webnovel

Kasus Pertama

"Ayah, Ibu," teriaknya histeris seraya terduduk dengan buliran bening yang jatuh membasahi pipinya.

"Apakah anda adalah putrinya?" tanya Reno lagi sambil memandangi wajahnya yang begitu sama dengan foto yang dilihatnya tadi.

"Iya, aku putrinya," jawabnya sambil menganggukkan kepala.

****

Empat tahun berlalu begitu cepat, dengan nilai yang terbaik Gladis lulus di akademi kepolisian, berjuang sendirian sambil bekerja paruh waktu dan sekolah membuatnya menjadi seorang gadis yang kuat dan mandiri karena hidup sebatang kara tanpa sanak dan saudara, ia harus tetap bertahan.

Melintasi jalan raya dengan kecepatan tinggi seraya mengejar seorang penyelundup gadis dibawah umur dan menjualnya ke luar negeri, di waktu yang bersamaan tanpa sengaja mengejar pria berambut panjang itu Gladis bertabrakan dengan seorang pria yang sangat dikenalnya, meski pria itu tidak mengenalnya lagi.

"Jangan coba lari," ucap Gladis sambil memukul perutnya dan membuatnya babak belur.

Terkenal dengan karate yang hebat dan mendapat sabuk hitam terbaik perempuan itu langsung menjatuhkan lawan sehingga membuat seorang pria tadi terpelongoh kaget melihatnya.

"Cepat bawa dia," ucapnya sambil memerintah seorang polisi di sampingnya karena telah siap membawa pelaku.

Pria yang sejak tadi kaget dibuatnya pun memberanikan diri untuk bertanya. "Siapa kau sebenarnya?" Perempuan bersanggul dan berlesung pipi yang mengenakan seragam polisi di negara K langsung menjawab, "Lapor, Pak! Perkenalkan namaku Gladis Maharani, aku adalah seorang anggota kepolisian yang bertugas di sini, " tuturnya memberi hormat.

"Pantas saja, kau begitu antusias sekali untuk memukul pria tadi," ucap Daniel tersenyum.

Gladis tersenyum geli mendengar ucapan pria itu, berjalan mendekati pria berkumis tipis itu membuat Gladis teringat dengan kisah empat tahun yang lalu.

"Bagaimana kau bisa tahu bahwa pria itu adalah pelakunya?" tanya Daniel ingin tahu.

"Sudah lama sekali kami mencarinya dan selalu saja meloloskan diri dan hari ini dia harus ditangkap karena sudah banyak sekali korban dari pria itu."

"Iya, kau benar! Sudah satu bulan ini kami pun menyelidikinya dan ternyata pria itu adalah penyalur yang menjual anak-anak dibawah umur untuk dijadikan sebagai wanita malam di sebuah club."

"Bagaimana kau bisa tahu hal ini?" tanya Daniel sangat bingung seraya tersenyum.

Gadis itu menjawab, "Kami memiliki seseorang informan dan pria tadi adalah satu akar yang akan membawa kita kepada penyelundupnya," ujar Gladis sangat yakin.

"Semoga saja kita bisa menemukan dalang dari semua ini," timpal gadis itu tersenyum.

Setelah mereka memasukkan pria tadi ke dalam ruangan interogasi, Daniel langsung menghempaskan tubuhnya di atas kursi dan menatap pria itu dengan tajam. "Cepat beritahu aku? Siapa pelaku sebenarnya?" tanya Daniel dengan tegas.

"Akulah pelaku sesungguhnya," jawab pria itu tersenyum geli.

"Kau tak perlu berbohong lagi di depanku, jika tidak aku akan--" Daniel menarik kerah baju pria itu karena selalu saja bertele-tele menjawab pertanyaannya.

Pria itu tersenyum lagi, hal itu membuat Daniel menjadi naik pitam hingga dia langsung menarik kerah pria itu dan mendorongnya seraya berkata, "Apakah aku harus membawa istrimu untuk datang ke sini dan bilang padanya bahwa kau telah ikut dalam aksi penculikan itu?"

Mendengar polisi itu menyebutkan istrinya membuat tersangka tadi terdiam dan menelan salivanya, "Aku mohon, jangan bawa-bawa istriku yang sedang sakit parah dan aku terpaksa melakukan ini," tandasnya berlutut di kaki Daniel.

"Jika kau tidak ingin istrimu sampai tahu hal ini, maka jujurlah dengan pihak kepolisian, siapa yang telah menyuruhmu untuk melakukan ini?" tawar Daniel mengajak pria itu bernegoisasi.

Tanpa berpikir panjang lagi tersangka itu langsung memberitahu bahwa malam ini para gadis yang telah diculik akan dipindahkan ke sebuah tempat dan akan dibawa ke luar negeri, tak perlu waktu lama, Daniel langsung menyusun rencana untuk menuju ke tempat yang telah disebutkan tersangka tadi.

"Kalian telah bersiap," ucap Daniel sambil menelpon anak buahnya.

"Siap, Pak," jawab anak buahnya.

Benar saja, mereka menemukan tempat penyekapan para gadis dibawah umur tadi, berjalan mengendap-ngendap Daniel dan dua anak buahnya sampai di tempat itu dan membekuk para penjaga pintu dengan alat setrum mereka agar tidak mengeluarkan suara.

"Aku harap kalian semua diam!" seru Daniel sambil menutup bibirnya dengan satu jarinya menatap para korban.

Dua anak buahnya melepaskan ikatan di kaki dan tangan 12 orang gadis belia itu dan membawa mereka keluar dari tempat itu. Tiba-tiba saja ponsel Daniel berdering dan satu pesan masuk.

[Hati-hati, sebentar lagi mobil itu akan memasuki gudang pabrik.]

Isi pesan itu membuatnya sedikit panik karena mereka baru saja bisa melepaskan 12 gadis belia itu. Namun, siapa sangka di saat hendak keluar, ada satu penjaga dari musuh yang baru saja datang dan langsung membunyikan pistolnya.

Dorr!!

"Gawat," decak Daniel langsung melemparkan kursi yang ada di sampingnya ke arah pria bontet itu.

"Aw," teriak pria itu dan langsung meninju perutnya, dadanya hingga dia jatuh di lantai

Brukk.

"Sebaiknya mulutmu diam sebelum pistol ini aku arahkan di kepalamu, " bisik Daniel di telinganya.

Menggerakan tangannya bertanda maju, dua anak buahnya membimbing 12 korban tadi untuk berjalan pelan keluar gudang karena mereka telah menyiapkan mobil.

"Boy, kau pergilah bersama sopir itu, nanti di persimpangan jalan akan ada mobil polisi patroli yang akan mengikuti kalian dari belakang, jika terjadi sesuatu segera telpon aku," tuturnya memberitahu.

"Baik, Pak," jawabnya mengangguk.

Namun, merasa situasi yang tidak memungkinkan, Daniel pun menyuruh Reno untuk menemani Boy, "Tapi, Pak, aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian?" tanyanya ingin menolak.

"Dengarkan aku, nyawa korban ini lebih penting daripada nyawaku, cepat," teriak Daniel dengan intonasi tinggi.

Reno terpaksa mengikuti perintah atasannya, meski dia sangat mengkhawatirkan Daniel. Tak lama terdengar sebuah mobil datang dan langkah seseorang terdengar di telinga Daniel, seorang pria bertubuh kekar dengan tahi lalat di hidungnya, dan kepalanya yang botak merasa kesal ketika mendapati anak buahnya sudah tak berdaya di lantai dan tawanan mereka juga hilang.

"Siapa yang telah melakukan ini?" teriak pria itu sehingga membuat lima anak buahnya langsung mendekatinya.

"Cepat, kalian cari tahu! Di mana semua tawananku sekarang!" tambahnya lagi dengan tatapan yang nanar.

"Baik, Pak," jawab anak buahnya mengangguk dan pergi dari tempat itu.

Merasa ada seseorang di balik pintu, pria botak itu langsung melemparkan sebuah pisau yang ada di pinggangnya ke arah Daniel. "Siapa kau?" tanyanya sembari memutar tubuhnya.

"Ternyata pendengaranmu tajam juga," jawab Daniel bukan menjawab pertanyaannya.

Dia langsung mengarahkan tinjunya ke arah pria botak itu dan mereka saling berkelahi satu sama lain, terkadang pria botak itu kalah, tetapi terkadang juga Daniel kalah karena mereka sama-sama kuat hingga dia membuat si botak ambruk karena pukulan yang bertubi-tubi.

Seseorang dari belakang memukul punggung Daniel dengan sangat kuat hingga dia juga ikutan ambruk ke lantai.