webnovel

Prolog

Davin Valluen Angkasa, atau yang dikenal sebagai Davin, laki-laki berdarah Indonesia-Kanada, berkulit putih, berambut cokelat gelap serta memiliki warna mata yang senada, dia adalah orang yang tidak suka dengan hidup yang penuh drama atau omong kosong belaka. Meskipun dia adalah orang yang bisa dikatakan ramah oleh orang disekitarnya, rupanya Davin juga adalah orang yang tertutup dan dingin. Dia lebih memperdulikan urusan pribadinya dibanding harus susah-susah melakoni urusan orang lain tanpa orang itu meminta bantuan padanya.

Pada suatu musim panas dikampus, Davin berjalan menelusuri taman kecil berhiasan kursi serta rumput-rumput halus yang terdapat sebuah tanda peringatan untuk siapa saja tidak boleh berjalan diatasnya. Davin menundukan kepalanya, memperhatikan langkahnya yang bergesekan dengan jalan setapak bebatuan disana dengan rasa malas. Perasaannya kacau ketika ia melakukan presentasi kelompok yang diadakan dikelasnya beberapa jam yang lalu. Dengan perasaan jengkel ia menendang-nendang bebtauan kecil disana. Jika saja tidak ada yang 'Lupa' akan tugas masing-masing yang diberikannya untuk rekan kelompoknya, hal mengecewakan tidak akan terjadi.

Raka, yang merupakan rekan kelompoknya yang seharusnya sudah selesai membuat materi singkat berupa 'Power Point', yang malah diabaikannya dengan alasan lupa. Davin sudah menduganya sejak pagi sebelum presentasinya dimulai. Karena tidak menampilkan Power Pointnya ketika presentasi didepan kelas, dosen mata kuliahnya akan mengurangi nilai presentasi mereka tadi. Meskipun sifat Davin lebih cenderung ramah, namun untuk kali ini, ia benar-benar merasa kecewa dengan tindakan orang lain diluar ekspetasinya.

Davin duduk disebuah kursi dikantin yang kebetulan tidak terlalu ramai dengan mahasiswa lain yang berada disana. Ia duduk melamun sambil meminum minuman dingin yang bermaksud supaya bisa mengobati rasa kecewanya atau menghilangkan hawa panas yang saat itu beanr-benar seperti membakar seisi kampus, sebab matahari tepat diatas, dan jam diarlojinya menunjukan pukul 11:35 AM. Cuaca benar-benar terasa terik untung saja ia tidak mengenakan baju tebal atau jaket yang membuat keadaan terasa pengap.

Saat ditengah pikirannya yang berantakan, tiba-tiba seorang gadis datang dan langsung duduk disampingnya. Itu Alana, gadis berkuncir kuda yang merupakan teman sekelasnya yang sama-sama mengambil jurusan sastra inggris bersamanya. "Davin," Panggil gadis berambut hitam yang hampir mengejutkannya barusan. "Kau kenapa?" Sambungnya.

Karena merasa sedikit terkejut dengan kedatangan Alana, Davin sontak membuyarkan pandangannya pada minuman dihadapannya yang sudah hampir sisa setengah. "Eh, Alana. Tidak, aku hanya menghilangkan rasa panas ini saja." Kata Davin beralasan. Alana mengangguk menegrti. "Cuaca disini benar-benar panas saat ini. Mungkin karena efek pamanasan global." Timpal Alana setuju.

"Presentasi kalian tadi sudah sangat bagus menurutku." Ucap Alana, padahal Davin sudah berusaha ingin melupakan soal permasalahan tadi. "Tidak, itu sangat buruk menurutku." Kata Davin tanpa mengalihkan pandangannya pada gadis disampingnya. "Begitu ya." Ucap Alana asal.

Baginya seorang Davin memang begitu. Ia tahu Davin adalah salah satu mahasiswa yang selalu menjadi favorit dosen difakultasnya. Dia selalu aktif dikelas meskipun pasif dalam berorganisasi. Bagi Davin hal itu sama sekali tidak penting baginya karena diluar dari kegiatan formalnya. Kabarnya Davin sedang bekerja paruh waktu disebuah kafe dekat tempatnya tinggal. Atau sebagai seorang guru disebuah kelas kursus yang ia jalankan belakangan ini.

"Um," Kata Davin. "Tumben kamu sendirian, mana Miya?" Tanya Davin sambil menoleh kearah gadis itu. "Dia sedang ada tugas kelompok, karena minggu depan bagian kelompoknya melakukan presentasi berikutnya, kau tahu?" Jawab Alana. "Oh iya, aku baru ingat. Beruntung dia tidak dapat orang seperti Raka, Haha." Ucap Davin seraya tertawa pelan. Lebih seperti lelaki dingin yang tertawa dengan ujung bibir yang tersungging sebelah keatas. "Yup. Aku tahu kalau Raka seperti itu orangnya. Gak pernah merasa tanggung jawab atas apa yang sudah menjadi tugasnya dalam kerja kelompok." Timpal Alana merasa setuju.

Alana adalah seorang gadis yang sudah lama sekali menjadi teman Davin selama dirinya kuliah disitu dan kabarnya sudah menjalin hubungan dengan orang yang umurnya lebih tua dari Alana, tapi Davin tidak peduli. Dia belum pernah merasakan hal seperti itu. Baginya itu hanyalah sebuah drama permainan belaka.

****

Berjalannya rutinitas Davin seperti biasa, sore nanti ia harus bekerja. "Davin, aku pulang duluan ya?" Kata Alana sambil bergegas pergi dari kantin. Davin mengangguk. "Baik, hati-hati." Jawabnya kemudian tersenyum. "Sip."Kata Alana sambil mengarahkan ibu jarinya pada lelaki berambut cokelat gelap tersebut sebelum akhirnya berjalan meninggalkan Davin.

Davin mengibaskan tangannya karena udara disini cukup pengap, padahal ia sudah menyegarkan tubuhnya dengan minuman dingin yang tadi sudah ia beli dikantin. Namun keadaannya tetap saja meskipun ia mengenakan kaus lengan pendek, keringat tetap muncul menjalari ditubuhnya.

Ia tidak ingin buru-buru bergegas ketempat kerjanya, karena pikirnya masih banyak sekali waktu sebelum akhirnya dia melakukan pesanan pengunjung kafe yang bermacam-macam. Mungkin Alex akan lebih dulu tiba disana. Lelaki seperti Alex akan terus tepat waktu saat pergi bekerja bersamanya disana.

Alex adalah seorang pekerja paruh waktu bersamanya yang sama-sama tinggal di kota sesak itu, hanya saja tempat tinggal Alex berada disebelah selatan ibukota. Alex juga merupakan teman dekat Davin yang selalu terbuka dengannya. Alex memiliki sifat yang jauh berbeda dengan Davin. Alex adalah orang yang cenderung lebih menyukai keramaian dibanding sepi. Davin mengenal Alex saat dirinya melamar pekerjaan disana dan sudah disambut hangat oleh Alex karena rekan kerjanya bertambah, dan kebetulan Davin lah adalah rekan kerja yang sudah sangat dekat dengannya karena kepribadiannya yang ramah terhadap pelanggan.

Caranya melayani pesanan sangat diacungi jempol, bahkan oleh Mrs. Ryana sekalipun, pemilik kafe tersebut. Tidak heran juga para pembelinya semakin banyak yang datang kesana. Bukan cuma cita rasa khas yang dimiliki salah satu kafe bertema italia diibukota itu, tapi juga dengan keramahan yang dimiliki salah satu pekerjanya, Davin. Lelaki bule yang tampan dengan senyumnya yang sulit dilupakan bagi siapapun yang mengenalnya. Tapi sayangnya tidak ada satupun orang yang mengira bahwa seorang Davin juga memiliki penyakit yang tidak ada satupun orang yang mengetahuinya termasuk dia sendiri.

****

Davin sama sekali tidak mengenal apa itu Cinta. Bahkan sampai Alex pernah menceritakan soal gadis yang dicintainya, sempat mengkhianati dirinya. Kata Alex, cinta itu memang terasa manis diawal, namun hal itu akan menjadi racun diakhir. Begitulah katanya setelah membuang perasaan dan harapan pada gadis yang pernah singgah dihatinya.

Mendengar hal itu justru malah membuat Davin merasa masa bodoh dan terkekeh mendengarnya. Ia tidak mengira jika laki-laki seperti Alex menjadi seorang 'Sad Boy' setelah mengetahui dirinya baru putus dengan gadis yang pernah menjalin hubungan dengannya.

"Aku tidak peduli seberapa indahnya itu, tapi aku lebih menyayangi diriku melebihi siapapun." Kata Davin pada Alex kala itu. Alex menepak pundak Davin sambil mengangguk mantap. "Bagus." Katanya. "Karena aku tidak tahu dimana Cinta itu bisa tumbuh, dan mungkin aku akan mengubur dalam-dalam pada seorang gadis seperti apa yang kau telah kau ceritakan, Alex." Ucap Davin.

****