webnovel

Series Wedding #2 [CEO SCANDAL'S : Married With Benefit]

Series Wedding #2 [CEO Scandal's : Married with Benefit] Banyak hal hal yang tak terduga dalam cerita ini, menggabungkan berbagai macam genre seperti romance, comedy, action, drama dan masih banyak lagi. Tak cukup membaca satu bab saja, kalian akan dibawa pada bab bab selanjutnya dan terhanyut dalam kisa ini. SERIES WEDDING ini merupakan buku kedua setelah kisah orangtua Kalan dalam judul Not a Classic Wedding. Jadi kalau penasaran sama kisah mereka, langsung baca saja bukunya... See you, semoga kalian semua terhibur dengan cerita saya ini... ___________________________________________ Series Wedding #1 [Not a Classic Wedding] Kalvian dan Kalebriena melakukan perjodohan tanpa drama, kontrak, atau syarat apapun. Menurut mereka, menolak perjodohan hanya akan membuang waktu mereka. Pernikahan tetap terjadi, mereka tinggal menjalaninya. Namun, siapa yang menyangka bahwa mereka telah mengenal jauh sebelum perjodohan ini berlangsung. Bukan hanya mereka berdua, tapi juga melibatkan sepasang hati yang lain. Tapi hal itu hanya masalalu mereka, individualis seperti briena dan vian tidak akan pernah membiarkan masa lalu merusak masa depan mereka. Sekalipun harus menyakiti hati oranglain, bahkan juga hati mereka sendiri. Tidak perlu ada drama yang memuakkan. This is not a classic wedding

seinseinaa · Urban
Not enough ratings
198 Chs

9. Cuitan Lona

"Huah." Lona menguap lebar, ia mengerjabkan kedua matanya. Meraba raba samping tempat tidurnya guna mencari benda persegi bernama ponsel. Kegiatan rutin yang dilakukan kaum milenial setelah bangun tidur, mengecek ponsel. Entah, itu ada notif atau pun tidak.

"Ck, kenapa pembacaku hanya sedikit?" oceh Lona saat membuka akun webnovel dan melihat pembacanya yang hanya sedikit. Perempuan itu melemparkan ponselnya ke atas ranjang, lalu bangun dan berjalan sempoyongan ke luar kamar.

Kondisi apartemennya tak lebih baik, setelah dua hari ini hujan tak pernah absen menyapa bumi Jakarta. Perempuan itu menyeret langkah kakinya ke arah dapur, membuka kulkas lalu menegak air mineral dari botol bekas salah satu merek air mineral yang terkenal.

"Ah, segarnya." Lona mendesah lega setelah membasahi kerongkongannya dengan air dingin.

Perempuan itu melirik tempat cucian yang penuh dengan piring kotor dan lain sebagainya. Seharian kemarin ia bekerja lembur demi mendapatkan sesuap nasi. Hari ini ia berniat untuk rehat sejenak hingga nanti siang dan pergi ke luar rumah untuk mencari inspirasi.

Lona berjalan ke arah kamar mandi, membasuh wajahnya yang kusam, menyabun wajahnya dengan sabun cuci muka yang tinggal menipis dan butuh tenaga untuk mengeluarkannya.

"Ah, aku lupa membeli sabun cuci muka," oceh Lona tersenyum kecut. "Sudahlah, tidak usah cuci muka." Ia lalu beralih mengambil pasta gigi dan mulai menggosok giginya.

"Akwu akwan pwergwi kwe kafwe dekwat minwimwarket Sanwia," celoteh Lona tidak jelas. Sebagai seorang penulis, tentu saja ia membutuhkan nuansa baru supaya imajinasinya bisa mengalir dengan lancar. Hari ini ia akan pergi ke kafe dan melupakan apartemennya yang mengenaskan. Ia cukup muak bekerja di apartemennya yang berantakan.

"Ah, segar sekali." Lona menyeka mulutnya yang sedikit berbusa.

Setelah menggosok giginya, Lona keluar dari kamar mandi. Berjalan menuju meja nakas di dapur untuk membuat sereal untuk sarapan pagi. Lona menikmati sarapannya sembari mengecek ponselnya. Menonton acara di youtube yang ia suka. Konten horor yang terkadang menakutkan jika di tonton di apartemen tuanya.

Lona menatap tangannya yang sedang memegang ponsel, ia teringat dengan tangan idaman milik pria yang kemarin mampir ke supermarket. "Ah, senang sekali jika aku bisa melihat tangannya setiap hari. Apalagi jika menggenggamnya. Perutku akan berbunga bunga layaknya orang jatuh cinta," celotehnya sebelum menyendok penuh sereal dan membuat pipinya menggembung.

Tring!

Satu notif penting muncul di layar ponselnya. Ada notifikasi dari penulis favoritnya yang sudah mengupload bab baru. Lona segera mengeluarkan laman youtubenya lalu membuka salah satu aplikasi baca kesukaanny. Apliaksi warna oranye yang biasa ia gunakan untuk menyalurkan hobinya membaca buku. Sekarang jaman sudah lebih canggih, hingga kertas berubah jadi digital.

Lona sibuk menyuap dan membaca, fokus pada jalan cerita yang di jelaskan penuli dengan diksi diksi yang terkadang membuatnya pusing. Penulis favoritnya itu tipikal penulis yang menggunakan banyak diksi yang bersifat puitis. Kadang heran juga melihat seorang laki laki yang begitu mencintai dunia kepenulisan dan berhasil menciptakan diksi romantis yang membuat hati meringis.

"Yah, sudah selesai." Lona sampai pada bagian terakhir dari cerita yang ia baca. Ia melirik mangkuk sereal di hadapannya, habis tak tersisa.

Lona berjalan menuju keranjang sampah, memasukan mangkuk bekas serealnya ke dalam kotak yang sudah penuh itu.

"Oke." Lona mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Aku akan membersihkan tempat ini," imbuhnya kemudian.

Lona mulai bergerak untuk membersihkan sisa bungkus makanan, kertas tak terpakai dan hal hal lainnya yang berserakan di meja ruang tamu. Ia juga merapikan jemurannya yang sudah kering, melipatnya dengan rapi dan memasukannya ke dalam lemari pakaiannya. Setelah itu mulai menyapu, mengepel dan menaruh barang barang kotor di tempat cucian. Setelah semuanya bersih, ia mulai mencuci piring dan lain sebagainya.

Cling!

Apartemennya terlihat bersih setelah beberapa jam Lona berusaha untuk membersihkannya. "Tugas terakhir, membuang sampah," gumamnya melirik kantong plastik sampah berwarna hitam yang teronggong di depan pintu masuk.

Lona merapikan kuciran rambutnya, membuat cepolan di kepalanya, membiarkan beberapa anak rambut terurai tak terikat. Perempuan itu memakai sendal hitamnya, mengangkat kantong sampah dan keluar dari apartemen. Sedikit menyeret kantong sampah yang ternyata cukup ebrat mengingat sudah beberapa hari ini ia tidak membuang sampah ke bawah.

Lona menuruni tangga dengan susah payah.

"Eh, ada Mbak Lohan. Baru bangun tidur, Mbak." Suara dari seseorang membuat Lona memutar matanya malas.

Lona tersenyum tipis pada ibu ibu yang berpapasan dengannya. "Nama saya Lona, Mbak Mirna. LONA, bukan LOHAN," ceriwisnya kemudian menekannya namanya.

"Ah, sama saja." Perempuan dengan rambut di sanggul itu tak mengacuhkan Lona, melewati perempuan itu dengan santainya.

Ibu Mirna Larasati, penghuni apartemen Grand Kalibata yang tinggal di lantai 9. Perempuan paruh baya yang melajang di umurnya yang hampir menginjak kepala 4. Tidak suka ada yang memanggilnya 'ibu', padahal ia sudah sangat cocok memerankan karakter 'ibu yang sesungguhnya'.

"Dasar perawan tua! Bisa bisanya dia menyamakan aku dengan ikan Lohan. Jidatku 'kan tidak offside." Lona mengomel sembari lanjut menuruni tangga. "Pantas saja dia melajang sampai sekarang, aku rasa pasangannya tidak betah dengan celotehannya yang  sarkas dan menusuknya itu. Ucapannya bahkan lebih pedas dari samyang level terpedas, ah, tidak, black paper... Uh, aku bisa gila jika setiap hari mendengar omelannya." Lona masih terus mengomel hingga ia tiba di lantai dasar.

Keluar dari gedung apartemen, berjalan menuju tempat daur ulang sampah. Perempuan itu berdiri di depan tong besar yang bertuliskan berbagai jenis sampah. Lona mulai memasukan sampah sampah miliknya sesuai dengan jenisnya.