webnovel

Chapter 5: Irene (Part 2)

Julia POV

Julia menopang dagunya dan kini di hadapannya sudah ada Irene yang sedang memakan banana split. "Lo yakin gak mau?" Tawarnya sambil menyodorkan sendok kecil bersih.

Julia tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. "Gapapa... anggep aja ini... permintaan maaf gue ke lo." Irene hanya berdehem dan menganggukkan kepalanya. Julia mengeluarkan handphone dari kantong dan menatap ke belakangnya.

Aura dingin yang ia rasakan kini menjadi semakin dingin. Padahal sore itu langit sangatlah cerah dan hangat. Julia yang mengetahui kondisi tersebut langusung berdiri. "Rene, gue mau... ke toilet bentar, gue bisa titip bentar gak?"

Irene hanya menganggukkan kepalanya dan ia berjalan masuk ke dalam cafe tersebut. Ia berjalan menghampiri Rose yang sedang duduk di barstool dengan dada yang ia silangkan di dada dan menatapnya tajam. "Aku dengar..."

"Banana splitnya satu. dengan...." ia menatap Rose. "Es krim cokelat, mint, dan cookies and cream." Julia duduk di sampingnya. Ia langsung menjentikkan jarinya. Rose menghela napasnya dan menyentuh pundak Julia.

"Mengapa kau mengajak ku..."

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Rose hanya menganggukkan kepalanya dan menopang dagunya. "Aku tidak bisa berlama-lama karena aku izin ke toilet. Sementara cafe ini tidak terlalu ramai pengunjung." Ucap Julia.

Rose menghela napasnya kasar dan tersenyum ketika ia melihat satu piring banana split dengan es krim yang sudah di pilihkan oleh Julia. "Apa kau memakan sesuatu di hutan? Regenerasi mu melambat."

Julia menghela napasnya, lalu ia mengangkat tangan kanannya. "Es krim mint satu, cone." Pelayan tersebut hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Aku memakan jamur yang ada di hutan. Warnanya merah memiliki lingkaran putih mengelilingi."

Rose menghela napasnya kasar dan memutar matanya malas. "Sebaiknya kau harus mengeluarkan racunnya. Apa kau perlu..."

"Oh, lo di sini rupanya!" Irene berjalan menghampiri mereka berdua ia membawa handphone milik Julia.

"Tadi... gue emang ke kamar mandi cuman... gue ketemu sama..." Julia melirik Rose.

"Sama?" Irene masih menatapnya curiga.

"Sama... blind... date gue." Ucap Julia agak terbata-bata

Irene menatap wajah Rose yang menurutnya tidak asing baginya. "Sejak kapan lo make Tinder?" Julia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia menghirup udara sedalam-dalamnya dan mengeluarkannya lewat mulut perlahan. Keringat keluar dari pelipis mengalir ke dagunya.

Julia berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang kini berdegub dengan kencang. "Aku mengenalnya di Tinder seminggu yang lalu. Salam kenal!" Julia hanya menghela napasnya lega.

Irene hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan menerima uluran tangan dari Rose. "Salam kenal juga. Gue gak tau kalo lo temen dari si serigala berkulit buaya. Nih, ya... gue kasih fun fact tentang dia." Julia langsung beranjak dari tempat duduknya dan menaruh satu uang 50 dollar di meja dan mengambil es krim yang ia pesan.

"Udah... udah... jangan di dengerin." Julia mengambil handphone miliknya dari tangan Irene dan menatap layarnya.

Rose POV

Rose hanya diam menatap raut wajah Julia yang berubah menjadi masam. "Ada apa?" Rose masih menatap Julia.

"E-enggak... ini tadi ada sms dari Walter, temen gue." Rose yang mengerti maksud dari Julia hanya menganggukkan kepalanya. "Kalo gitu... gue cabut, bilang ke kasirnya itu uang ambil kembaliannya."

Rose mengerutkan keningnya karena ia tidak mengerti apa yang Julia katakan. Ketika ia ingin menanyakannya, Julia sudah di tarik keluar dari cafe tersebut oleh Irene. Ia hanya bisa menghela napasnya. Satu pesan masuk.

Rose hanya tersenyum tipis, lalu ia melanjutkan memakan banana splitnya dengan santai. "Apa kau ingin aku membuntutinya?" Rose menggelengkan kepalanya.

"Dia ingin aku bertemu dengannya di rumahnya malam ini. 10 menit lagi, tolong antarkan aku ke rumahnya." Han hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju ke parkiran. Rose menatap selembar uang 50 dollar di meja.

Rose mengambil uang tersebut dan mengganjalnya dengan sendok kecil bersih, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya.

Julia POV

Julia mengunyah cone tersebut, lalu mengelap kedua tangannya dengan tisu. Ia melirik ke Irene yang kini sedang menatap keluar jendela. "Lo kenapa tadi?" Irene tidak membalas pertanyaan Julia. Julia hanya menghela napasnya kasar dan menggenggam tangan Irene.

Irene langsung menghempaskan tangannya. "Apaan sih lo pegang-pegang! Najis tau gak!" Julia menghela napasnya kasar.

"Dih! Lo yang narik gue!" Bela Julia. Irene mendengkus dan menegakkan posisi duduknya. Julia langsung mematikan radio mobilnya dan menghela napasnya kasar. "Lo kenapa sih, tiba-tiba kek gini? Apa lo lagi PMS?"

Irene hanya menggelengkan kepalanya. "Sejak kapan lo kenal itu cewek?" Pertanyaan Irene membuat Julia terdiam. "Apa jangan-jangan lo sama dia ada hubungan?" Julia menghela napasnya kasar dan memejamkan matanya.

Udara panas, klakson mobil yang terdengar sangat bising di luar, serta kemacetan yang parah membuat kepala Julia mendadak menjadi pusing. Kemeja tipis yang ia gunakan saat ini tidak membuatnya merasa dingin dan nyaman.

"Kan lo denger sendiri, Rene. Gue ketemu sama dia karena kita itu kenal di Tinder." Irene hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan dari Julia.

Julia menghela napasnya kasar. Tidak ada yang ingin meneruskan pembicaraan mereka. Julia dan Irene hanya memikirkan apa yang ada dipikiran mereka masing-masing. Hanya terdengar suara klakson mobil yang terdengar sangat kencang dari luar.

"Ini macet apaan sih!?" Julia membuka jendelanya. Irene langsung menarik kemeja Julia dan memukul kepalanya. "Aduh..." Irene hanya memutar matanya malas.

"Lo kan pernah gue bilang kalo misalnya jangan sembarang kenal orang di Tinder! Yang ada lo di apa-apain. Kita kan gak tau bentukan dia kaya gimana? Apa ada niat terselubung atau gak, ya kan kita gak tau." Irene menopang dagunya dan menatap ke arah luar jendela. "Kalo ntar ini jalan, ntar belok kiri. Entar gue kasih tau jalanan yang gak macetnya."

Julia hanya menganggukkan kepalanya dan menutup jendela mobilnya segera.

.

.

.

.

.

.

Julia membuka pintunya dan terlihat Rose yang sedang meuangkan wishky ke dalam gelas. "Kau sudah pulang? Apa di Jefferson Avenue macet parah?" Julia menghela napasnya, lalu ia meletakkan tas ransel di sofa.

"Aku membelikan mu makan malam." Julia meletakkan kantong plastik di kitchen island. "Aku berhenti sebentar di toko daging untuk... mengambil pesanan." Rose langsung merogoh plastik tersebut sambil tersenyum.

"Apakah ini..." Julia hanya menganggukkan kepalanya. "Tunggu sebentar. Kau pasti kelelelahan setelah seharian ini bekerja." Julia hanya diam sambil memperhatikan Rose yang kini sedang mencoba untuk mengolah daging tersebut.

"Aku percayakan kau dengannya, saudariku." Julia hanya tersenyum miris dan menggelengkan kepalanya. Adrian langsung berjongkok di hadapannya namun, tatapan Julia tidak bisa lepas dari Rose yang kini sedang memotong daging yang di bawa olehnya.

Seakan tersihir, Julia tidak sadar bahwa ia tersenyum. "Mari bertaruh, kau akan jatuh hati padanya suatu hari nanti." Julia menatap ke depan dan ia tidak menemukan Adrian di hadapannya. Julia langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Rose di dapur.

"Duduk lah," ucapnya. Julia membuka kulkas dan mengambil satu kaleng Sprite dan satu bungkus dendeng.

Julia meletakkan dendeng tersebut di kitchen counter, lalu membukanya dengan perlahan. "Apa kau lebih suka makanan manusia atau... kau akan memakannya mentah?" Rose melirik dan menghela napasnya.

"Zaman telah berubah," balasnya. "Kita seharusnya bisa beradaptasi dengan situasi dan..." tanpa aba-aba Julia memasukkan dendeng ke dalam mulut Rose. Julia tertawa kecil ketika ia melihat Rose mengelembungkan pipinya.

Ia segera menyesap minumannya, lalu ia menghela napasnya kasar. "Adrian sungguh beruntung," gumamnya.

Rose hanya menghela napasnya kasar setelah ia menegak habis air mineral. "Aku seharusnya..."

Julia menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Itu bukan salah mu, Eponine. Keluarga ku sudah memaafkan dirimu." Rose hanya diam dan mengangguk pelan. "Apa..." suara ketukan dari pintu membuat percakapan mereka segera di tunda.

"Julia, please buka!"

Julia yang mendengar Irene memanggilnya, Julia langsung berjalan menghampiri pintu rumahnya dan membukanya. "Ada..." Irene langsung menyelonong masuk dan menatap kaget Rose yang sedang memegang teflon.

Julia hanya bisa menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal dan menghela napasnya kasar.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.