webnovel

Vega dan Draco

"Vega itu siapa sih, Las?" tanya Banyu langsung pada inti pembicaraan mereka.

Sepertinya pembahasan tentang Vega tak ada habisnya dalam circle Bimasena.

"Nyu, di antara kita semua yang paling buaya itu sebenarnya siapa sih? Lo 'kan? Jadi masa pertanyaan seperti ini masih lo pertanyain?" Mendengar apa yangg dikatakan Rigel, Banyu lantas membawa titik atensinya pada lelaki yang duduk tepat di sebelah kembarannya itu.

"Gue bukan buaya, Gel. Jadi jangan sama 'kan gue ama dia. Gue punya patokan tertinggi dari sebuah rasa." Atlas membela dirinya atas apa yang dikatakan oleh Rigel barusan.

"Lo suka ama Vega? Tuh cewek kelihatannya macam kulkas berjalan. Lo yakin bisa dapatkan dia?" Setelah Draco melontarkan apa yang menjadi pertanyaannya kini semua atensi dari anggota inti Bimasena hanya tertuju pada ketua mereka.

"Apa yang lo semua ragukan dari gue? Gue kaya, pintar, ganteng, dan yang paling penting gue punya hati," ucap Atlas dengan rasa percaya diri yang tinggi.

"Lo memang punya hati, Las. Tapi lo harus ingat satu hal tidak semua orang hatinya berfungsi dengan baik." Hanya Atlas yang bisa menangkap arah pembicaraan dari Tara barusan dan yang lainnya hanya bisa menerka-nerka apa maksud Tara.

"Apa yang udah lo dapatkan, Tar?" tanya Atlas dengan tatapan yang menghunus tajam ke dalam dua manik mata pekat milik Tara.

"Saingan lo kali ini berat, Las. Ketua geng motor Oscar angkatan kedua," tutur Tara dengan mantapnya, tanpa ada keraguan yang mengiringi benaknya saat ini.

"King Mahesa Juliardo?" tanya Banyu dengan nada yang penuh keraguan.

"Justru kali ini saingan lo berat, Las. Orang yang Vega cintai. Lo bisa bersaing ama ribuan orang yang menyayangi Vega, tapi lo tidak akan menang melawan orang yang dia cintai." Apa yang terlontar dari kedua bibir ranum milik Tara barusan tidak sepenuhnya salah, tapi tetap saja bukan itu yang diinginkan oleh Atlas.

"Tapi iman yang mereka miliki bagaimana? Ingat gue dan Vega punya cara berdoa yang sama. Tidak hanya itu yang bisa membuat gue menang dengan sangat mudahnya dari Vega, gue punya hal yang tidak dimiliki oleh Eca. Lo semua mau tahu apa itu?" tanya Atlas dengan memandangi para sahabatnya satu per satu.

"Apa?!" tanya Tara mewakili para sahabatnya yang lain.

"Restu om Irza. Bukankah itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku menang?"

Belum yang lainnya menjawab apa yang dipertanyakan oleh Atlas, salah satu anggota dari Bimasena masuk ke warung pelangi dan berhasil membuat mereka semua beralih atensi.

"Bang Atlas?!" panggil siswa dengan name tag Reza Wahyu Utama.

"Kenapa, Za?" tanya Atlas dengan sangat ramahnya. Sebenarnya sikap Atlas bergantung pada sikap orang di hadapannya.

"Kak Vega masuk ekskul musik, Bang!" Mendengar kabar yang dibawa oleh Reza kini titik atensi dari mereka semua hanya tertuju pada satu orang saja, Draco Wisnu Priyatna.

Draco adalah ketua dari ekskul musik di SMA Nusantara Bakti. "Abis ini giliran lo, Co. Gue percaya, lo bisa lakukan tugas yang gue kasih. Jangan buat gue kecewa." Draco tak memiliki pilihan lain selain mengiyakan saja apa yang menjadi titah dari Atlas.

"Lo bisa percaya ama gue, Las." Atlas hanya bisa mengangguk atas apa yang dikatakan oleh Draco barusan.

Suasana yang tadinya tegang, sontak saja berubah 180 derajat saat mendengar suara melengking di depan pintu warung pelangi.

"Baby?!" Hanya Banyu yang mengalihkan atensinya saat mendengar suara itu. Benar saja itu adalah Monalisa Putra Ditama, cewek yang sudah seminggu resmi berpacaran dengan Banyu.

"Halah, dia lagi." Mendengar apa yang dikeluhkan oleh Samudra, Rigel hanya bisa menepuk pelan sebelah pundak sahabat.

Memang benar kalau Samudra dan juga Banyu secara fisik mereka sama, tapi secara sifat dan kelakuan mereka sangat berbeda.

"Kamu kok ke sini nggak ada ajak aku? Aku kan mau makan bakso di sini, bakso warung pelangi nggak seenak kantin bawah." Mendengar apa yang dikatakan oleh Mona, Banyu lantas memasang wajah memelasnya dengan sangat cepat.

"Maaf, By. Aku nggak ada maksud untuk itu." Banyu melontarkan kalimat pembelaan untuk membuat dirinya dalam posisi aman setelah ini.

"Kamu nggak sayang lagi ya ama aku?" tuduh Mona dengan air mata yang telah tergenang di pelupuk matanya.

"Aku mana mungkin nggak sayang ama kamu, By. Aku sayang ama kamu lebih dari yang kamu bayangkan."

"Sesenangnya lo aja deh, Nyu!" kata Rigel dengan entengnya.

"Nyu, lo tahu nggak apa yang lo bilang barusan itu adalah level tertinggi dari playboy cap kapak," timpal Atlas dengan senyum yang sangat lepas.

***

Sejatinya ketika bel pulang sekolah maka pembelajaran akan selesai, tapi tidak dengan Vega. Ia tidak langsung pulang karena masih harus mengikuti ekskul musik di ruang seni. Dengan langkah kaki yang terlihat gontai dia menyusuri koridor demi koridor untuk sampai ke tempat yang dia tuju.

Bukan karena Vega lelah dengan badannya, melainkan otaknya yang hanya ada Eca, Eca, dan juga Eca. Di dalam benak Vega hanya ada lelaki itu.

Satu jam yang lalu Vega dibuat tercengang saat dia mengetahui Eca memblokirnya di semua akses media sosial. Definisi sakit, tapi tidak berdarah untuknya.

"Ruang musik?" gumam Vega dengan desahan napas yang terdengar sangat berat, lalu dia membawa kedua kaki jenjangnya masuk ke dalam ruangan itu.

Baru saja Vega ingin duduk, tapi niatnya itu harus dia urungkan karena ucapan salah satu siswa. "Peserta baru, ya?" Vega hanya memberikan pembenaran lewat gerakan kepala naik turun.

"Tempat untuk anak baru di sebelah sana," ucapnya dengan menunjuk tempat yang ada di seberang.

"Maaf, ya?" kata Vega dengan penuh rasa sungkan. Namun yang orang yang memberikan informasi pada Vega itu hanya menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyum renjana di sana.

"Vega!" tutur Vega sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Amel!" balasnya dengan menyambut uluran tangan Vega.

"Kalau begitu aku ke sana dulu, ya!" Amel hanya mengangguk atas apa yang menjadi keinginan Vega.

"Anggota baru, ya?" Vega mendongak saat ada yang bertanya seperti itu padanya. Sudah pasti pertanyaan itu hanya ditujukan untuk Vega, hari ini hanya dia yang duduk di space yang disiapkan untuk anggota baru.

"Iya," jawab Vega kemudian dia berdiri sebagai tanda hormat dari anggota baru untuk anggota lama.

"Kenalkan nama gue Draco Wisnu Priyatna, ketua ekskul seni bagian divisi musik. Lo bisa panggil gue Draco. Selamat datang dan selamat bergabung. Enjoy your time, kalau misal ada yang ingin lo tanyain atau diskusiin, tinggal bilang aja," tutur Draco dengan sangat entengnya. Dan Vega sadar kalau lelaki yang ada di hadapannya saat ini adalah lelaki yang memiliki kharisma yang sangat baik, sebagai cewek normal saja Vega tak bisa menolak hal tersebut.

Secara tidak langsung kini kedua manik mata milik Vega tak sengaja melihat ciri khas yang bisa membuat dia mengenali cowok yang ada di hadapannya saat ini.

"Ternyata Bimasena memiliki anggota yang ramah juga, ya?" Draco hanya menyunggingkan senyum tipisnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Vega barusan.

"Batara, ya? Dia memang gitu, susah ngontrol emosi. Gue atas nama dia minta maaf untuk itu." Vega lantas menggelengkan kepalanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Draco.

"Lo jangan minta maaf untuk sebuah kesalahan yang sama sekali tidak pernah lo perbuat," ujar Vega dengan senyum yang melengkung indah di bibirnya.

"Las, sekarang gue tahu kenapa lo suka ama dia. Karena saat dia diciptakan Tuhan sedang menjelaskan definisi cantik dan juga indah itu seperti apa," gumam Draco dalam hatinya. Dia tak memiliki nyawa cadangan untuk mengatakan itu secara tidak langsung pada Vega.

"Bukan tentang Tara juga, tapi tentang Atlas." Tak perlu diperjelas secara rinci, Draco tahu atas apa yang ingin dikatakan oleh Vega.

"Damayanti Vega Rianto itu nama lo, 'kan?" tanya Draco.

"Panggil Vega saja!"

"Ga ... lo itu nggak sadar, kalau lo udah dijadikan rumah oleh Atlas. Gue bisa lihat, setelah dia selesai dengan cewek lain, dia selalu pulang ke lo. Cowok emang itu gitu Ga, terlihat seperti tidak ingin, tapi nyatanya hanya lo yang dia inginkan. Gue nggak sedang mendongeng, itu nyata!" tutur Draco.