webnovel

Tidak Apa-Apa

Pagi hari yang membosankan, Davin terbangun dari tidurnya setelah Alarm berbunyi. Matanya melihat angka berwarna putih diatas meja dengan terkulai lemas. Badannya bergeming, masih setengah sadar. Ia mengumpulkan seluruh kesadarannya sambil sesekali menguap membuka mulutnya seperti singa.

Ia sadar bahwa hari ini ada jadwal kuliahnya. Davin berdecik pelan mengingat itu. Jika bukan karena nilai, ia tidak akan pergi ketempat ramai yang membosankan disana. Maka mau tidak mau ia harus menyeret dirinya dari kasur menuju kamar mandi, bersiap-siap sebelum akhirnya ia terlambat.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, laki-laki berdarah Indonesia-Kanada itu selalu membuka lebar gorden dan jendelanya, membiarkan cahaya emas sang surya menyoroti seluruh ruang apartemennya. Udaranya sangat hangat, tidak seperti biasanya yang hanya disuguhkan dengan awan kelabu yang mendung.

Davin menyalakan mesin kopinya untuk membuat kopi mocacino cokelat kesukaannya. Dan ia berniat untuk menikmati paginya diatas balkon. Itu memang sudah menjadi rutinitas pria Blasteran itu dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, terlebih jika dipagi hari. Baginya mengirup udara segar dipagi hari harus diprioritaskan sebelum akhirnya ia harus menghirup bau asap yang dihasilkan dari kendaraan diluar sana.

****

Davin mendengarkan musiknya lewat headset yang tertempel menyumpal dikedua telinganya. Itu lebih baik daripada harus mendengarkan celotehan teman-teman dikelasnya pagi ini. Namun waktunya tidak berlangsung lama.

Seseorang masuk kedalam kelasnya, mengenakan kacamata minus, berpakaian formal, rambutnya putih, sambil menenteng ranselnya dipundak. Tidak salah lagi, itu adalah dosen mata kuliah pagi ini.

Davin buru-buru membereskan mejanya kemudian langsung mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas yang ia letakkan didekat kursinya.

Jadwal hari ini adalah mata kuliah Filsafat, disampaikan oleh dosen fakultas, Pak Rey, yang akan membumbui materinya pagi hari ini. Beliau langsung menyampaikan apa yang harus ia sampaikan pada mahasiswa-mahasiswa dikelas itu melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar seperti biasa.

Tubuhnya yang sudah tua, membuat Davin berpikir kenapa beliau tidak memilih untuk pensiun saja, menikmati masa tuanya bersama keluarganya dirumah daripada harus masih mengajar sebagai dosen.

Davin sangat merasa bosan mendengarkan penjelasan, tidak celotehan pak tua didepan kelas. Tidak seperti biasanya ia merasa begitu. Dia merasa ada yang salah dengan dirinya sekarang, rasanya ada yang aneh. Tapi ia tidak tahu apa itu.

Saat jam-jam membosankan telah berakhir, pria berambut cokelat gelap itu pergi kekantin untuk membeli makanan. Ia tahu disana sangat ramai, dan Davin sangat membencinya. Saat memasuki tempat itu, tubuhnya terasa lemas. Dadanya bergedup sangat kencang. Ia berniat ingin membeli bakso disana, namun ketika perasaan aneh itu muncul, ia mengurungkan niatnya kemudian mengalihkan pikirannya pada sebuah makanan lunak berkarbohidrat diatas meja. Roti.

Tangannya langsung meraih benda itu kemudian langsung membayar, lalu segera pergi dari situ.

"Shit!" Dia mengutuk keadaan serta dirinya sendiri. Anxietynya kambuh tanpa peringatan, dan itu sangat membuatnya frustasi. Davin mencari tempat yang sepi untuk bisa menikmati makan siangnya.

Ditaman kampus mungkin lebih baik. Udara disana terasa lebih segar dibanding kantin yang sangat pengap dan sesak karena ramainya mahasiswa yang berada disana.

Davin duduk disebuah kursi taman yang bercorak jepara, dibawah pohon yang teduh. Angin-angin disiang hari juga menghembus menyentuh telinganya lembut.

"Tidak apa-apa," Ucap pria itu pelan menenangkan dirinya. Tanpa sadar dia mengeluarkan air matanya tanpa sebab. Ini pasti karena efek obat semalam. Pikirnya. Dr. Kevin juga mengatakan akan seperti itu, tapi tidak apa-apa. Itu karena obat yang dikonsumsinya sedang bekerja, jika rutin meminumnya ia akan merasa lebih baik.

Setelah keadaannya benar-benar membaik, ia memakan makan siangnya tanpa memikirkan apapun. Pikirannya malah muncul tentang kenapa ia harus terus hidup didunia ini dengan keadaan seperti itu?

Ia berhenti mengunyah saat pertanyaan itu terlintas dikepalanya. Seketika ia kehilangan selera makannya. Davin mendongakan kepalanya kelangit, melihat sebuah pesawat yang terlihat begitu kecil terbang melintas diatas kepalanya.

****

Jam menunjukan pukul 13 : 00 PM, seorang laki-laki berkulit putih berjalan diatas trotoar pinggir jalan raya. Matanya terfokus pada kedua kakinya yang melangkah bergesekan dengan beton itu.

Hari ini adalah harinya bekerja ditempatnya biasa. Ia berniat akan kesana lebih awal. Ia bingung kenapa Alex tidak mengabarinya hari ini.

Langkahnya terus bergesekan dengan trotoal, mempercepar langkahnya, sampai akhirnya tiba ditempat berbau Italia yang sudah sangat akrab dimatanya.

Pria itu segera masuk kedalam, ia bertemu dengan bosnya, Mrs. Ryana yang sedang melayani konsumen. Tapi ia baru menyadari kalau sosok Alex tidak ada disana.

"Bos, Dimana Alex? Apa dia tidak masuk kerja hari ini?" Tanya Davin pada wanita berambut ikal. Pandangannya belum teralihkan pada lelaki yang berada tak jauh dari tempatnya melayani pesanan.

"Dia tidak masuk sepertinya, kupikir kalian berdua ada janji dan tidak akan masuk hari ini," Tutur Mrs. Ryana. Setelah ia selesai menulis semua pesanan, wanita itu barulah menoleh kearah Davin.

Davin menggeleng, "Aku kan baru pulang dari kuliahku." Jawab Davin datar. Wajah kebingungan tampak menghiasi wajah wanita dengan riasan tebal itu. Mrs. Ryana memang sudah terbiasa menggunakan riasan bak ondel-ondel bagi Davin setiap kali ia melihat bos 'Perawan Tua' di tempat ini.

Memang, usia Mrs. Ryana sudah hampir mendekati kepala tiga, tapi dirinya masih memilih untuk berfokus pada bisnisnya daripada harus menikah. Dia pernah bercerita pada karyawannya jika ada banyak sekali Pria yang datang untuk melamarnya. Tapi wanita Blasteran Indonesia-Italia itu memilih untuk 'Single' dan berfokus menjalani bisnis yang sudah ia lakoni selama hampir empat tahun itu.

"Begitu rupanya. Kalau begitu, cepat lebih baik kau ganti bajumu. Cepat, kita kedatangan banyak pengunjung hari ini." Perintahnya. Davin mengangguk dan bergegas menuju ruang ganti.

Davin langsung sibuk menjalani pekerjaannya hari ini. Mungkin jika sore nanti Alex benar-benar tidak datang, ia akan menanyakan soal itu lewat pesan teks jika waktunya sedikit renggang.

Ada dua orang gadis yang datang menghampirinya, sepertinya pelanggan yang akan memesan menu. Davin buru-buru melayanu orang itu dengan membaca buku kecil khusus pesanan serra bolpoin yang selalu ia simpan dalam saku kemejanya.

"Ada yang bisa saya bantu? Mau pesan apa?" Ucap Davin menanyakan sesuatu pada dua orang itu seraya siap untuk menuliska sesuatu.

"Aku pesan Milk Shake dua, kak." Kata salah satu gadis berambut pendek didepannya. Davin mengangguk sambil menuliskan salah satu menu yang barusan telah disebut konsumennya.

"Ada lagi?" Tanya Davin mengarahkan tatapannya pada kedua gadis itu bergantian, kemudian tersenyum dengan ramah. Davin sembari menghitung jumlah harganya dimesin kasir disebelahnya.

"Um," Salah satu komsumen itu menyentuh tangannya. Sontak hal itu membuat Davin terkejut. "Sekalian pesan kamu boleh gak, kak?" Godanya.

Davin tersenyum kecil, tampak ketidak nyamanan lelaki itu jelas sekali terlihat. Ia berusaha menjauhi tangan perempuan genit itu dari dirinya.

"Maaf. Tunggu sebentar, pesanannya akan segera dibuatkan." Ucap Davin langsung menjauh dari mereka.

Tak harus menunggu lama, mereka berdua benar-benar tidak menunggu ditempatnya seperti pengunjung pada umumnya. Davin mengerutkan alisnya saat menuju kearah mereka.

"Ini kak, terimasih telah memesan." Ucap Davin sambil mengarahkan matanya kearah lain. Ia sengaja membuatkan minuman itu dengan kemasan dibawa pulang. Supaya bisa membuat mereka mengerti.

"Kak, kami masih jomblo lho, kakak sama sekali gak tertarik sama gadis seperti kita?" Kata salah satunya setelah menerima itu. Tangan mereka terus menyentuh kedua tangan Davin, lelaki itu itu terus berusaha menghindarinya, namun ia takut kehilangan image ramahnya ditempat ia bekerja meskipun hal itu sangat mengganggunya.

Ditengah sedikit kekacawan itu, Mrs. Ryana datang ketempat Davin. "Permisi, bisa langsung dibawa pulang saja ya kak minumannya, jangan menggoda karyawan kami." Jelasnya dengan wajah masam. Davin bersyukur. Kedua konsumen genit itu langsung beranjak dari tempatnya dan benar-benar keluar dari sana.

"Terimakasih, Bos." Ucap Davin menghembuskan nafasnya lega. Mrs. Ryana terkekeh geli melihat Davin keringat dingin seperti itu.

"Kamu sih, terlalu tampan. Makanya banyak perempuan menggodamu seperti itu." Katanya wanita itu. "Kau berkata apa? Hei, ada konsumen yang memanggilmu dari meja itu." Ucap Davib memberi tahu.

"Haha, entah siapa Bosnya sekarang." Perempuan itu menggeleng kepala masih tertawa pelan mengingat wajah Davin yang semerah tomat.

****