webnovel

SEIN KIRI, BELOK KANAN

Hallo, terima kasih buat yang tetap setia baca meski udah digembok... insyaallah cerita ini kuupadate 3 bab sehari. ------------ Kisah cinta Nada, yang akhirnya berbelok arah. Ia menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan Aldo, tapi, tak kunjung dinikahi, sementara kedua orangtuanya sudah sangat resah mengingat usia yang semakin matang. Di perjalanan, ia malah dijodohkan dengan Alan, sosok yang dibenci. Pertemuan mereka diawali insiden menyebalkan, yang membuat Nada tak pernah bisa ikhlas menerima perjodohan dengannya. Pada akhirnya, Nada tidak mampu membantah orangtua, terutama Ayahnya sendiri. Menikah dengan orang yang dibenci, lantas meninggalkan sosok yang dicintai. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Alan menaklukkan hati Nada, atau malah melepas Nada di tengah jalan demi bersama Aldo.

da_pink · Teen
Not enough ratings
219 Chs

JANGAN TERLALU BENCI

Sejak tiga hari lalu, aku ke kantor emang naik angkutan umum, pulangnya dijemput Aldo, tapi diturunin di ujung gang, dia masih belum siap ketemu Ayah.

Aku udah nunggu Aldo di depan kantor. Kalau di lingkungan tempat kerja, semua juga udah pada tahu, kalau aku ini punya pacar. Namanya Aldo Adinata, teman kuliah dulu, sama-sama saling suka dan memendam rasa, tapi baru terungkap pas udah lulus. Berkat Ina, dicurhatin sama Aldo, dia nyampain ke aku. Ya udah, dicomblangin. Kita resmi nge-date empat tahun lalu. 

Aldo ini ganteng sebenernya, cuma makin ke sini, style dia makin urakan aja, rambut digondrongin, trus diiket ke atas, gaya man bun gitu. Muka juga kusam, kebanyakan begadang malam, soalnya kan dia musisi sekaligus youtuber, follower dia juga udah jutaan kalo nggak salah. Jadi, penghasilannya, ya dari honor youtube sama nyanyi dari cafe ke cafe. 

Pas dia nyanyi, emang ada tim yang dibawa, bantu ngerekam, buat dijadiin konten. Kadang sesekali, dia juga iseng bikin konten nge-prank orang, cewek-cewek, awal nyanyi suaranya dijelek-jelekkin, trus di akhir entar baru suara aslinya di keluarin. Dan itu sukses bikin baper cewek-cewek dan mancing rasa cemburu aku. Tapi, sebagai pacar yang baik, aku paham aja, kalo itu cuma kerjaan dia semata. Ya udah, woles.

Aldo udah datang, aku ngelambai ke Cici, pamit duluan. 

"Hei." 

Seperti biasa Aldo bakal nyapa aku gitu tiap baru ketemu.

"Hai."

Ya aku ngikut.

"Kita makan dulu, ya."

Aku ngangguk aja. Tiga hari ini, dia emang selalu ngajak makan sebelum ngantar pulang. 

Kami udah memasuki sebuah restoran cepat saji. Dan juga udah ada makanan di depan kami. 

"Gimana kerjaan kamu tadi?"

Aldo care, dan aku suka itu. Inilah sebabnya kenapa sampai saat ini, meski pun dia belum juga memantapkan hati ketemu sama Ayah buat melamar, aku tetap setia menanti, sampai dia siap. Sebab, nggak ada cowok lain yang kelihatan bisa gantikan sikap kepedulian dia ini. 

"Biasa, banyak laporan klaim. Gitu-gitu aja sih."

"Trus Pak Bengis gimana?"

Aku tersedak, bukan karena dia ngomong soal si Bengis, tapi pas liat sialan eh kepeleset terus, si Alan masuk ke tempat yang sama denganku. 

Dia nggak sendiri, ada cowok yang ikutin di belakang. 

"Kamu kenapa, Nad?" 

Buru-buru kuambil minuman di hadapan, dan menyeruputnya.

"Pelan-pelan minumnya, nanti malah keselek."

Iya, iya tahu kok. 

Sekali lagi kulirik ke arah mereka, ih beneran si Alan. 

"Kamu lihat itu, cowok yang lagi antri di depan kasir," bisikku ke Aldo, yang duduk di hadapan. Sengaja kumajukan tubuhku sedikit. Aldo juga gitu.

"Eh, entar aja lihatnya," tegahku ke Aldo, yang tadinya mau mutar kepala ke arah petunjukku tadi. 

"Dia cowok yang aku ceritain waktu itu."

Aku mundurkan lagi tubuhku, Aldo juga ngikut. 

Dia lalu pura-pura noleh ke arah Alan dan temennya. 

"Yang agak tinggi ya?" tanya Aldo dengan gaya santai. 

Aku mengangguk sambil terus mencubit daging ayam yang kupesan.

"Ganteng. Emang kamu nggak naksir?"

Pertanyaan seperti apa itu? Padahal dia kan cowokku, masa enteng banget ngomong begitu. Dia kira semudah itu aku berpaling hati.

"Apaan sih, Al?"

Aldo cuma tersenyum aja menanggapi gerutuku.

"Trus gimana bentuk tanggung jawab dari dia?"

Aku mengangkat bahu. Boro-boro, motor aja Ayah yang minta orang bengkel deket sana jemput ke rumah, sekalian di service, trus dipoles lagi. 

"Mana ada, orang kaya gitu mah, nggak bertanggung jawab, malang banget itu yang jadi pacar atau istrinya. Pasti ditelantarin sama dia."

Aldo cuma tersenyum dikit aja dengerin ungkapan kebencianku ke orang di seberang sana. 

"Atau jangan-jangan dia malah nggak punya  cewek  atau istri. Tapi, cowok. Kayak yang lagi sama dia. Hiy, zaman sekarang kan emang gitu. Tipikal kayak dia itu, kelihatan perfect di mata cewek, tau-tau bengkok."

Ya Allah, pedes banget mulutku, lebih hot dari bon cabe, ngatain orang nggak kira-kira di depan cowok sendiri lagi. Malah Aldo kayak ngebiarin aja, dari tadi cuma senyam-senyum nggak jelas. 

"Kenapa sih kayak nggak suka banget sama dia?" 

Aldo masih aja nanya kenapa, padahal tiga hari ini, tiap ketemu dia, bahasannya si Alan aja terus, gimana besarnya rasa sakit hati aku sama dia. Dan sore ini, dia masih nanya. 

"Setiap aku cerita kamu bener-bener denger nggak sih? Masih nanya aja."

Jelas aku sebel dong. Percuma aja cerita terus, tapi, nggak didengerin. 

"Ya aku denger. Cuma aneh aja, kok kamu sampai segitu bencinya. Kamu kan nggak apa-apa, lagi pula kata kamu, Ayah ternyata juga kenal dia. Harusnya, itu bisa jadi alasan buat kamu berdamai dengan hati, supaya nggak benci terlalu berlebihan sama dia."

Aldo ngomong apa sih? Aneh!

"Aku kan udah bilang, dia udah nyelakain aku, trus seenaknya ninggalin gitu aja. Kalau nggak ada Mas-mas yang lewat waktu itu, entah gimana nasib aku di jalanan. Kamu sih, kalau pagi susah banget dihubungin."

Aldo tertawa sarkas, "Kok jadi bawa-bawa aku?"

"Kalau ada kamu kan, minimal masih ada tempat bersandar buat aku."

"Udahlah, Nad. Dibawa santai aja lagi."

Aldo beranjak untuk mencuci tangan. 

Dan aku nggak sengaja noleh ke arah Alan, dia juga lagi lihat aku ternyata. Shit! Jangan sampai dia kasih tahu Ayah. Eh, tapi apa untungnya buat dia? Kalau dia emang cowok ember! Ah, nggak ah! 

Kenapa jadi kacau gini sich suasana hati? 

Aldo kembali duduk. "Dia liatin kamu," katanya sambil mengeringkan tangan dengan tisu. 

"Bodo, biarin aja. Aku sumpahin matanya julid!"

"Nggak boleh gitu, nyumpahin orang nggak baik."

"Abisnya aku benci banget sama dia."

"Jangan terlalu benci, nanti jadi cinta."

Kata-kata Aldo barusan membuatku tercenung. Masa sih!

------------