webnovel

Cinta Pertama

"Dasar genit, gak nyadar malah keenakan," batin Arisha kesal melihat Renata keenakan sampai mendesah pelan.

Arisha berhenti mengelus kaki Renata. Dia menyenggol susu hangat di atas meja hingga airnya tumpah ke bawah mengenai kaki Renata.

"Aw ...." Renata terkejut. Menarik kakinya dari paha Erland.

"Kenapa sayang?" tanya Bara sambil memegang tangan Renata. Dia khawatir karena istrinya berteriak.

"Gak papa." Renata tidak mungkin memberi tahu Bara kalau kakinya kepanasan. Bisa brabe kalau Bara tahu Renata menggoda Erland yang merupakan adik iparnya.

Di sisi lain, Arisha membantu Erland mengeringkan celananya dengan tisu. Celana itu basah terkena tumpahan susu hangat tadi.

"Sayang ada yang sakit? Biar ku elus ya takut ada yang sakit," ucap Arisha. Dia sengaja memanasi Renata yang ada di samping kiri Erland. Tangannya mengelap celana Erland dengan tisu dan memegang paha Erland sambil mengelusnya.

"Kau cemburu karena ulah Renata ya? Baiklah akan ku beri hadiah untukmu," batin Erland. Dia tahu wanita bercadar itu menyadari apa yang tadi dilakukan Renata padanya.

"Bagian sini yang sakit sayang, kepanasan kena tumpahan susu," sahut Erland mengambil tangan Arisha meletakkannya di bagian pentingnya.

"Dasar mesum, aku menyelamatkannya dari buaya betina, kenapa dia malah memanfaakanku," batin Arisha kesal Erland meletakkan tangannya di atas bagian pentingnya.

"Eee ... sayang, aku ambilkan waslap ya?" ujar Arisha. Dia berusaha melepas tangannya tapi Erland memegang erat tangannya. Arisha menatap Erland berharap suaminya mengerti.

"Tidak usah ini saja, bantu aku mengelusnya biar gak kepanasan lagi," sahut Erland. Dia tidak mau melepas tangan Arisha. Dia terus memegangnya.

"Baru mengatasi buaya betina kenapa menjadi santapan buaya jantan, aduh," batin Arisha. Mengatasi Renata justru dimanfaatkan Erland.

Arisha tersenyum malu-malu dibalik cadarnya. Dia menoleh ke arah semua orang yang terlihat cuek dan tetap sarapan.

"Bisakah kau lepas tanganku? Aku baru saja menyelamatkanmu," bisik Arisha. Dia tak nyaman tangannya dipegang Erland dan diletakkan di atas celananya.

"Kau masih penasarankan?" sahut Erland. Dia menggoda wanita bercadar itu. Seperti mendapatkan mainan baru.

"Ingat perjanjian kita!" bisik Arisha. Menoleh ke arah Erland lalu menatap ke depan lagi. Dia ingin sarapan tapi tangan kirinya sedang disita.

Erland tersenyum senang melihat Arisha kesal. Dia merasa permainan ini menarik. Seorang wanita bercadar yang melindungi suaminya dari ganasnya pelakor zaman sekarang.

"Sialan, wanita itu malah sempet-sempetnya genit," batin Renata kesal. Dia semakin kepanasan melihat tangan Arisha dan Erland berpegangan di bawah meja.

Renata mengerakkan kaki kanannya. Dia menggunakan telapak kakinya untuk menyentuh kaki kiri Erland. Dari kaki bagian bawah sampai ke telapak kakinya. Mengelus perlahan agar Erland keenakkan.

"Renata, kau masih tak jera juga," batin Erland. Padahal Arisha sudah memberinya pelajaran tapi Renata masih menggodanya.

"Sayang, ada buaya yang menggodaku lagi," bisik Erland di telinga Arisha masih terdiam gara-gara tangan kirinya masih disita Erland. Dia kesulitan untuk sarapan tanpa tangan kirinya.

"Lepaskan tanganku dulu! Biarkan aku membuat perangkap tikus," sahut Arisha pelan.

Erland tersenyum tipis. Dia melepaskan tangan kiri Arisha. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan wanita bercadar itu untuk membuat Renata jera.

Arisha berpikir. Dia harus bisa membuat Renata kapok. Agar tak lagi menggoda suaminya.

"Aku tahu!" batin Arisha mendapatkan ide. Dia langsung menjatuhkan sendok miliknya ke bawah.

"Aduh jatuh lagi," keluh Arisha. Bergegas dia turun dari kursi dan berjongkok di bawah meja. Pura-pura mengambil sendok.

"Biarkan saja wanita bercadar itu tahu siapa aku, biar dia cemburu lalu minta cerai," batin Renata bukannya takut ketahuan Arisha. Malah semakin menambah intensitasnya. Kaki cantiknya naik turun mengelus kaki Erland di bawah meja. Kaki mulus tanpa sehelai benang yang menempel di kaki Erland yang masih diam di tempat.

Arisha melepas tali ikat di pinggangnya. Dia mengikat kaki Renata dengan kaki kursi yang diduduki Erland.

"Kau takkan terpisahkan lagi, selamat menikmati kebersamaan yang mesra ini," batin Arisha. Dia kembali bangun dan duduk di kursi dengan senyuman lebar di balik cadarnya. Tinggal menunggu sarapan itu diakhiri dan hasilnya akan dinikmati.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Erland.

"Kau lihat saja nanti," jawab Arisha. Lalu makan kembali. Menikmati sarapan dengan menu lengkap. Sarapan yang sangat jarang bisa dia rasakan. Meski ada sedikit sesak di dadanya karena Safira tidak ada dan menikmati sarapan itu bersamanya.

"Aduh kenapa nih kakiku? Gak bisa digerakkin apalagi ditarik?" batin Renata. Dia baru menyadari kakinya susah digerakkan. Seperti ada sesuatu yang mengikatnya erat. Dia bingung harus berbuat apa, kalau minta tolong Bara atau yang lainnya pasti akan ketahuan kalau kakinya sampai ke zona yang terlarang.

Satu per satu orang meninggalkan kursi. Termasuk Erland dan Arisha. Tinggal Bara dan Renata yang masih duduk di ruang makan.

"Sayang balik kamar yuk!" ajak Bara.

"Sayang duluan deh, nanti aku menyusul." Renata tidak bisa bangun. Kakinya terikat dengan kursi yang tadi diduduki Erland.

"Kau masih lapar?" tanya Bara.

Renata mengangguk biar semuanya beres. Tanpa meninggalkan kecurigaan Bara padanya.

"Ya udah aku naik dulu."

Renata mengangguk dan tersenyum. Padahal dia sudah tak sabar ingin lepas dari kursi di sampingnya.

Selepas Bara meninggalkan ruang makan, Renata bergegas melihat kakinya yang diikat dengan kaki kursi di sampingnya.

"Sialan, wanita bercadar itu ternyata bukan wanita yang lemah, bahkan dia berani membalasku," ucap Renata. Dia berusaha menarik kakinya namun kakinya masih terikat.

"Iiih! Menyebalkan!" Renata kesal kesulitan melepaskan kakinya yang terikat dengan kaki kursi itu.

***

"Ha ha ha ... kau cerdik juga, setidaknya kekonyolanmu itu berguna." Erland girang mendengar cerita Arisha tentang apa yang dilakukannya tadi.

"Berarti kau jangan macam-macam padaku, apalagi mesum, kau tak ingin berakhir seperti Renatakan?" sahut Arisha.

Erland yang berdiri di dekat ranjang langsung duduk di samping Arisha.

"Kau kejam sekali? Aku suamimu." Erland ngeri juga kalau wanita bercadar itu beraksi. Bisa jadi lebih nelangsa dari Renata.

"Kalau kau mesum seperti tadi apalagi di depan umum, aku akan memangkas apapun baik yang keras atau lunak." Arisha tersenyum dibalik cadarnya. Menakut-nakuti Erland.

"Oke, aku tidak akan melakukannya lagi kecuali kau memintanya," jawab Erland. Cari aman. Ternyata wanita bercadar itu bukan anak ayam tapi raja singa.

"Jangan harap! Aku tidak tertarik padamu meski kau tampan dan kaya. Ada seseorang yang lebih baik darimu," sahut Arisha.

"Siapa?" tanya Erland.

"Ada, rahasia," jawab Arisha. Ada seseorang yang dinantikannya. Dia sedang berada di luar negeri belajar ilmu agama dan sekolah di sana. Sudah lama sekali Arisha berpisah dengannya. Dia menunggu kedatangan lelaki itu.

"Apa dia lebih tampan dariku?" tanya Erland.

"Dia bukan hanya tampan, tapi baik dan soleh, tidak sepertimu yang tak setia, gak pernah sholat apalagi baik," jawab Arisha. Erland bukan laki-laki idamannya. Arisha tidak ingin menghabiskan hidupnya bersama lelaki tak setia seperti Erland.

"Kau selingkuh," kata Erland.

"Selingkuh? Lalu kau apa? Jelas-jelas tadi menikmati belaian dari Renata." Menoleh ke arah Erland.

"Itu karena aku tidak ingin Bara tahu kalau Renata genit padaku." Selama ini dia berusaha agar Bara tidak mengetahui kelakuan Renata di belakangnya. Apalagi hubungan asmara mereka di masa lalu.

"Erland, apa Renata wanita yang kau cintai?" tanya Arisha. Dia ingin tahu hubungan Renata dan Erland. Foto Renata ada di album foto milik Erland yang ada di dalam laci. Pasti dulu Renata begitu spesial untuk Erland sampai begitu banyak momen bersama yang diabadikan.

"Kau tak berhak bertanya hal itu padaku," jawab Erland. Sikapnya berubah dingin. Seperti ada sesuatu yang sengaja ditutupi olehnya.

"Aku tidak tahu hubunganmu dengan Renata seperti apa, tapi aku yakin di masa lalu dia sangat berarti untukmu."

Erland terdiam. Beranjak dari ranjang meninggalkan Arisha. Dia berdiri di balkon kamarnya. Menghirup udara segar di pagi hari. Rasa sesak di dadanya kembali muncul. Teringat apa yang sudah terjadi di masa lalu.

"Kalau rasanya sakit, lepaskanlah! Jangan kau pendam!" Arisha menghampiri Erland. Berdiri di sampingnya sambil menatap ke depan.

Erland terdiam. Membiarkan angin menyapa tubuhnya yang lelah dengan semua yang sudah berakhir.

"Renata cinta pertamamukan? Tapi dia justru menikah dengan kakakmu." Arisha tahu pasti sangat menyakitkan untuk Erland tapi lelaki itu harus bisa move on dan belajar dari masa lalunya, bukan malah terpuruk dan melampiaskan pada wanita-wanita lainnya.

Erland menarik nafas panjangnya dan membuangnya perlahan. Berusaha tenang meski dia teringat kembali masa lalunya.

"Cinta memang tak selalu berujung indah. Tapi ketulusan akan mengantarmu pada kebahagiaan sejati," ujar Arisha. Orang yang tulus akan menemukan kebahagiaannya meski tak bersama orang yang dicintainya.

"Itu karena kau tak pernah patah hati. Ketika semua waktu dan usahamu hanya dihargai pengkhianatan."

"Justru kau beruntung Allah sudah menjauhkanmu dari pengkhianat, karena kau layak untuk mendapatkan yang lebih baik." Arisha coba memberi tahu Erland agar dia tidak terus menerus terjebak di dalam masa lalu dan menjadikan wanita-wanita pemuas nafsu untuk mengobati lukanya.

"Maksudmu kau yang lebih baik?" tanya Erland menoleh ke arah Arisha. Begitupun dengan Arisha yang menoleh ke arah Erland. Mata keduanya bertautan.