webnovel

BLOKIR

6. Blokir

"Aduh, sejak kapan non Kanaya punya asam lambung? Ini Bibi ngurusin kamu dar kecil, tidak pernah satu kali pun Non terlambat makan. Dan Non selalu sehat kok." Kata Bi Endang menjadi ketakutan mendengar pengakuan dari Kanaya.

"Hahaha, bercanda Bibi. Ya ampun, tegang banget sih muka nya." Sahut Kanaya tertawa dengan sangat renyah.

"Astaghfirullahaladzim, non bikin Bibi takut aja ihh..!" Bi Endang masih ketakutan dan belum bisa menanamkan senyum di wajahnya.

Kemudian, Kanaya membelai pipi Bi endang yang sudah keriput dan kendur itu dengan kedua telapak tangan nya, "Udah ahh, jangan di pikirin lagi, Naya cuma bercanda aja kok, Bi. Santai ya!" Kanaya mencoba beri ketenangan pada Bi endang, karna wajah nya masih terlihat shock.

"Iya iya, tapi non jangan sampe telat makan ya, apa lagi sampe asam lambung segala, Bibi dengernya aja ngeri ih." Kata Bi Endang membalas tatapan Kanaya dengan kelopak mata yang sudah mengendur, sayu.

"Okee, tenang aja. Kalau masalah makan mah aku nggak pernah telat kok."

"Pokok nya, aku janji dehh nggak akan sakit." Ucap Kanaya sambil menaikan jari kelingking untuk berjanji.

"Iya, baiklah Non." Sahut Bi Endang, langsung ia pun menempelkan jari kelingking pada jari nya Kanaya.

"Oke kalau begitu, Kanaya mau nengokin mama dulu ya Bi." Ujar nya, beranjak dari duduk dan bersiap melangkah.

"Iya Non, silahkan. Bibi doakan Ibu cepet sehat kembali seperti sedia kala." Dengan penuh rasa iba, Bi Endang berucap sambil menangis.

"Mama nggak akan sembuh, kalau si laki-laki tua bangka itu masih bikin ulah sampai sekarang Bi." Umpat Kanaya, tiba-tiba saja teringat dengan kelakuan brengsek sang ayah.

"Hush Non! Istighfar non. Biar begitu, Bapak adalah ayah kandung nya Non lho." Dengan jelas Bi Endang tak membenarkan ucapan Kanaya.

"Ah, sudah lah. Pokok nya dia lah orang yang harus memikul rasa bersalah ini. Bukan aku." Kanaya berubah menjadi kesal, saat mendengar Bibi selalu membela sang ayah.

"Aduh maaf Non Bibi nggak bermaksud begitu. Maafin Bibi ya Non." Kata Bi Endang, ketakutan dan jadi merasa bersalah.

"Iyaa Bi, santuy ajaa.. yauda sekarang aku mau pergi dulu ya Bi." Ujar Kanaya, langsung beranjak berdiri. Serta bersiap untuk meninggal Bi endang.

***

Seperti biasa nya, di siang hari Kanaya selalu pergi menjenguk Mama di rumah sakit jiwa yang bernama Sumber Kasih di jalan Matraman, lumayan jauh jika di tempuh oleh angkutan umum dari rumah Kanaya.

Di usia yang terbilang matang, Pak Gilang tidak pernah berniat untuk memberikan Kanaya kendaraan pribadi.

Jadi, jika ingin pergi kemana-mana, angkutan umum adalah jalan ninja bagi Kanaya.

"Halo Ma?" Sapa Kanaya yang baru saja memasukan sebelah kaki nya ke dalam ruangan itu.

Dilihat nya, Sang mama sedang melukis dengan sangat tenang.

Bu Aisyah pun langsung menengok ke arah belakang, mendapati Kanaya di depan pintu, ia langsung meletakan kuas nya dan dengan segera memeluk Kanaya, "Hai, anak Mama.. duh, kamu kemana aja sih? Mama kangen banget sama kamu, Naya."

"Mama.. Kanaya kan setiap hari datang kesini. Nggak pernah 1 hari pun Naya lewati tanpa melihat wajah cantik perempuan yang sudah melahirkan aku, merawat tubuhku dengan penuh cinta dan kasih sayang. Aku sayang banget sama Mama..." gumam Kanaya dalam hati, dan tak mampu untuk di ucapkan.

"Iyaa maafin Kanaya ya, Ma. Kanaya sibuk kuliah, tapi Kanaya janji akan selalu datang nengokin Mama." Ucap Kanaya, sambil mengangkat jari telunjuk nya untuk membuat janji.

Terpaksa Kanaya harus berbohong, hanya untuk membuat Bu Aisyah tetap tenang dan terkendali emosi nya.

"Gimana kuliah kamu sekarang?" Tanya Bu Aisyah yang dengan segera mengikuti ucapan Kanaya.

Kemudian, Kanaya dan Bu Aisyah pun mengobrol hingga beberapa jam berlalu tanpa terasa.

Sampai pada akhirnya, Kanaya pun membuat Bu Aisyah tertidur dengan membaca kan sebuah cerita.

Layaknya anak kecil, Begitulah keadaan Bu Aisyah sekarang, sebenarnya Bu Aisyah sangat membutuhkan perhatian dari Pak Gilang.

Namun, kenyataan nya Pak Gilang lebih senang untuk menghabiskan waktu dengan perempuan yang jauh lebih muda, ia bernama Indah.

Bukan baru satu kali Pak Gilang mencari perempuan lain untuk membuaskan hawa nafsu nya yang bobrok, bahkan entah sudah di posisi ke berapa perempuan yang bernama Indah ini.

Maka tak heran Bu Aisyah menjadi tak kuat mental hingga membuat nya menjadi depresi berat, menghadapi prilaku bobrok sang suami.

Otomatis juga membuat Kanaya sebagai seorang anak pun menaruh dendam kesumat pada Pak Gilang.

***

Di siang menuju sore hari, cuaca mendung berawan, Kanaya ingin mampir ke sebuah cafe, yang setiap saat ia lewati jika menjenguk Bu Aisyah.

Hanya saja, tak pernah ia ikuti kemauan kaki nya untuk masuk ke dalam cafe itu, dengan alasan, "Pasti akan mahal banget minum kopi ditempat mewah begini."

Dan hari ini, cuaca pun seolah mendukung dirinya, agar bisa mampir ke dalam, untuk menyeruput es kopi yang ia yakini bisa membuat pikiran nya istirahat sejenak dari semua masalah.

"Bro, kopi espreso satu, kalau bisa gula nya dikit, susu nya di banyakin. Bisa?"

"Bisa Ka, mohon di tunggu sebentar." Bartender yang merangkup kasir itu langsung membalik kan tubuh, berniat untuk langsung meracik pesanan nya.

"Eh, jadi berapa harga nya?" Cetus Kanaya sebelum pesanan nya di racik.

"Oh, baik sebentar saya hitung dulu ka."

Setelag menunggu dalam beberapa detik, bartender pun langsung menyerahkan bill pesanan Kanaya.

"Bisa pake credit card kan?" Tanya Kanaya, sambil menyerahkan sebuah kartu ajaib yang sudah sering kali ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan nya.

"Bisa Ka." Langsung mengambil dan menggesekan kartu kredit pada mesin Electronic Data Capture atau mesin EDC adalah mesin yang difungsikan buat menerima pembayaran nontunai dari kartu kredit ataupun kartu debit. Cara kerja mesin EDC mirip-mirip dengan mesin ATM.

"Kartu nya di blokir Ka." Ia menyerahkan kembali credit card pada sang empunya.

"WHAT? Nggak mungkin banget deh ke blokir." Respon Kanaya, mata nya terbelalak.

Kemudian Kanaya mengeluarkan semua credit card nya, agar bisa di coba di mesin EDC milik cafe tersebut.

"Maaf Ka, nggak ada yang bisa di pakai." Jelas kasir tersenyum, seolah senyuman itu adalah sindirian keras yang memalukan bagi Kanaya.

Hasilnya tetap tidak bisa melanjutkan transaksi.

"Mesin lu eror tuh, bukan kartu gue yang nggak bisa dipake! Dasar aneh!" Seru Kanaya dengan wajah memerah, mata menyala, ia mengambil semua kartu kredit nya, lalu bergegas pergi meninggalkan cafe tersebut.

****