1 001.

Di depan pintu rumah mewah. Seorang lelaki yang umurnya tidak lagi muda, tengah menggenggam mesra tangan seorang wanita dengan tubuh yang terbalut pakaian seksi.

Melenggang masuk ke dalam rumah, dan tidak melepaskan genggaman tangannya tersebut.

Dia adalah Bagas--seorang lelaki yang sudah beristri dan mempunyai anak yang masih remaja. Sedangkan wanita muda dalam genggamannya itu adalah kekasih gelap yang selalu berhasil memuaskan hasratnya, tujuan dibawa ke rumah mewah itu untuk sesuatu hal yang sangat penting.

"Selamat siang, sayang! Papa pulang!" teriak Bagas dengan senyum lebar yang terulas pada bibirnya.

Istri dan sang anak yang berada di ruang tamu, sontak saja tersenyum cerah saat melihat Bagas masuk ke dalam rumah. Namun, saat melihat ada seorang wanita yang bergelayut manja pada lengan kekar dari lelaki itu, kini senyum itu luntur dari wajah mereka.

"Mama? Wanita itu siapa?" Nara menunjuk ke arah Bagas dan wanita yang ada di sampingnya.

Seruni yang sedang duduk bersama Nara, kini membelai lembut puncak kepala anaknya. "Itu tamu Mama, sayang! Sekarang pergi dan main di kamar dulu ya, jangan kemana-mana."

Nara menggeleng dengan cepat. "T--tapi Ma? Kita kan belum selesai berbicara!"

"Kan waktu masih panjang, sayang! Kita bisa lanjut bicara setelah hal ini selesai, bagaimana?" Seruni mulai bernegosiasi pada putrinya.

"Baiklah! Nara masuk kamar dulu."

Seperginya Nara dari ruangan tamu ini. Seruni berdiri dan melihat dua orang yang masuk ke dalam rumahnya dengan tatapan tajam.

"Mas Bagas? Siapa dia? Dan kenapa kalian begitu mesra begini?" tanya Seruni yang melihat ke arah tangan suaminya dengan tatapan tajam, dan setelahnya langsung menoleh ke arah perempuan berpakaian seksi itu. "Apa kamu jalang dari suami saya?"

Perempuan itu tidak suka dengan pertanyaan yang meluncur dari mulut Seruni. Ia maju satu langkah, hanya untuk menampar pipi dari istri lelaki yang tengah ia genggam tangannya.

Plak!

Seruni memegangi pipinya yang terasa panas. Tatapan matanya tajam ke arah wanita dengan napas yang turun naik di hadapannya. "Ada apa kamu menampar saya? Apa ... ada perkataan saya yang salah?"

"Jelas salah! Kamu itu sebaiknya mempersilahkan kami duduk terlebih dahulu, lalu bertanya baik-baik, bukan asal bicara seperti tadi. Apa kamu belum mengetahui juga saya ini siapa, hah?" Perempuan itu dengan berani mulai membentak Seruni.

Seruni tertawa renyah. Kalimat yang diberikan oleh perempuan itu, sungguh menggelikan di pendengarannya.

Apa perempuan itu tidak sadar tengah berhadapan dengan siapa sekarang ini? Seruni, istri sah dari lelaki yang tengah digenggam erat tangannya seperti itu.

"Baiklah, nama kamu siapa? Oh, tidak-tidak, lebih baik saya perkenalkan diri terlebih dahulu agar kamu tahu siapa saya ini ya," kata Seruni yang langsung meralat ucapannya tersebut. Ia menatap perempuan itu dengan pandangan remehnya. "Saya Seruni, istri sah dari lelaki yang tengah kamu genggam erat tangannya itu."

"Lalu? Saya sudah tahu jika kamu adalah istri sah dari Mas Bagas, tapi asal kamu tahu saja saya adalah ... calon istri kedua, dan kamu tahu arti itu bukan?" Perempuan itu duduk pada kursi dengan bibir yang menyunggingkan senyum, dan decakan kecil keluar dari mulutnya. "Apa kamu belum diberitahu sama suamimu ini, Mba?"

Bagas melihat Marni yang bertingkah seenaknya saja, langsung segera menegur. "Marni! Bicaralah yang baik padanya, bukan seperti ini, sayang!"

Seruni terbelalak mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Bagas sekian lama. Ia benar-benar tidak menyangka jika hari ini mendapatkan pengalaman yang buruk, sejauh pernikahannya dengan lelaki tersebut.

"Mas? Kamu kalau bercanda seperti ini, sungguh tidak lucu," lirih Seruni dengan mata yang mulai mengembun.

"Memangnya siapa juga yang sedang bercanda?" tanya Bagas dengan intonasi yang begitu jelas, hingga membuat Seruni terduduk lemas pada kursi sofa yang ada di belakangnya.

Perempuan yang dipanggil Marni itu, berjalan mendekat ke arah Seruni dengan bibir yang melengkung senyum. "Mba, sebentar lagi kita akan menjadi adik-kakak. Aku harap, kita bisa akur dan seperti orang yang ada di luaran sana ya, aku ingin seperti itu-"

Seruni langsung menoleh ke arah Marni yang tengah tersenyum, dengan bayang-bayang masa depan yang sudah ada di depan matanya. Ia menarik napas untuk tidak langsung meledakkan amarah begitu saja, dan harus bersikap dengan kepala yang dingin.

Namun, untuk satu hal ini, Seruni rasanya tidak cukup mampu untuk mengelola emosinya.

"Apa kamu berpikir sudah menang? Atau kamu berpikir sudah bahagia dengan merebutnya dari saya?" tanya Seruni dengan tatapan tajamnya mengarah pada Marni. "Jangan pernah bersenang-senang dulu, kamu tidak akan dengan mudah untuk mendapatkan Bagas."

"Seruni! Tidak bisakah kamu merestui hubungan kami? Saya malas mendengar semua drama dan omong kosong itu," bentak Bagas dengan suara lantangnya.

Beranjak dari kursi tersebut untuk menghampiri lelaki yang sedang duduk berseberangan dengan dirinya. "Kenapa kamu membentakku, Mas? Dan kenapa juga kamu berubah secepat ini? Apa kamu melupakan semuanya, hah?"

"Kenapa kamu tega berbuat seperti ini sama aku, Mas? Katakan, apa alasan kamu seperti ini?" Seruni terus melayangkan banyak pertanyaan pada Bagas, yang sama sekali tidak menjawabnya.

Bagas sendiri sedang memikirkan satu jawaban yang bisa membuat Seruni puas dengan itu, dan tidak lagi melontarkan pertanyaan seperti tadi.

"Karena ... aku sangat mencintainya," ucap Bagas dengan jelas, dan membuat Seruni terdiam.

Seruni tidak mengerti harus berkata apalagi, tapi buliran bening meluncur bebas sebagai bentuk rasa sakit yang ada di dalam hatinya. Ia mengira semuanya akan indah dan tidak ada pengkhianatan di dalam rumah tangganya, ternyata semua itu hanya mimpi.

"Mas, terima kasih karena kamu mengatakan hal itu." Marni mengangkat suaranya dengan suara yang terdengar begitu manja, dan membuat Seruni muak dengan tingkahnya. "Mba, jadi apa kamu merestui hubungan kami? Setelah mengetahui alasannya barusan."

Tanpa menjawab apa pun, Seruni langsung saja pergi dari sana dan tidak menghiraukan Bagas juga Marni yang memandangnya dengan heran. Ia sangat berharap jika itu adalah sebuah mimpi buruk saja, bukanlah kenyataan.

Karena jika ini benar-benar nyata, rasanya sangat sakit. Seolah nyawa hendak melepaskan diri dari raganya.

Bagas hendak mengejar Seruni yang sudah dipastikan masuk dalam kamar. Namun, sebelum itu berpamitan pada Marni terlebih dahulu.

"Kamu di sini sebentar ya, aku akan kembali," ujar Bagas dengan begitu yakin.

Marni mengangguk. "Iya, Mas. Katakan sama istri kamu itu, tentang maksud dan tujuan kedatangan aku ke sini."

"Iya, kamu tenang saja."

Bagas langsung berlari menuju kamarnya untuk berbicara dengan Seruni. Ia ingin menjelaskan semuanya, hingga tidak ada lagi kesalahpahaman di dalamnya.

"Seruni, kenapa kamu pergi begitu saja?" tanya Bagas seraya menatap wanita yang ada di dalam kamar tersebut.

avataravatar
Next chapter