webnovel

Sejumput Rendang di Metaverse

"Rendang.. rendang.. 80k aja sepack." Kalimat menyebalkan itu berkali-kali muncul di layar chat, membuat suntuk Arina. Padahal di world metaverse Thanos ini orang-orang asik bermain melawan monster. Yang ditawarkan harusnya potion untuk menambah health atau manna. Tapi yang laki-laki satu ini malah sibuk menawarkan rendang. Iya, rendang!

"Apa gunanya rendang buat melawan monster?" Tanya Arina ketus.

Sosok itu kemudian muncul tiba-tiba di sebelah Arina. "Rendangnya kak?" Tanyanya dengan ekspresi nyengir. Pasti dia pakai fasilitas summon.

"Gue sibuk gebuk monster! Kalau jualan gih sana ke world sebelah. Ngapain jualan makanan di sini?"

"Ya kali udah online di sini seharian, masa ga makan?" Tawarnya dengan muka polos, membuat Arina semakin sebal dan ingin memukul tepat di kepalanya, critical hit!

"Jualan itu yang keren kek. Di metaverse jualan masakan kampung! Syuh! Jauh-jauh..." usir Arina.

"Yah dicoba dulu atuh kakak... Masakan terenak sedunia. Udah diakui dunia internasional masa ga boleh muncul di sini?"

"Woi.. makanan internasional itu sandwich kek, hot dog kek, burger kek. Ini rendang. Kampungaaan!" Arina memencet tombol untuk mengeluarkan marah. Kali ini dia mengetik agak belepotan karena makin kewalahan saat dikerubuti monster lalalind, yang memang menyerang bergerombol, membuat HPnya dengan cepat anjlok.

"Minimal bantu kek!"

Laki-laki itu tertawa-tawa. "Ntar dibantu. Beli dulu rendangnya tapi kaaaak!"

"Kakak kakak.. lu pikir gue ibu-ibu pengunjung Tanah Abang." Buk!! Satu pukulan lalalind membuatnya terkapar tak berdaya karena terlalu sibuk mengetik.

"Buset wooi! Ini world buat ngegaaame. Lu di sini nyusahin yang maen!"

Laki-laki misterius itu terus tertawa-tawa sambil terus menjajakan rendangnya, berlari ke pemain lainnya, meninggalkan Arina sendirian dengan HP nol dan experience yang sudah berkurang jauh.

"Begeblek...! Woi! Gue panggil lu Begeblek aja ya!"

Dia tertawa lagi dengan muka polos.

"Ya boleh kak. Asal dibeli aja rendangnya."

"Ora sudiiii! Begeblek." Teriak Arina. Dia membanting kacamata VRnya ke lantai. Buyar sudah rencana kejar level dan berburu NFT unik malam ini. Untuk respawn lagi dia harus menunggu besok hari karena di world Thanos ini, energi pemain untuk respawn dibatasi. Jatahnya sudah habis. Ia lalu membanting badannya ke kasur.

Siapa laki-laki misterius itu? Kenapa dia mau-maunya jualan rendang di metaverse ini? Pikiran itu terus menghantui mimpi Arina hingga pagi.

***

Tentu metaverse bukan urusan game saja. Sejak tahun 2030, dunia yang dihost oleh Reality Chain ini sudah berkembang menjadi begitu banyak variasi, mulai dari world trading, fashion show, perjalanan antar bintang, sampai perjalanan waktu. Hanya dengan satu set mesin Virtual Reality, anak-anak seperti Arina bisa punya kehidupan kedua, lepas dari kehidupan nyata yang sudah begitu sumpek dan melelahkan.

Ya, sejak perang dunia ketiga berakhir tahun 2025, bumi sudah begitu hancurnya sehingga tidak tersisa banyak hal untuk dinikmati lagi. Udara di luar sudah tercemar radiasi nuklir. Sungai dan mata air sudah terlalu beracun bahkan untuk sekedar dipakai membasuh badan. Satu-satunya cara manusia untuk bertahan hanyalah memanen makanan artificial dari koloni bakteri dan air laut yang ditambang dari poros batuan jauh di dalam tanah.

Manusia hidup begitu terisolasi satu sama lain. Tinggal dalam sel-sel sempit ratusan meter di dalam tanah. Teknologilah yang menciptakan kembali dunia yang indah dan utopis, walau kenyataannya mereka hidup dalam ruang sempit yang hanya cukup untuk tidur dan berdiri.