webnovel

Terlalu Lelah

Alisha menundukkan kepala sembari meratapi nasib atas apa yang telah terjadi hari ini kepadanya. Kesialan itu memang tidak ada di kalender ya?

Di keramaian jalanan kota. Alisha menyebrang jalan untuk bisa sampai di rumah. Hari yang melelahkan membuat Alisha tidak bisa berkonsentrasi dala. Hal apa pun untuk saat ini.

Arghh!! Alisha menutup wajahnya dengan kedua tangan yang dia miliki saat ini. Terkejut melihat ada mobil yang melintasi jalan yang hampir saja menabrak tubuhnya.

Teriakan histeris tadi mamou mengalihkan sorotan setiap mata orang-orang di sekitar Alisha.

"Mbak! Kalo jalan lihat-lihat dong, untung tidak saya tabrak tadi!!" Ujar pengendara mobil tadi keluar dan menghampiri Alisha.

Alisha mengangguk pasrah dan penuh rasa takut dimatanya. Takut jika orang yang ada di depannya itu marah besar kepada dirinya Namun siapa sangka bahwa orang tersebut tidaklah marah kepada Alisa.

"Ma-maaf Pak, saya tidak sengaja..."

Laki-laki dengan umur paruh baya itu menganggukkan kepalanya melihat betapa gemetarnya tubuh Alisha saat mengucapkan kalimat maaf di depan matanya. Hal itu mampu membuat pria tadi memaklumi semua itu.

"Iya tidak apa-apa... Tadi saya hanya mengingatkan saja, untung tadi saya pelan-pelan bawa mobilnya, jadi tidak sampai terjadi sesuatu hal buruk sama kamu,"

"Lagian kalo kamu lagi ada banyak pikiran, jangan menyebrang jalan sendirian ya?" Saran dari pria tadi.

"Iy-iya pak." Alisha mengangguk.

Tin... Tin... Tin...

Suara klakson mobil yang ada dibelakang membuat mereka tidak bisa bercakap lebih lama lagi sebab mobil pria itu berhenti di tengah-tengah jalan dan menghambat perjalanan seseorang.

"Yaudah kamu pergi saja, lain kali hati-hati ya? Saya mau pergi dulu." Orang itu lalu bergegas pergi menuju mobilnya.

Sedangkan Alisha berlari untuk menuju ke tepi jalan seberang. Pria tadi menjalankan mobilnya dan berhasil mengakhiri kemacetan yang ada.

Huft!! Alisha menghela nafasnya panjang sembari mengelus dada. Ia bersyukur karena tidak terjadi apa-apa dengan dirinya. Dan untungnya saja ia masih dipertemukan dengan orang baik yang mampu mengerti posisinya saat ini.

"Sepertinya aku harus cepet-cepet pulang dan istirahat." Alisha berkata dalam hati.

Lalu ia memilih untuk berjalan dan terus berjalan hingga akhirnya ia sampai di suatu tempat dimana tempat itu sangat bersejarah baginya. Di mana tempat itu hanya ada dirinya dan Arsen di dalamnya.

"Tempat ini akan menjadi sejarah di suatu saat nanti meskipun Arsen kelak menjadi orang sukses. Dia akan mengerti bagaimana memperjuangkan kerasnya hidup di dunia ini."

Alisha menatap ke seluruh kontrakan itu dan tanpa disadari lengkungan manis tercetak di bibir manisnya.

"Assalamualaikum..."

Alisha mengetuk pintu. Ia tahu bahwa anaknya ada di dalam rumah. Maka dari itu ia memilih untuk mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumusalam.."

Ternyata benar dugaan Alisha. Arsen memang ada di dalam rumah. Arsen membukakan pintu dan menyalami tangannya.

"Mamah sudah pulang?" tanya Arsen begitu senang terlihat dari wajah anak itu.

"Iya Sayang." Alisha mengelus pipi Arsen kemudian tersenyum.

Arsen mengerutkan kening melihat wajah mamahnya tidak seperti biasanya yabg selalu ceria dan bersemangat. Kali ini wajah mamahnya terlihat sangat lesu seperti ada masalah dibalik senyuman yang diperlihatkan tadi kepadanya.

"Mamah kenapa? Apakah ada masalah?" tanya Arsen menatap cerah ke arah Alisha.

Alisha terkejut mengenai pertanyaan Arsen. Ia menggelengkan kepala. "Tidak, mamah tidak ada masalah apa-apa. Nak."

"Tapi Mamah kelihatan sekali kalo lagi sedih, mamah ada apa? Cerita sama Arsen." Arsen menggoyangkan tubuh mamahnya agar alisha mau menceritakan yang sebenarnya kepada Arsen.

Meskipun Arsen sendiri tahu jika dirinya tidak bisa membantu apa-apa dalam masalah orang dewasa. Tapi setidaknya Arsen bisa meringankan beban pikiran seseorang dengan cara ia menjadi pendengar dari cerita orang tersebut.

"Heum... Kalo begitu kita masuk saja dulu yuk ke dalam." Alisha mengajak Arsen masuk karena tidak enak juga jika mereka mengobrol di ambang pintu.

"Tapi mamah harus janji ya sama Arsen kalo mamah akan cerita sama Arsen?" Langkah Alisha terhenti mendengar itu. Namun tidak ada cara lain lagi untuk menuntun anaknya masuk ke dalam rumah selain mengiyakan saja.

"Iya.."

Akhirnya beberapa saat kemudian Arsen terdiam sejenak usai mendengarkan cerita dari sang Mamah.

"Mamah tidak mau kamu ikut memikirkan masalah yang Mamah hadapi di restoran tadi mengenai keteledoran Mamah... Tapi kamu juga dapat mengambil pelajaran dari cerita mamah tadi."

Alisha mengatakannya kepada Arsen. Ia menceritakan semuanya mengenai kejadian apa saja yang ia alami dari berangkat bekerja sampai pulang bekerja tadi.

"Mamah kalo capek lebih baik jangan bekerja dulu... Mamah istirahat saja di rumah." Arsen khawatir.

Mamah alisha menggelengkan kepalanya. Itu saran yang sangat tidak mungkin Alisha lakukan. Karena mau bagaimana pun dirinya harus berkerja demi membiayai hidup.

"Tidak bisa. Arsen, jika Mamah tidak bekerja, kita mau makan apa? Papah kamu saja masih belum ada kabar sama sekali Nak..." Alisha menatap sendu di depan anaknya berharap anaknya itu bisa mengerti posisinya sekarang.

"Kita juga tidak bisa mengandalkan papah kamu saja... Kita harus bisa mencari uang sendiri buat makan kita di sini..." Mamah Alisha melanjutkan ucapannya.

"Jika mamah libur hanya untuk istirahat, bagaimana kalo mamah sampai kehilangan pekerjaan itu selamanya? Mamah nggak mau Nak..."

Arsen langsung mengambil tangan Alisha. Menangkapnya untuk memberikan kehangatan. Arsen menciumi kedua tangan Mamahnya dengan penuh kasih sayang.

"Mamah gak usah mikirin itu ya.... Biar Arsen yang akan membantu Mamah."

Mata Alisha langsung berkaca-kaca mendengar kalimat itu. Alisha menggelengkan kepala memberikan jawaban bahwa Arsen tidak boleh melakukan itu.

"Tidak Nak... Apa yang akan kamu lakukan? Kamu cukup diam saja di rumah biarkan Mamah yang bekerja di luar sana. Itu sudah lebih dari cukup kamu membantu mamah agar tidak khawatir sama Kamu."

Arsen tetap menggelengkan kepalanya. "Tidak, Mah. Kita tidak bisa begini terus selamanya. Arsen akan membantu Mamah, Arsen akan bekerja membantu Mamah. Supaya mamah tidak kecapekan seperti ini lagi..."

"Arsen tidak mau terjadi apa-apa sama Mamah... Mamah terlalu lelah untuk bekerja seharian."

Alisha menghempaskan tangannya yang tadi berada di dalam tangkupan Arsen. "Tidak, Nak. Kamu masih kecil, kamu harus pokus sama sekolah kamu. Masalah pekerjaan ini masih belum menjadi tanggungan kamu. Biarkan mamah yang menanggungnya."

"Pokoknya Mamah tidak mengijinkan kamu bekerja, titik!!" Mamah Alisha menekankan kata-katanya supaya Arsen tidak berbuat nekat.

"Tapi Mah... Kita tidak bisa begini terus, mamah juga capek jika bekerja sendirian, Arsen nggak mau melihat mamah seperti ini, apalagi tadi sampai hampir tertabrak mobil. Bagaimana jika hal itu terjadi? Semua itu gara-gara mamah terlalu capek, Mah..."

"Arsen nggak mau kehilangan Mamah hanya gara-gara Mamah harus menghidupi Arsen dengan berkerja setiap saat tanpa memperdulikan badan Mamah sendiri..."

Alisha benar-benar sangat tersentuh dengan kalimat itu. Tangisannya pun sudah tidak dapat lagi bendung. Air matanya kini meluncur dengan bebasnya membasahi pipinya.

Alisha menarik Arsen untuk masuk ke dalam pelukannya. "Pokoknya Mamah tidak setuju jika sampai kamu ikut campur dalam tanggung jawab Mamah, Nak." bisik Alisha tepat ditelinga anaknya.

Bersambung....