webnovel

O1) NYONYA RACHEL

Lima belas tahun setelah perkemahan dibubarkan....

Seorang bocah lelaki berumur hampir 13 terlihat mencorat coret bukunya ketika sang guru sedang menjelaskan di depan kelas.

Chani, si bocah lelaki itu malah menggambar bebas tanpa mau menatap papan tulis. Hal itu disebabkan karena jajaran huruf yang ditulis oleh si guru, terlihat mengabur dan berhamburan bebas di mata Chani.

Hingga suasana semakin terasa buruk bagi Chani, ketika si guru menyuruh murid-muridnya untuk diam dan mengerjakan soal.

Sial. Ini seperti kiamat bagi Chani.

.

.

.

Chani membasuh wajahnya dengan kasar untuk mengenyahkan kengeriannya yang kesekian. Setelah itu ia mengatur nafas dan menenangkan diri.

Meski sudah hampir di seluruh hidupnya ia merasakan betapa mengerikannya duduk diam dalam keheningan dan betapa memusingkannya jajaran huruf yang tertangkap matanya, Chani tak bisa untuk merasa biasa saja ketika lagi-lagi mengalaminya.

Biasanya ia akan membutuhkan waktu menenangkan diri setelah hal itu terjadi seperti sekarang ini.

Dirasa sedikit lebih baik, Chani segera keluar dari toilet. Ini sudah jam pulang sekolah.

Namun langkah Chani yang ingin cepat bergegas meninggalkan sekolah harus berhenti. Ia dihadang seorang gadis gendut berambut keriting.

"Apa yang kau lakukan tadi, bocah aneh? Berlari kesetanan ketika Bu Ashley belum benar-benar keluar dari kelas?! Itu membuatku dimarahi, kau tau?!"

"Emh, maaf Jess. Tapi tadi aku kebelet,"

Si gadis Jess tak menerima alasan Chani. Ia masih ingin memberondong Chani dengan omelan panjang. Terlebih ia adalah ketua kelas yang selalu mendapat peringatan ketika teman-temannya berbuat ulah.

"Ya ya ya, apapun alasanmu akan aku maklumi setelah kau memberiku 20 batang coklat putih!"

Chani mendecih.

"Apa itu masuk akal untuk sebuah kesalahan kecil? Kau nggak ingat aku baru saja memberimu 10 batang coklat putih dua hari lalu? Maksudku, uang sakuku jauh lebih berharga untuk hal lainnya!"

Jess menatap Chani nyalang. Gadis gendut yang lebih tinggi 5 cm dari Chani itu bahkan dengan berani mendorong Chani, hingga ia terbentur ke tembok di belakangnya.

DUGG.

"Itu upeti untuk kesalahanmu yang sudah berlalu bodoh! Lagipula kenapa kau pelit sekali! Tinggal meminta uang dari ayahmu yang ilmuwan itu kan lalu-"

"AWAS!"

Chani berteriak keras sambil menarik Jess yang berdiri di hadapannya untuk beralih ke sisinya.

Jess yang ditarik tiba-tiba oleh Chani, memekik tertahan.

Chani yang sebentar lagi akan mendapat amukan dari Jess hanya terbengong dengan lidah kelu. Pasalnya, barusan ia melihat sekelebat bayangan hitam yang hampir menabrak Jess.

Dan itu adalah alasan mengapa Chani menarik Jess dengan tiba-tiba.

"APA YANG KAU LAKUKAN, BODOH?!"

Chani diteriaki Jess dengan membabi buta. Tapi ia tak menghiraukannya. Chani justru sibuk memperhatikan sekeliling. Yang barangkali saja jika bayangan itu akan muncul kembali. Ia khawatir jika kalau-kalau si bayangan akan mengancam keselamatannya.

Chani menggelengkan kepalanya dengan otak kosong. Jess yang lagi-lagi marah pun tak lagi menjadi atensinya. Bahkan ketika sang ketua kelas masih memberondongnya dengan berbagai hal pun, Chani sudah meninggalkannya tanpa peduli.

Karena seseorang harus tau yang dialaminya beberapa menit lalu dan beberapa waktu lalu. Dan ya, sekelebat bayangan hitam itu tak hanya Chani lihat sekali saja.

....

Chani menjejakkan kakinya di sebuah perpustakaan kota. Ia akan selalu datang ke tempat ini jika dirasa mengalami hal yang janggal. Misalnya ketika beberapa hari lalu ia mendapat tidur yang melelahkan.

Memang orang itu tak dapat membantunya lebih jauh mengenai itu. Tapi sensasi membagi cerita kepada orang yang kau anggap lebih mengerti, membuat Chani merasa lebih baik.

Chani tersenyum ketika sampai di sudut ruangan. Sebuah titik nyaman di mana seorang wanita hampir berkepala empat membaca novel buah karyanya sendiri.

"Hai nyonya Rachel!"

"Hai Chani,"

"Sudah lama menunggu?"

"Tenang saja, aku tak bosan menunggumu,"

Chani mendaratkan bokongnya di kursi depan nyonya Rachel.

"Mendapatkan sesuatu, jagoan?"

Chani menggeleng, lalu mengangguk.

"Bayangan hitam," gumam Chani pelan.

Sejak nyonya Rachel selesai membacakan novel best seller karyanya, dia selalu menatap penuh harap pada Chani. Lalu ia akan menanyakan pertanyaan barusan.

"Ayahku tak pulang berhari-hari. Dia terus menginap di laboratorium. Suka sekali membuat vaksin untuk mengantisipasi berbagai penyakit langka. Cukup mempengaruhiku jika sebenarnya aku adalah-"

"Adalah?"

Chani tersenyum masam.

"Aku tak akan cukup besar kepala dengan mengatakannya sekarang,"

Nyonya Rachel tersenyum dan mengangguk kecil.

"Lalu apa selanjutnya, jagoan?"

"Tentu saja membawa mereka ke perkemahan. Aku mendapat 50 orang termasuk diriku. Dan tentu saja orang yang tepat,"

"Seyakin itu?"

Mata kelabu Chani menatap nyonya Rachel. Ia memandang si wanita dewasa dengan yakin seolah-olah sangat mengerahkan kemampuannya untuk ini.

"Dari seminggu sejak nyonya menceritakan novel itu padaku. Aku berusaha mencari. Lalu mengajak mereka satu persatu ke perkemahan untuk membuktikan,"

"Lalu?"

"Aku merasakan ada semacam perisai yang sangat tipis menyelimuti bukit perkemahan itu. Dan ya 'anak' yang dimaksud selalu dapat melihat perkemahan itu,"

Nyonya Rachel tersenyum haru dan menggenggam tangan Chani.

"Di hari pertama kita bertemu, aku bahkan siap jika kau akan mengataiku aneh,"

"Ada kata yang lebih baik dibanding aneh. Yaitu spesial. Kau spesial nyonya,"

"Baiklah Chani. Lakukan yang harus kau lakukan. Dan berhati-hatilah di sana ketika malam hari. Perkemahan tanpa perlindungan,"

"Aku baru akan berangkat besok malam, nyonya. Semalam aku memimpikan panti asuhan. Kurasa aku merindukan Ella,"

Nyonya Rachel tersenyum. Merasa bangga sekaligus berterima kasih pada bocah berumur 12 tahun di hadapannya ini. Strateginya untuk menulis pengalamannya ketika muda dulu bukan  hal yang keliru. Bahkan ia telah membuat pilihan yang brilian dengan menceritakannya pada Chani.

Ya Chani, si bocah diseleksia yang juga menderita GPPH (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas) dan mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.

Dengan ini, nyonya Rachel Elizabeth Dare yakin jika ia akan berhasil.

Chani dan nyonya Rachel saling berpelukan sebelum akhirnya berpisah.

.

***

𝐅𝐥𝐚𝐬𝐡𝐛𝐚𝐜𝐤 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐫𝐤𝐞𝐦𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐛𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧...

Di tahun kelima setelah perkemahan dibubarkan dan Athena memberontak, Rachel muda sedang menjalani kehidupannya di dunia fana. Ia sibuk mengenyam pendidikan dan membaurkan diri pada masyarakat.

Sampai pada suatu ketika, ia merasa dunia tak lagi sehening biasanya. Rachel merasa ada sebuah kelegaan dunia yang sudah lama tak ia rasakan. Sulit untuk menjelaskan ini, namun ia paham ketika akhirnya dewa pembawa pesan menemuinya dalam wujud manusia.

Rachel memandang penuh perhatian pada Hermes yang berbalut seragam petugas pengantar surat.

"Dewa Herm-"

Sebelum mendapat pekikan gembira, Hermes terlebih dahulu mengacungkan telunjuk di depan bibirnya. Sebuah instruksi untuk diam.

"Baiklah nona Dare, matamu masih sangat mengagumkan," Hermes tersenyum sembari teringat pada istri manusianya yang juga mempunyai penglihatan sama dengan Rachel.

"Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Rachel sedikit menahan diri.

"Astaga kau tidak lihat? Ngomong-ngomong, aku sedikit repot hari ini. Biasanya hanya menyampaikan pesan antar manusia, pesan antar Dewa. Sekarang harus mulai menyampaikan pesan manusia untuk dewa dan sebaliknya. Ah belum lagi jika harus ke dunia bawah,"

Rachel muda melotot untuk sesaat. Ini sebuah informasi yang bagus. Yang barangkali saja adalah sebuah permulaan jika hubungan Olympus dan manusia atau demigod akan kembali seperti dahulu. Dan berarti perkemahan blasteran akan segera dibuka.

"Jangan berpikir jauh, Nona," ucap Hermes tiba-tiba. Terdengar seperti membaca pikiran si gadis Dare.

Kemudian Hermes memasukkan tangannya ke dalam sebuah buntelan kain, yang sudah dipastikan jika itu berisi banyak surat.

"Pintu kami hanya sedikit terbuka. Walaupun ya sebenarnya kami sudah tak tahan ingin berbaur dengan makhluk fana. Tapi, bagaimana mungkin kami berbaur kembali jika pekerjaan kami menumpuk setelah 5 tahun menutup akses? Dan astaga, di mana sih suratmu dari Apolo?"

"Ah, ini dia. Dapat!"

Hermes menyerahkan sebuah amplop emas pada Rachel. Rachel menerimanya dengan baik lalu berterima kasih pada Hermes.

Meskipun ia sudah sangat ingin membaca surat dewa Apolo untuknya, Rachel bergeming dan tetap menatap pada Hermes. Sesuai pada tebakannya, Hermes memang masih ingin menyampaikan sesuatu padanya.

"Saat ini kepercayaan sedang tercerai berai. Dan seperti yang selalu terjadi pada kisah dewa dewi sebelumnya. Athena selalu mempunyai jalan keluarnya. Itu terbilang, ya cukup berani. Karena dia secara tak langsung menggurui Zeus,"

"Menggurui? Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Kau sudah merasakan apa yang ada di sekelilingmu. Lalu masih bertanya?"

"Ta-tapi, saya masih belum tau yang melatarbelakangi se-"

Hermes mengacungkan lagi telunjuknya. Dia menatap jail Rachel dengan senyum mengejek. Hal itu membuat Rachel secara reflek tak melanjutkan perkataannya.

"Eits, itu bukan tugasmu. Aku tak bisa memberi taumu secara persis. Hanya saja masih terlalu jauh,"

"Terlalu jauh apanya?" kening Rachel mengkerut tak mengerti.

"Begini saja nona, segera pulang dan bacalah surat dari Apolo. Oh iya satu lagi. Athena sangat menyukai semangatmu,"

CTAK.

Hermes menjentikkan jemarinya. Lalu si dewa pengembara lenyap dari hadapan Rachel. Rachel muda terkaget dan memandang sekeliling. Sedikit berharap jika sang dewa masih berada di sana. Namun ke manapun matanya menelisik, ia tak menemukannya.

Dan pertemuan yang membingungkan bersama dewa Hermes hari itu, menjadi pengantar Rachel pada langkah selanjutnya yang ia tempuh. Di mana hal itu membuatnya membuka takdir bagi para demigod yang terlahir di tahun-tahun berikutnya.

***