webnovel

Masalah

"APA?" Seorang pria paruh baya sangat terkejut mendengar kabar dari seberang telpon.

"Saya ke sana sekarang!"

Orang itu mengakhiri telponnya dan bergegas melangkah pergi dengan raut wajah yang gemetar dan penuh dengan kemarahan, sebab rasa tidak percaya menjalar disetiap tubuhnya.

"Pah, mau ke mana?" tanya wanita paruh baya yang sama sekali tidak digubris oleh suaminya.

Wanita itu menjadi cemas sendiri menatap wajah sang suami yang dilanda besar-besaran amarah. Ia memegangi bagian detak jantungnya. "Ada apa ini sebenarnya?"

"Papah kenapa Mah?" tanya anak lelaki berumur 8 tahun.

Alisha, ibu dari anak itu memilih berjongkok lalu mengusap kepala sang anak dengan sayang.

"Papah nggak papa kok Nak, mungkin dia lagi ada masalah di kantor, kita do'akan saja agar tidak terjadi apa-apa ya."

Arsen yang tidak tau apa-apa hanya mampu menganggukkan kepala saja. Mamah Alisha pun tersenyum menyaksikan itu. Namun dibalik senyumannya terdapat kekhawatiran yang kuat untuk suaminya.

Alisha sebelumnya tidak pernah melihat suaminya bisa semarah dan sepanik ini, apalagi waktu ia bertanya, suaminya tidak mau menjawab.

Di sisi lain Erick dilanda oleh kecemasan. Otaknya sudah tidak bisa berkerja baik lagi selepas menerima kabar buruk dari seketaris orang kepercayaannya barusan.

"Selamat datang Tuan Erick," ujar salah satu orang menyambut di ambang pintu kantor sembari menundukkan mata, takut menatap wajah Erick saat ini.

"Di mana Damar?" Erick bertanya dengan suara lantang sehingga orang-orang yang berada di sekitar sana dilanda kepanikan, takut akan jabatan mereka saat ini terancam jika sampai tidak menjawab pertanyaan dari bos besar mereka.

"Saya tanya sama kalian, di mana Damar!!" Erick bertanya sekali lagi penuh dengan tekanan.

"Maaf Tuan. Damar sudah pergi membawa semua uang perusahaan." Salah satu orang memberanikan diri menjawab.

"Sial!"

Erick berdecak kesal, pikirannya kacau. Ia berlari menuju ke ruangan pribadinya yang berada di lantai atas, orang-orang di lantai bawah benar-benar panik melihat bos besar mereka marah seperti ini.

"Gawat, bisa-bisa kita dipecat dari perusahaan ini," ucap salah satu karyawan di lantai bawah.

"Benar, sepertinya kita sudah tidak diperlukan lagi di sini, karena perusahaan ini sebentar lagi akan bangkrut," sahut karyawan yang lain.

"Memang ya, benar-benar Si Damar kurang ajar, sudah enak-enak Bos mempercayakan dia, dia malah menghianati kepercayaan itu." Mereka semua menggelengkan kepalanya saja terheran-heran dengan semua itu.

Brak!

Erick membuka pintu ruang kerjanya sangat kasar, sehingga pintu itu tidak bisa lagi menolak tendangan kaki sang pelaku, sehingga pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Mata Erick menatap ke sekelilingnya, semua berhamburan. Berkas-berkas kerja yang ia susun rapi kini berkeleleran di bawah lantai tak menemukan gabungan dari halaman berikutnya.

Namun Erick tidak menghiraukan itu, ia berjalan menuju ke arah brangkas rahasia yang ia simpan dengan sebaik mungkin dan tidak ada satu orang pun yang tahu akan brangkas itu.

Berharap isi dari dalam sana masih utuh. Namun nyatanya salah. Erick menatap brankas itu yang sudah terbuka lebar. Menatap isi dalam brankas sudah kosong habis.

"ARGH!!" Erick memukul brankas itu sangat keras. Harapan satu-satunya perusahaan ini ada dalam brankas itu, semua berkas-berkas penting perusahaan ini ada pada brankas itu termasuk sertifikat pemilik perusahaan.

"Kurang ajar kamu Damar! Saya sudah percaya sama kamu tapi apa yang saya dapat. Sial!" Erick mengacak-acak rambutnya frustasi. Berjalan ke sana dan kemari berharap dapat menemukan jalan keluar dari masalah ini.

Semua uang perusahaan sudah dibawa lari oleh Damar, begitupun juga dengan uang yang ada di dalam brankas, semuanya telah habis dibawa semuanya. Hanya Damar saja yang tau tentang kode itu, tetapi sepertinya Erick salah mempercayakan semua kepada Damar sahabat kecilnya.

Pikiran Erick benar-benar kacau saat ini. Memikirkan bagaimana nasib perusahaan ini di masa datang, lalu apa yang akan ia lakukan kepada karyawan-karyawan di sini? Mereka juga membutuhkan gaji mereka, tetapi semua uang perusahaan telah dirampas habis.

"Argh!"

Bug... Bug...

Erick memukul tembok ruangannya untuk meluapkan rasa emosi dalam dirinya, melampiaskan semua yang ia rasakan pada dinding itu.

"Permisi Tuan..."

Mata Erick langsung menoleh ke sumber suara. Mata memerah itu menatap seseorang yang ada di ambang pintu.

"Maaf saya telah menggaggu waktu Tuan, tapi saya ingin memberikan ini." Orang itu menyodorkan sebuah map coklat berada ditangannya.

Erick berusaha mengendalikan diri, berulang kali ia menarik nafas dan menghembuskan. Erick menerima map itu laku membukanya.

"Pergilah.." mendengar perintah dari Tuan Erick seorang Bos besar di perusahaan ini membuat orang itu langsung menurut.

Dengan tangan gemetar, ada banyak sekali darah yang bercucuran ditangan Erick selepas menghantam dinding tak bersalah itu, ia membuka map coklat barusan dibawakan oleh karyawannya.

Mata Erick semakin memanas selepas membaca isi surat itu. Erick mengepalkan tangannya sangat kuat, sehingga kertas itu kusut ditangan Erick.

"Awas saja kamu Damar! Saya akan mencari kamu hingga ke ujung bumi sekalipun!" Erick membuang ke sembarangan tempat kertas yang barusan ia baca.

Ia berjalan menuju ke kursi besarnya, yang biasa ia duduki saat jam kerja. Berusaha memejamkan mata sekejap untuk mendapatkan ketenangan dalam pikiran yang kini sedang kacau.

Baru beberapa detik kemudian, mata Erick kembali terbuka mendapati handpone miliknya berbunyi.

Erick melihat dan membaca siapa yang sudah menggaggu dirinya di saat seperti ini. "Alisha..."

Erick langsung menjawab telpon itu dan menempelkan handphone itu ditelinga nya.

"Pah, bisa pulang sekarang tidak, di rumah ada dua orang katanya dari pihak bank yang mau mengambil rumah kita, Pah." Ujar Alisha diserang sana diiringi isakan tangis.

Deg...

Terdengar suara kecemasan dari sang istri membuat Erick semakin memanas. Mendengar apa yang barusan dikatakan Alisha istrinya jauh membuat Erick sangat terkejut.

Erick menganggukkan kepalanya. "Iya-iya, saya pulang sekarang!" Setelah menjawab itu, Erick langsung mengakhirinya.

Erick langsung bergegas menuju luar ruangannya. Berlari menuju mobil yang tadi ia parkirkan disembarang tempat.

"Tuan... Anda masih belum menandatangani berkas meeting hari ini dengan perusahaan waktu itu," salah satu karyawan menghentikan langkah Erick.

"Kasih tau mereka, kita tunda dulu meeting itu, tapi jangan bilang sama mereka kalo kita lagi ada masalah di perusahaan!"

"Ta-tapi Tuan...-

"Saya tidak punya waktu banyak lagi, saya buru-buru." Erick memotong ucapan karyawannya dan segera bergegas menuju dalam mobil.

Setelah Erick masuk ke dalam mobil, sang sopir langsung menutup kembali pintu itu.

"Sedikit cepat ya Pak!"

"Siap Tuan."

Pikiran Erick benar-benar kacau saat ini. Apalagi mendengar ada pihak bank yang datang ke rumahnya. Untuk apa mereka datang ke sana?

"Saya harap masalah ini cukup di sini saja," batin Erick penuh pengharapan.

Bersambung...