webnovel

Kayana Group

Hari ini Melody membuat sarapannya sendiri, toast dan sup jagung menjadi pilihannya. Pas dengan cuaca pagi ini yang mendung. Keluar dari apartemennya, ia melangkahkan kakinya menuju parkiran khusus member apartemen.

Melody menuju kantornya, mobil Honda Jazz warna kuning ini sudah dua tahun menemani perjalanan karirnya di PP Engineering. Setelah bertemu dengan Reza dan Hidayat di kantor, mereka meluncur ke kantor Kayana Group.

"Bapak udah baikan? Siapa yang jaga?" Melody menanyakan kondisi Hermawan kepada Reza, anaknya.

"Udah mendingan, sama Mama lagi nunggu hasil pemeriksaan dokter, kalau gak ada masalah, sore udah boleh pulang," kata Reza menjelaskan.

Mereka sedang berbincang di lobby sambil menunggu Yanto, sopir kantor yang akan mengantarkan mereka sedang mengambil salah satu mobil di garasi kantor tersebut.

"Satu mobil aja neh ceritanya?" Melody melihat Outlander putih yang dikemudikan oleh Yanto sudah berada di depan lobby.

"Iya, biar gak ribet juga, ayo." Reza diikuti yang lain masuk ke mobil dan meluncur ke kantor Kayana Group. Sebuah gedung perkantoran di daerah Grogol.

Gedung Kayana Group terdiri dari delapan lantai, perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Melody yang pagi itu mengenakan setelan blazer dan celana kain berwarna hitam lengkap dengan tote bag berwarna cerahnya melenggang dengan anggun memasuki gedung tersebut.

"Selamat pagi semua, silahkan duduk. Sebentar lagi Pak Panji akan hadir bersama kita," ucap Joni, asisten pribadi Panji.

Mereka disambut oleh Joni dan mengajak langsung ke ruang meeting. Tak lama kemudian, Panji yang datang bersama sekretarisnya Nanik dan Manager Produksi Wahyu menyapa tamunya satu per satu.

"Langsung saja dimulai, silahkan Pak Hidayat," kata Nanik memulai acara.

Hidayat sebagai Manager Produksi memberikan presentasinya, mengenai material yang dipakai dan design tangki yang diminta Kayana. Panji memperhatikan dengan seksama penjelasan Hidayat dan membuat catatan kecil di tabletnya.

"Deal pakai 316 yang 3 mm ya?" tanya Panji setelah Hidayat menyelesaikan presentasi.

"Betul Pak, saya sudah koordinasi dengan tim Pak Wahyu," jawab Hidayat tanpa ragu.

"Oke, silahkan lanjutkan berkoordinasi perkara payment saya sudah note di email terakhir. Dan saya mohon kerjasamanya karena ini produk minuman air mineral kemasan, tolong dijaga kualitas materialnya," kata Panji menutup meeting tersebut.

Acara tersebut diakhiri dengan jamuan makan siang oleh pihak Kayana, Wahyu terlihat berbincang dengan Hidayat dan Reza mengenai mekanisme pekerjaan dan Melody sedang berbincang di sudut ruangan tersebut dengan Panji dan Joni.

"Jadi tidak masalah ya Pak mengenai mekanisme pembayaran?" Melody sekali lagi memastikan kepada pemilik perusahaan.

"Tentu, tidak masalah buat saya, karena memang ini projects besar, saya memahami," jawab Panji kepada Melody.

"Terima kasih, Pak. Saya harap kedepannya akan ada kerjasama lain buat PP," sahut Melody dengan menyunggingkan senyum manisnya.

"Tentu, Mbak. Pak Panji sudah siapkan orderan lanjutan setelah memastikan project air mineral ini berjalan lancar," Joni bersemangat menjawab pertanyaan Melody.

Panji tanpa sepengetahuan Melody memperhatikan penampilannya, dari bawah sampai atas ia meneliti penampilan gadis itu. Melody yang memang berkulit putih bersih menarik perhatiannya. Sederhana namun tetap menunjukkan kelasnya sebagai seorang Manajer memukau seorang Panji yang notabene dapat dengan mudah mencari perempuan cantik dan seksi.

"Pak, jangan dilihat terus. Masih jomblo ya pepet aja Pak," kata Joni menggoda atasannya. Ia menyenggol lengan Panji yang memperhatikan Melody yang sudah bergabung dengan rekannya untuk makan siang.

"Pepat pepet, kamu pikir dia mau sama aki-aki model saya?" Panji menghardik Joni yang terkikik geli memperhatikan atasannya.

"Mana tahu kalau gak dicoba, Pak. Mumpung belum ada yang punya, masih terbuka kesempatan, Pak." Joni mulai memprovokasinya.

"Kerja, Jon. Saya harus pastikan lagi latar belakangnya, kamu sudah tahu bukan?" Panji mengangkat alisnya memberi kode asistennya.

"Siap yang mulia," jawab Joni lalu melenggang mengambil makanan penutup.

Panji dan Melody terlibat obrolan serius mengenai perusahaan, hingga waktu menunjukkan pukul dua siang, rombongan PP Engineering berpamitan kepada Panji untuk kembali ke kantor.

"Kami tunggu purchase order nya Pak Panji, terima kasih jamuannya." Reza berpamitan kepada Panji diikuti oleh Melody dan Hidayat.

"Sama-sama, segera kami kirim file nya." Panji menjabat tangan Reza dan tim nya sebelum mereka meninggalkan gedung Kayana Group.

"Gak nyangka, karena seorang Manajer, Pak Panji rela sampai nganterin ke lobby perusahaan, ck!" Joni menyindir atasannya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Keduanya sudah berada di dalam lift khusus untuk direksi.

"Berisik! Kamu kurang kerjaan apa gimana?" Panji menatapnya tajam.

"Saya tahu anda tertarik sama Mbak Melody, cara pandangnya beda." Joni membukakan pintu ruangan untuk Panji.

"Ya berarti, kamu sudah tahu harus bertindak apa, bukan?" Panji yang sudah duduk di kursi kebesarannya terkekeh dengan kejelian asistennya.

"Sudah jalan, Pak. Tunggu hasil dari saya dua atau tiga hari lagi." Joni memang sedang mencari tahu latar belakang Melody dan kehidupan pribadinya.

"Jangan lupa kirim file purchase order ke PP Engineering, saya sudah janji ke Melody akan kirim segera," titah Panji kepadanya.

"Sedang disiapkan Pak, sore ini bisa di submit ke PP langsung." Joni menunjukkan draft kerjasama dua perusahaan yang harus ditandatangani secara online.

"Done, kirim sekarang, Jon." Panji sudah menandatangani dokumen tersebut. Ia melirik jarum jam yang sudah menunjukkan jam empat sore.

"Oke, sepertinya anda pulang sore?" Joni melihat gelagat atasannya yang sedang berbalas pesan singkat dengan seseorang.

"Iya, saya mau jemput Mama ke bandara dan tolong pastikan wanita-wanita di buku kontak itu tidak menggangguku!" Panji menyerahkan salah satu ponselnya kepada Joni.

"Terus saya jawab apa Pak?" Joni bertanya bingung bagaimana cara mengatasi para wanita yang memuja atasannya.

"Urusan kamu, ide dari kamu dan sekarang waktunya kamu tanggung jawab, saya pulang dulu," Panji menepuk pundak Joni yang menatap nanar ponsel tersebut.

"Mampus Lo, Jon!" seru Joni dalam hati.

Ia mengabaikan atasannya yang sudah menghilang dari pandangannya. Joni kembali ke ruangannya setelah berpikir beberapa saat. Sempat berpapasan dengan Manager HRD yang sudah menjadi rahasia umum jika menyukai Panji.

"Sore, Pak Joni." Cilla menyapanya. Wanita cantik itu tetap menebarkan pesonanya walaupun tahu Panji tidak akan tertarik kepadanya.

"Pak Panji udah pulang, itu lipstik gak salah? Habis makan darah dimana kamu?" Joni menggoda Cilla yang sedang berjalan menuju pantry.

"Gak mau jawab, gak nyariin juga!" seru Cilla sambil melenggang meninggalkan Joni yang sedang terpaku di depan ruangannya menatap penampilan Cilla yang membuat sakit mata bagi yang melihatnya.

"Gimana Pak Panji mau suka, penampilannya udah kayak badut Ancol," gumam Joni masuk ke ruangannya. Mengabaikan Cilla yang kesal dengan ucapannya.