2 Chapter 2

12:00

Sambil meluruskan bidikan senjatanya dan meledakan balon-balon permen karet dari mulutnya, pria berkaos hitam yang mengenakan anting itu berdiri diatas sebuah gedung untuk menembak mati seseorang.

Siapa yang ia incar? Tentu incarannya bukanlah sembarang orang. Kali ini ia sangat terobsesi ingin menembak mati seorang putra mahkota yang berasal dari kerajaan Thailand. Semalam ia mendengar bahwa hari ini ada kunjungan putra mahkota kerajaan Thailand ke kotanya berada. Dan itu sangat membangkitkan semangatnya.

"Selamat datang dan selamat tinggal, putra mahkota yang terhormat." Kata-kata terakhir yang ia ucapkan, sebelum akhirnya ia menarik pelatuk senjatanya dan langsung menembusi kaca-kaca perhotelan dimana putra mahkota itu sedang berada dan dijaga oleh puluhan keamanan.

Dor🔫

Sebuah peluru berhasil menembusi tengkorak kepala sang putra mahkota hingga tewas ditempat ia berdiri untuk menyampaikan sebuah pidato.

Keributan mulai terjadi. Semua orang yang berada didalam gedung tinggi diujung sana, mulai berteriak sangat histeris saat melihat sang putra mahkota yang tiba-tiba saja tewas dengan kepalanya yang bolong ditembusi sebuah peluru panas.

"Indah sekali.." Sinisnya penuh senyum kepuasan yang terukir.

Pria itu meletakan senjatanya dilantai, dan mengenakan kaca mata hitam gayanya dan berpose seolah-olah ia adalah pria yang sangat tidak berbahaya.

Ia membuang permen karet dimulutnya, dan meludah kedasar gedung tinggi itu.

Seketika ia merasakan ponsel disaku celana kirinya bergetar.

Bruno.

Itulah nama yang tertera dilayar ponselnya.

"Ada apa? Mengganggu kesenanganku adalah hal mematikan untuk seseorang." Tuturnya sambil melihat kedalam gedung diujung sana yang sudah didatangi puluhan mobil polisi dan kemanan yang begitu ketat.

"Malam ini kau ingin menjual atau membeli?" Suara seorang pria yang sedang mabuk begitu jelas terdengar ditelinga Morgan.

"Kali ini aku yang akan membeli. Kursi khusus dan anggur california terbaik. Kau tahu kan?" Ia kembali membelakangi gedung yang sudah sangat ramai itu dan melihat keatas, kearah teriknya matahari yang begitu menyengat disiang hari ini. "Aku tidak suka barang murahan." Tambahnya dan langsung memutuskan panggilannya bersama pria ditelfon tadi.

Ia memasukan kembali ponselnya kedalam saku celana, dan mengambil senjata kesayangan rakitannya sendiri.

"Kau sangat hebat, Mona." Mona adalah nama senjata kesayangannya yang ia rakit itu. Betapa ia sangat mencintai Mona melebihi dirinya sendiri.

Setelah itu, pria berkaca mata hitam tersebut turun dari atas gedung tinggi tadi sambil memapah sang Mona yang ia cintai itu di pundaknya yang kekar, dan berjalan dengan sangat gagah menuju mobil mewahnya yang terparkir dibawah gedung.

Semua mata yang melihatnya, tak mampu lama-lama untuk memandang wajah pria tersebut. Derap langkah besarnya, bagai raksasa yang siap untuk memakan siapapun yang berada didepannya.

Datar dan tak ada sedikit senyum pun di bibirnya.

Saat sampai di mobilnya dan ingin masuk kedalam, ia melihat seekor burung merpati yang berdiri dibagian depan mobilnya, dan mengeluarkan kotoron busuk diatas mobil mewah super mahal tersebut.

"Hei bung, sopanlah sedikit!"

Ucapnya dan langsung menembak mati burung merpati berbulu putih yang indah itu.

Dari situ bisa kita ketahui, bahwa nyawa siapapun sangat tidak berarti bagi seorang Morgan. Richards Morgano.

*

23.20 malam..

Suara decakan juga hembusan napas frustasi, sudah berulang-ulang kali keluar dari mulut pria bertubuh besar dan berpakaian serba hitam tersebut yang sedang duduk disofa kebesaran khusus untuk dirinya.

"Apa ini? Huh?" Pria itu meminum wine california terbaik yang tersisa setengah pada gelas kaca cantik...diatas nakas yang berada disebelahnya. "Membosan sekali."

Ia memejamkan matanya, dan bersandar pada kepala sofa. Lalu menyatukan kesepuluh jemarinya yang lihai dalam melakukan apapun.

"Masih ada satu lagi pameran yang belum aku keluarkan malam ini." Beritahu pria berjas maroon yang duduk disamping pria yang telah bosan dan suntuk itu, Morgan.

"Sangat mengecewakan. Ternyata pilihan mu tak ada yang mampu menarik perhatianku." Morgan, ia tersenyum memicing sambil terus terpejam.

Tanpa Morgan ketahui, pria dengan stelan licin berwarna maroon itu sudah menelan ludahnya berkali-kali, dan merasakan kalau jantungnya telah berdegup kencang bagai diterjang sebuah badai.

Morgan adalah investor terbesar dalam hidup pria itu, semua usahanya yang telah membuatnya menjadi kaya raya, seluruhnya bersumber dari pada pria bernama Morgan yang memiliki segudang emas berlian dan lautan uang.

"Sembilan wanita busuk sudah kau keluarkan. Apa yang terakhir bisa menjamin? Hm?" Tanya Morgan tanpa melihat pria yang duduk disampingnya itu, dan membakar sebatang rokok dan mengebulkan asapnya keudara.

"Bukan Harry, jika tidak bisa mencuri perhatianmu."

Prok prok prok !

Harry, pria dengan stelan licin berwarna maroon itu bernama Harry.

Ia menepuk tangannya sebanyak tiga kali.

"Bawa si perawan kampung itu pada dewa yunani kita." Suruh Harry kepada dua anak buahnya.

Didalam ruangan yang tertutup dan dijaga oleh puluhan anak buah Harry, disanalah terjadi jual menjual semua gadis-gadis cantik yang telah diculik dengan cara paksa dari daerah-daerah terpencil.

Mendengar kata perawan, Morgan pun terkekeh kecil sambil terus menarik rokoknya yang mahal.

"Kita lihat.. Potong kejantananku dan berikan pada anjing, jika kau tidak tertarik padanya." Setelah Harry berkata-kata seperti itu, munculah dua orang anak buahnya dengan membawa seorang gadis yang hanya dikenakan bra mini juga dalaman putih tipis transparan yang membuat kemaluan wanita itu terlihat jelas oleh semua mata yang melihat.

Wanita itu sedang dalam kendali alkohol berat, ia hanya bisa diam dan tak bisa memberontak. Tubuhnya sempoyongan saat berdiri.

"Bagaimana?" Tanya Harry dengan penuh hati-hati. Baru saja Harry akan putus asa karena Morgan yang hanya diam tanpa ada gerakan apapun saat memperhatikan wanita mabuk yang sedang berdiri didepan mereka itu...

"Mengagumkan." Morgan pun berdiri, dan ia berjalan mendekati wanita bertubuh mungil yang memiliki kulit putih bersih itu.

"Tutup tirainya." Teriak Harry, lalu tirai hitam pekat turun menutupi Morgan bersama wanita itu didalam ruangan berkaca tersebut. Tanpa harus Morgan beritahu, Harry dan semuanya sudah paham apa yang harus mereka lakukan jika ia sedang bersama seorang wanita.

Apa yang terjadi didalam sana?

Morgan sungguh terpesona oleh wanita yang sedang mabuk itu. Wanita yang memiliki rambut panjang dan hidung yang mancung, juga pinggang yang sangat ramping itu seakan-akan mampu membuat seorang Morgan terpanah akan keanggunannya.

Dengan lembut, Morgan meletakan telapak tangannya pada pinggang wanita mabuk itu dan berjalan memutar sambil terus memperhatikan wajah wanita yang sayu-sayu tersebut dengan tatapan mautnya yang menyipit.

Ada yang aneh. Pria dengan tatapan dinginnya itu, merasa seperti ada sengatan-sengatan kecil yang menusuk pada telapak tangannya saat menyentuh wanita tersebut.

"Siapa nama mu?" Suara berat Morgan menggema saat bertanya siapa nama wanita yang sedang bersamanya ini.

"Katakan," ia mengecup bahu mulus wanita itu dengan lembut, dan sedikit menjilat disana hingga meninggalkan jejak basah. "Siapa namamu?" Tak ada jawaban. Wanita itu benar-benar dalam kendali alkohol yang sangat memabukan.

Suasana didalam rungan kaca yang tertutup itu sangat mencekam. Terlebih saat pria bertubuh besar tersebut berdiri tepat dihadapan wanita yang sedang tak berdaya itu, sambil menatapi sang wanita tanpa adanya sebuah kedipan yang terjadi. Benar-benar tajam dan mendalam.

"Kau buta." Tutur Morgan setelah tiga menit lamanya menatapi tajam dan mendalam wajah wanita dihadapannya.

Sebuah lekukan sinis terukir pada bibir Morgan. "Unik. Si perawan desa yang buta." Nilainya. Lalu keluar dari dalam ruangan yang tertutup tirai tadi, dan menuju pada Harry yang masih tetap duduk ditempatnya.

"Aku ambil si buta itu. Uangnya akan segera datang kerumahmu." Putus Morgan, lalu membakar kembali sebatang rokok. Ia berjalan meninggalkan Harry dan semua anak buah pria itu yang terdiam disana.

Harry memperhatikan tubuh besar Morgan yang berjalan melewati lorong kaca. Gendang telinganya seakan memilih tuli saat mendengar langkah besar sepatu mahal pria itu yang berdentum pada lantai saat melangkah.

"Terima kasih atas kunjungan anda malam ini, Mr. Morgan." Tunduk Harry dan semua anak buahnya penuh hormat pada Morgan yang sudah berjalan semakin menjauh.

"Hhhhh..." Hembusan napas legahpun terdengar panjang dari mulut Harry.

Bagai dewa kematian yang membuat suasana begitu mencekam dan terasa begitu mematikan, aura seorang Morgan sangat kuat hingga membuat semuanya merasa seperti sedang berada diujung kolam kematian yang siap menelan mereka semua yang berada didalam sana.

Setelah Morgan pergi, suasana kembali normal. Tak ada lagi aura gelap yang menyelimuti tempat itu seperti adanya sesosok iblis bersama mereka.

"Iblis RM." Harry tersenyum tipis dan memasukan kedua tangannya kesaku celana. "Dewa iblis pasti telah memperhitungkanmu sebagai penerusnya." Pikir Harry bagai orang yang tak memiliki logika sehat.

*

*

*

Berapa vote untuk part ini?

Komen sebanyak² nya😘

Follow juga tentunya😉

Juga cerita ini bakal aku cepat selesaikan klw respon kalian bagus🌹

Semakin respon kalian bagus, semakin cepat aku selesaikan.

2 minggu bisa lngsung selesai, tergantung bgmana respon kalian tntang cerita ini.

Dpt dimana kalian author yg ngejar target end kyak akoh gini? Hah?😂

avataravatar
Next chapter