhianati janjinya sebagai saudarinya, Yera harus menepati janji adiknya! ©2020 by coureimmac

coureimmac · Teen
Not enough ratings
37 Chs

Bab 31 : Panas Asmara

Lukas memandang lurus ke depan, sedari tadi ia hanya melamun saja sambil memainkan bolpoin miliknya.

"Luke!"

Lukas terkejut dan menoleh ke samping kirinya mendapati Wira yang tengah menatapnya dengan tajam.

"Hah? Kenapa?" Wira menggelengkan kepalanya.

"Lo dari tadi melamun mulu, entar kesurupan loh. . ." Lukas terkekeh pelan lalu menatap Wira yang sedang asyik menyalin tugas milik Jeslan.

"Tugas apa itu?" Tanya Lukas penasaran sambil menunjuk buku tugas milik Wira.

"Ini?? Ini tugasnya pak Miska, lo nggak denger Hana tadi ngomong didepan kelas?" Lukas menggeleng sedangkan Wira menepuk jidatnya sendiri.

"Melamun mulu sih. . . Ini tadi disuruh sama pak Miska, nah kalau udah selesai kerjakan ini. Baru bisa ujian Praktek," ungkap Wira.

"Oalah, oiya. . . Hmm. . . Boleh nyontek?" Wira mengangguk lalu menaruh buku milik Jeslan ditengah-tengah meja mereka, segera Lukas menyalin tugas milik Jeslan.

"WOY CEPET KE LAB, ENTAR DISUSUL ANAK SEBELAH!!" Yesya berteriak didepan kelas yang membuat satu kelas langsung berhamburan keluar kelas.

"Booking kan satu bangku buat gue!"

"Yaelah kenapa harus sama anak Mipa 3 sih?"

"Coba sama anak Mipa 4 aja,"

"Astaga ogah banget gue,"

Lukas yang mendengarnya tak kalah terkejut dengan teman-teman yang lain. Kata Wira, bangku di Laboratorium Fisika adalah bangku Istana para raja-raja. Bangku di Laboratorium Fisika hanya ada 20 kursi, sedangkan total murid mereka di satu kelas mencapai 25 murid. Berarti mau tidak mau, sisa anak yang tidak mendapatkan bangku tersebut harus mencarinya di Laboratorium IPA yang lain.

Kadang kebanyakan mereka malas untuk mengambilnya di Laboratorium Biologi atau Kimia, jadi mau tidak mau mereka harus berbagi bangku bersama.

Aduh, mendengarnya saja Lukas pusing. Lukas tak mau menjadi murid yang sial karena tak mendapatkan bangku. Alhasil Lukas, Wira, dan Jeslan berlarian mengikuti teman sekelasnya untuk segera menuju Laboratorium Fisika.

Sampai disana, mereka semua dikejutkan dengan keadaan Laboratorium Fisika. Dimanakah mejanya? Dimanakah bangku istana tersebut?

"Oke, tugas kalian kumpulkan dulu di meja depan. Sekarang kita melantai saja ya,"

"Astaga!!"

"Babi!"

"Dah capek-capek lho aku lari-lari nih. . . Malah disuruh melantai? Kau tau capek nih," *sambil menunjuk kakinya*

"Bangsat lah!"

Wira dan Jeslan langsung menjatuhkan diri mereka di lantai sambil menatap lurus ke depan.

"CAPEK SANGAT LOH!"

Lukas tertawa lalu menarik tubuh keduanya untuk berdiri dan berjalan menuju dinding paling belakang.

**

Lukas masih bingung untuk memulai perbincangan kepada teman-teman kelompoknya. Sedangkan teman-teman sekelompoknya dari tadi hanya tertawa karena candaan yang dibuat oleh seorang dari mereka.

"Babi emang tuh si Miska. Dasar kembarannya Masha and The Bear." Ujar Steve—teman sekelas Lukas yang cukup akrab dengan Lukas.

"Emang tuh, coba kau tengok mukanya. . . Mirip sekali sama beruang di Masha itu," kini salah seorang dari kelas Mipa 3 yang bernama—Jendra yang baru saja memperkenalkan diri kepadanya menatap sinis ke arah pak Miska yang menjelaskan konsep-konsep didepan.

"Udah ah jangan dibahas, mending kita perhatikan aja deh," suara lembut itu berasal dari Sashi-teman sekelas Lukas yang ramah dan murah hati.

Lukas tersenyum lalu mengalihkan pandangannya ke depan memperhatikan pak Miska menjelaskan konsep ujian Praktek yang akan mereka laksanakan.

Mata Lukas mendapati seseorang yang tengah tertawa sambil memukul temannya menggunakan bolpoinnya.

Asyik banget kayaknya ya. . .

Lukas menatap Yera dan Juna yang tengah bercanda, Yera dan Juna menjadi teman satu kelompok untuk ujian Praktek ini.

"Luke!" Lukas menoleh ke kiri dan mendapati Wira yang sedang asyik makan-makan dengan teman sekelompoknya.

"Kok?—"

"Sstt. . . Diam-diam aja. . . Mau?" Wira menjulurkan tangannya yang berisi beberapa cemilan, Lukas menggeleng dan menatap teman sekelompok Wira.

"Hey Luke, mau?" Lukas terkaget saat mendapati Markus yang tengah memakan cemilan yang ditawarkan oleh Wira, Lukas menggeleng dengan halus untuk menolak tawaran tersebut.

Gue kira dia anaknya ngambis. . .

**

Sedari tadi pandangan Lukas tak luput dari dua anak adam yang sedang bercanda. Ia hanya bisa menatap sinis ke arah mereka dari jarak jauh.

"Hey, ngelihatin apaan sih?" Tanya Steve sambil menepuk pundak Lukas pelan.

"Hah?" Lukas terkejut sambil menatap Steve.

"Lo dari tadi ngelihatin ke depan mulu, ngelihatin doi lo ya? Asyik dah punya gebetan juga ya lo," ujar Steve lalu tersenyum lebar.

"Enggak, gue ngelihatin Jeslan tuh. Pengen tau ini diapain," ujar Lukas sambil memegang bahan prakteknya.

"Oalah, gue kira lo ngelihatin Daron. Tapi nggak salah sih lo ngelihatin Daron, cakep gitu dia. Gue aja suka sama Daron," ujar Steve sambil menatap Daron yang tengah menyatukan kabel-kabel listrik.

"Oh hehe." Lukas menatap ke arah Steve lalu tersenyum lebar.

Huft, untung nggak suka sama Yera. . .

"Emang ya anak-anak sekawan tuh cantik-cantik semua," Lukas mengerti maksud Steve. Steve sedang membahas teman-teman Yera yang berisi ; Daron, Miya, Yesya, dan Alin ( biasanya mereka sering dipanggil lima sekawan sama warga sekolah )

"Wadaw ghibah apa nih?" Ujar Jendra penasaran lalu mendekatkan dirinya ke arah mereka berdua.

"Ghibah mulu lo anjir! Ayok dah kerjakan!" Kini Daisy—teman sekelompok mereka dari kelas Mipa 3 memukul pelan mulut Jendra.

**

Lukas menjatuhkan dirinya di atas ranjang. Lukas memejamkan matanya lalu berguling di atas ranjang.

"Yera. . . Sumpah, lo cantik banget!"

"Yera, lo beneran cantik anjir!"

"Bye bye Yuki, Welcome Yera!"

Lukas tersenyum geli karena mendengarkan ucapan yang dilontarkan oleh mulutnya sendiri, lalu ia mengacak rambutnya gemas.

"Kenapa hatiku cenat-cenut setiap memikirkan Yera?" Ujar Lukas sambil menyanyikan kalimat tersebut menggunakan lagu milik SM*SH yang berjudul Cenat Cenut dengan mengganti kata-katanya dan mengubah nadanya.

Lukas dibuat gemas dengan pikiran sendiri saat wajah milik Yera terlintas di otaknya.

"Argh. . . ."

"WOY LO DAH GILA? BUKA ANJIR!! BUKA!!" Lukas mendengus kesal saat mendengar suara Yedra mengganggunya.

"APAAN DAH? GANGGU MULU HIDUP LO!" ujar Lukas dengan tatapan sinis yang ditunjukkan kepada Yedra.

"Ya Yesus, lo tuh dari tadi diteriaki sama mama tapi nggak denger-denger ya. NOH MAKAN MALEM!" ujar Yedra kesal.

"Ogah!"

"Makan dulu, baginda. Nanti anda sakit, siapa yang repot? Kita juga kan?" Ujar Yedra sambil tersenyum terpaksa.

"Oke, pelayan. Siapkan makanan yang terlezat buat makan malamku hari ini," ujar Lukas dengan menaikkan wajahnya dan berjalan mendahului Yedra, sedangkan Yedra berjalan di belakangnya dengan kepala menunduk ke bawah.

Lukas dan Yedra langsung duduk di meja makan dan mendapati Yiska mereka tengah memainkan ponselnya, sedangkan Henry mereka sedang menatap tabloid miliknya.

"Lukas, kamu kira-kira mau masuk universitas mana nantinya?" Pertanyaan Henry membuat Lukas terkejut.

"Diminum dulu, Baginda." Ujar Yedra sambil menyodorkan minumannya kepada Lukas.

"Masuk ini aja Luke—itu tempatnya kak Maya—ISI Jogja, nah disitu aja. Jadi kamu bisa memperdalami tentang musik," usul Yiska.

Lukas tak ingin berdebat dengan orang tuanya hari ini, ia hanya mengangguk saja untuk menuruti keinginan Yiska.

"Kalau menurut ayah sih terserahmu aja," ujar Henry lalu memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Lukas tersenyum dan memakan kembali makanannya. Ia berharap kedua orang tuanya bisa menerima bakat dan talenta dirinya.