webnovel

BAB 04 – Hypersexuality Disorder

Menjelang siang, kedua gadis sudah keluar dari salon yang cukup eksklusif di kota tersebut. Mereka memang sama-sama mengambil paket lengkap perawatan tubuh dan rambut, yang berarti telah menghabiskan waktu selama dua jam disana.

Dengan tubuh segar dan penampilan baru, dua gadis sama cantik itu memasuki rumah makan disamping salon untuk kembali mengisi perut mereka yang sudah menagih untuk segera diisi.

"Ternyata spa bisa bikin lapar ini ya, Nya. He-he," demikian canda Sarah sambil memegang daftar menu.

"Iya, aku juga kelaparan. Tapi rasanya segar dan ringan sekali setelah tubuh ini di treatmen dari ujung rambut sampai ujung kaki," jawab Kania mengiyakan.

Sambil menunggu keluarnya pesanan mereka, Sarah membuka Hp-nya sembari langsung mengatakan sesuatu pada sahabatnya.

"Hasil konsultasi semalam udah keluar, nih. Tadi ada e-mail waktu aku lagi spa."

Sontak, Kania langsung saja memandang Sarah dengan penuh rasa ingin tahu, dimana dengan cepat sahabatnya kembali berkata untuk menjawab tatapan si gadis yang penuh tanda tanya.

"Baru hipotesis awal, Nya. Sekarang kita baru bisa mengetahui gambaran umum saja tentang apa penyebab dari gangguan itu dan bagaimana langkah berikutnya yang disarankan untuk ditindak-lanjuti."

"Hasilnya gimana, Rah?"

"Aku bacakan, ya. Kamu simak baik-baik. Sebetulnya hanya aku yang berhak mengetahui hasil dan advis yang direkomendasikan ini. Hanya karena kamu bukan orang lain bagiku, maka kamu aku kasih bocorannya. Kamu siap?"

Mendengar kata-kata itu, Kania hanya bisa mengangguk dan menunggu dengan dada yang berdebar.

---

Sarah menerangkan isi e-mail yang Ia terima dari Psikolog seniornya, intinya adalah seperti yang Ia tebak dari awal Kania menderita suatu kelainan yang disebut Hypersexuality Disorder atau bahasa umumnya berarti kecanduan melakukan aktifitas hubungan biologis.

Hanya, menurut hasil sementara dari wawancara tersebut mengatakan bahwa apa yang disandang Kania masih masuk dalam kategori sedang. Hypersexuality disorder sendiri adalah keadaan dimana seseorang yang memiliki fantasi sekaligus gairah yang berlebihan untuk melakukan hubungan intim.

Selama beberapa saat, wajah Kania nampak jadi memerah jengah ketika mendengar penuturan dari sahabatnya itu. Melihat hal tersebut, Sarah pun menyelingi penjelasannya dengan berkata pada Kania,

"Ini diskripsi umumnya, Nya. Bukan berarti bahwa kondisi kamu seperti itu. Bukankah tadi aku katakan jika kamu berada dalam kategori sedang?"

Meskipun mendapatkan sebuah penjelasan jika analisa tadi tidak menjurus pada pribadi, Kania tetap hanya bisa kembali mengangguk sambil menutupi rasa jengah yang belum hilang.

Lalu Sarah melanjutkan,

"dalam kondisi berat, seorang penderita Hypersexuality Disorder akan mengalami suatu kejadian dimana orang tersebut telah menjadi pecandu yang kerap terjebak dalam kondisi mendesak. Yang mana, hal tersebut mendorongnya untuk melakukan kontak fisik dengan siapa saja dan dimana saja. Atau, bisa juga melakukan hal lain yang berkaitan dengan aktifitas biologis seperti menonton film porno atau masturbasi agar energi bisa disalurkan secara fisik dan mental."

Dengan tenang dan penuh wibawa seorang Psikolog profesional, Sarah menjabarkan kembali sambil menggenggam tangan Kania. Lalu ungkapnya untuk semakin menenangkan sang sahabat,

"Kamu tidak seperti itu, Nya. Hasil dari wawancara tadi malam menunjukkan bahwa kamu masih berada dalam batas yang bisa ditoleransi. Disini direkomendasikan untuk terapi kognitif sebagai pengendalian diri sambil mencari penyebab dari semua itu."

Mendengar penjelasan yang semakin detil terkait apa yang sudah ia alami, Kania pun menghembuskan napas lega. Lalu tukasnya dengan sedikit gugup, "berarti aku normal?"

"Ya dan tidak. Ya, karena kamu menyadari ada yang tidak beres dalam dirimu, Tidak normal karena hormon yang ada padamu terlalu dominan dan terus memancingmu untuk memikirkan suatu yang erotis dan mengajakmu mengejar kenikmatan tersebut." Terang Sarah kembali.

---

Makanan yang mereka pesan datang dan sambil menikmati makan siang, mereka kembali berdiskusi dengan santai. Karena Kania yang sudah pulih dari keterkejutannya, pada akhirnya sudah bisa mampu mengatasi kegundahan hatinya dan mulai bersikap biasa kembali.

"Ada obatnya, Rah?"

"Ada. Ada beberapa obat untuk menekan hormon agar gairah itu bisa dikendalikan."

"Mahal?"

"Mahal atau murah itu relatif, Nya. Tapi menurut pendapat pribadi, aku sendiri kurang setuju kalau kamu hendak berniat menggunakan obat-obatan. Selain nanti akan menyebabkan ketergantungan, aku rasa kamu juga belum memerlukan obat karena sifat kecenderunganmu yang tidak berat."

"Terus, saran kamu?"

"Terapi, Psikoterapi," jawab Sarah mantap

"Kamu yang terapi aku?"

"Kalau kamu bersedia."

"Caranya?"

"Ada berbagai metode, Nya. Dan aku rasa metode yang paling mudah adalah terapi perilaku kognitif."

"Apakah itu?"

"Itu adalah sebuah terapi untuk merubah cara pandang kamu tentang hal yang selama ini dirasakan. Dengan menggunakan kelebihan kita sebagai dua orang sahabat, kita dapat mengobrol dan saling terbuka. Meski perlahan, kita pasti akan menemukan sesuatu sebagai penyembuhnya."

Kembali Kania terdiam sejenak, lalu memandangi Sarah dan bertanya lagi untuk meyakinkan dirinya.

"Kamu mau melakukan untukku?" Tanya Kania dengan sedikit gugup.

"Itu tugas aku sebagai calon Psikolog, Nya," setelah berucap demikian, Sarah diam sejenak sambil balas menatap Kania. Lalu lanjutnya lagi, "dan itu sudah kewajiban aku sebagai sahabat kamu."

Tatapan teduh Sarah, dengan begitu saja telah meyakinkan Kania bahwa sahabatnya itu pasti akan dapat menjadi seseorang yang Ia andalkan.

"Thanks, Rah."

"Your welcome, Nya. Yang harus kamu pahami adalah; Kecenderungan hasrat yang berlebihan itu bisa terjadi pada siapa saja, baik pria maupun pada wanita. Kamu harus punya mindset, bahwa di sekitar pergaulan kita ini pastilah akan ada banyak orang yang punya kecenderungan seperti kamu. Hanya saja kita memang tidak pernah tahu siapa saja yang seperti itu, karena masalah ini merupakan sebuah ranah pribadi dan intim yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan saja. Paham?"

Lagi, Kania mengangguk tanda mengerti. Lalu Sarah melanjutkan lagi penjelasannya:

"Hal positif yang ada padamu, adalah bahwa kamu merasa hal itu menggganggumu. Sementara untuk orang lain, hal seperti itu akan dibiarkan saja dan malah mereka mencari pelampiasan dengan jalan pintas. Seperti misalnya, dengan berperilaku melakukan hubungan bebas dengan sembarang orang tanpa memikirkan efek yang lain seperti penyakit kelamin dan sebagainya."

Seperti latah, Kania manggut-manggut mengangguk setuju.

Lalu Sarah kembali menegaskan, "yang jelas, kamu tidak seperti orang lain. Perilaku kamu masih terkendali, itulah sebabnya kamu masuk dalam kategori kecanduan sedang atau bahkan boleh dikatakan ringan."

Dalam suasana yang jadi lebih santai dan terbuka, mereka melanjutkan kembali makan siang dengan lebih ringan dan melanjutkan perbincangan dengan ringan dan tanpa beban.

***

Sore harinya,

"Lagi ngerjain laporan lagi, Rah?" Tanya Kania sambil keluar dari kamar dan terus mendekat untuk bergabung dengan Sarah yang masih berkutat dengan laptopnya di ruang tengah.

"Iya nih, aku kerjain sedikit demi sedikit biar enggak numpuk."

"Oke deh, aku tinggal ke teras sebentar ya. Aku mau telpon orang rumah dan juga Bima."

"Hu-um, oke-oke hehe."

Kania pun bangkit dari duduknya untuk duduk menyendiri di kursi yang ada di teras. Malam itu terasa sedikit lebih dingin dari biasanya, karena langit yang cerah dengan bintang-bintang berkerlip terang jauh diatas sana seperti menandakan bila musim kemarau telah tiba.

Gadis itu memulai telepon dengan orangtuanya, memberi kabar kalau acara grand final festival yang ia ikuti akan jadi di selenggarakan besok. Dengan begitu, tentu saja ia tidak bisa pulang untuk berlibur pada akhir minggu ini.

Dalam sambungan telepon, Ia juga menyatakan niat dengan mengundang kedua orangtuanya untuk menghadiri acara tersebut. Dikatakan pula, Kania juga sudah memesankan tiket undangan. Tentu saja, bapak dan Ibu Kania menyambut kabar baik itu dengan gembira dan memastikan untuk datang esok harinya.

---

Saat Kania mengakhiri panggilan pertamanya, Sarah terlihat keluar sambil membawa secangkir cokelat panas untuk sahabatnya.

"Biar anget, Nya. Aku lupa kalo di tasku ada ini, keselip di antara baju-baju hi hi ..."

"Wah, makasih Sarah. Hmmm, enak banget aromanya." Harum cokelat panas yang menggelitik hidung Kania, dengan serta merta membangkitkan seleranya untuk cepat-cepaat mencicipi.

"Sama-sama he-he ... Belum selesai, kan? Lanjut dulu, tapi kalo udah ngerasa dingin lebih baik masuk saja. Nanti malah masuk angin, lagi."

Mendapatkan teguran dan peringatan halus itu, Kania menatap sahabatnya sembari tersenyum. Dalam hati, ia sangat bersyukur karena memiliki Sarah begitu perhatian kepadanya. Dan Ia pun merasa begitu beruntung bisa di pertemukan dengan Sarah tanpa disengaja.

Telepon kedua yang Ia lakukan adalah dengan Bima, dan kali ini mereka ngobrol cukup lama tentang semua kegiatan masing-masing. Mereka juga bicara tentang semua hal menyangkut hubungan mereka serta kesiapan rencana kepergian Bima yang sudah dekat.

---

Bima : "Semua berkas dan dokumen sudah siap, Nya. Aku jadi berangkat minggu depan bersama rombongan. Semuanya tinggal menunggu konfirmasi tanggal tiket keberangkatan dari travel agen."

Kania : "Berarti belum ditentukan hari keberangkatannya?"

Bima : "Belum bisa dipastikan sekarang, karena travel agen masih mencari maskapai penerbangan yang cukup mengangkut rombonganku. Kami tidak mau berangkat terpisah penerbangan, makanya lagi dicarikan jadwal penerbangan yang sama dan sekali jalan."

Kania : "Baiklah, Bim. Aku hanya mau kasih kabar kalau tiket undangan grand final nanti udah dipesankan."

Bima : "Trims, Nya. Aku pasti datang."

Kania : "Oke, Ku tunggu, ya. Sampai ketemu besok."

Bima : "Sampai besok, sayang. Muah, cup-cup"

Kania : "Huum.. cup-cup, muah."

Beberapa detik kemudian, sambungan telepon pun terputus.

***

Next chapter