webnovel

Pembinaan (1)

"Kira-kira dong kalau bersin!" protes Yohan antara jijik dan marah sambil mengusap-usap wajahnya. 'Cantik-cantik tapi jorok,' batin Yohan dalam hati.

"Sori, mungkin sedang ada yang membicarakan aku." Kaluna beralasan sembari mengusap hidungnya.

"Yang benar saja," sungut Yohan sambil pergi ke kelasnya sendiri.

Kaluna mengangkat bahu dan membiarkan Yohan menyingkir dari hadapannya. Sulit dikatakan apakah mereka kini berteman atau tidak sejak peristiwa perkelahian yang terjadi beberapa hari yang lalu.

"Kaluna, bel sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu." Estefan yang kebetulan lewat seketika menegur salah satu muridnya yang masih santai duduk di luar kelas.

"Iya Pak," sahut Kaluna sambil menoleh. "Saya menyusul saja nanti."

Estefan geleng-geleng kepala dan berpikir bahwa Kaluna pantas mendapatkan bimbingan khusus terkait kelakuannya yang sesuka hati.

Kaluna masuk kelas setelah bosan bermain ponsel di luar. Guru yang sedang mengajar memilih untuk membiarkan Kaluna lewat di depannya daripada memberikan teguran yang berakhir dengan senyuman manis di sudut bibir cewek itu.

Karena hampir seluruh guru di SMA Oasis tahu bahwa Kaluna akan senang hati dikeluarkan dari kelas daripada mengikuti pelajaran sepanjang hari.

Kaluna dengan santai duduk di kursinya, tapi dia tidak mau susah-susah memperhatikan materi pelajaran kesenian yang sedang berlangsung. Cewek itu lebih tertarik untuk mencoreti bukunya dengan tulisan-tulisan cakar ayam tidak berfaedah tanpa berkata apa-apa.

Beberapa guru mulai mendesak Estefan untuk menindak tegas Kaluna, atau setidaknya memberinya pembinaan khusus karena dia adalah wali kelas yang punya kewenangan besar untuk mengubah kelakuan Kaluna.

"Saya mau bertemu dengan orang tua kamu," kata Estefan tegas kepada Kaluna ketika jam pulang sekolah. Beberapa murid yang menyadari kedatangan wali kelas mereka buru-buru angkat kaki secepatnya dari ruangan dan meninggalkan Kaluna sendirian bersama Estefan.

"Orang tua saya tidak ada, Pak." Kaluna berkata jujur. "Bagaimana kalau sama tante saya saja?"

"Jangan menawar," sahut Estefan datar. "Besok pagi saya tunggu kehadiran orang tua kamu di kantor guru."

Kaluna menarik napas.

"Saya serius, orang tua saya tidak ada." Dia menjelaskan sambil memandang Estefan. "Kalau Pak Guru mau bertemu, itu juga percuma karena Bapak cuma akan bertemu sama papan nisan ayah dan ibu saya."

Estefan tertegun mendengar penjelasan yang dilontarkan Kaluna kepadanya.

"Kamu yatim piatu?" tanya Estefan dengan nada berubah sedikit. "Orang tua kamu sudah meninggal?"

Kaluna mengangguk membenarkan.

"Besok saya akan minta tante saya untuk datang ke sekolah dan menemui Pak Guru," katanya sambil bersiap pergi. "Saya permisi, Pak."

Estefan tidak menjawab dan membiarkan Kaluna pergi meninggalkan dirinya di kelas. Kini dia mulai menemukan secercah titik terang yang menyebabkan salah satu anak kelasnya bisa senakal itu.

***

"Lun, kamu disuruh ke ruang BK nanti jam istirahat." Kiki memberi tahu saat pergantian jam pelajaran di kelas.

"Aku aja?" tanya Kaluna sambil menolehkan wajahnya.

Kiki menganggukkan kepalanya dan segera berlalu pergi.

Ketika jam istirahat tiba, Kaluna pergi ke ruang BK dengan malas-malasan. Dia sudah hampir dua bulan bersekolah di SMA Oasis, dan harapannya untuk segera hengkang dari sekolah semoga dikabulkan pada hari ini.

"Permisi?" ucap Kaluna sembari melangkah memasuki ruang BK yang pintunya terbuka sedikit. "Permisi, Bu? Pak?"

Tidak ada sahutan sama sekali, dan Kaluna dengan lancang tetap masuk ke dalam ruangan BK dan duduk di salah satu kursi.

"Katanya disuruh ke sini," gerutu Kaluna sembari duduk dengan menyilangkan kaki, membuat rok pendeknya sedikit tersingkap dan menampakkan pemandangan yang kurang pantas.

"Kaluna, apa-apaan cara kamu duduk itu?" Sebuah suara dingin tapi tegas membuat Kaluna menoleh dan melihat Estefan menusukkan tatapan tajamnya ke arah cewek itu. "Cepat turunkan kaki kamu."

Kaluna nyengir lebar dan langsung menurunkan kakinya hingga sejajar. Namun, kedua mata tajam Estefan masih mampu melihat rok yang dikenakan Kaluna terlalu pendek untuk batasan standar yang ditetapkan sekolah.

"Ganti seragam kamu," suruh Estefan sembari mengambilkan satu setel seragam lengkap yang tersimpan rapi di lemari dan mengulurkannya kepada Kaluna.

"Yang benar saja Pak," kilah Kaluna sambil mengermyit. "Ini saya kurang sopan bagaimana? Kemeja sama jas sudah lengkap, rok juga sesuai aturan ... Buat apa sih Bapak buang-buang seragam?"

Estefan tidak mengira jika Kaluna akan seberani itu berbicara dengan seorang guru. Pantas beberapa rekan kerjanya sampai hampir stres menghadapi kelakuan Kaluna yang seenaknya sendiri.

"Kamu saya beri waktu lima menit untuk ganti baju," perintah Estefan tegas. "Kalau tidak ...."

"Saya mau dikeluarkan dari sekolah?" sela Kaluna segera.

Estefan tertegun mendengar ucapan Kaluna, dari nada suaranya seakan-akan 'dikeluarkan' adalah salah satu cita-citanya yang belum kesampaian.

"Kamu berharap kalau saya akan mengeluarkan kamu dari sekolah?" komentar Estefan dengan nada dingin. "Saya akan pastikan kalau SMA Oasis berbeda dengan sekolah-sekolah kamu yang dulu. Sekarang cepat ganti baju, saya tunggu di luar."

Estefan menyerahkan satu setel seragam yang dibungkus plastik bening ke tangan Kaluna, setelah itu dia berjalan pergi untuk memberi kesempatan Kaluna berganti seragam.

Di luar, Estefan berdiri di depan pintu yang tertutup sambil melepas kacamatanya. Namun, dia tidak berani lama-lama karena takut kejadian yang dulu terulang kembali.

Saat salah seorang muridnya tiba-tiba menyatakan perasaan kepada Estefan dan tanpa pikir panjang dia langsung menolaknya detik itu juga.

"Kaluna, sudah selesai belum?" tanya Estefan sambil berbalik setelah dia mengenakan kacamatanya kembali.

Kaluna tidak menjawab panggilan Estefan, membuat guru muda itu tidak sabar dan memanggilnya lagi.

"Kaluna?"

Tetap tidak terdengar jawaban.

"Kaluna, jangan lama-lama!" Estefan membuka pintu ruang BK dan terkesiap saat melihat Kaluna tampil tak senonoh di hadapannya.

"Pak Guru, sabar sedikit kenapa sih?" komentar Kaluna dengan nada santai sementara satu tangannya sedang mengancingkan kancing kemeja putihnya satu per satu.

Estefan menahan diri untuk mengumpat dan dia cepat-cepat mengunci pintu rapat-rapat sebelum ada rekan guru yang lewat.

"Kamu mau bikin saya malu sebagai wali kelas kamu?" sembur Estefan dengan kedua mata berkilat tajam sementara Kaluna terlihat santai merapikan lengan kemejanya.

"Pakai rokmu sekarang," suruh Estefan tegas.

"Sabar dong, Pak ...."

"Kamu sengaja mengulur waktu?" tukas Estefan dingin. "Cepat pakai rok kamu sebelum Bu Sita datang untuk melakukan pembinaan terhadap kamu."

Kaluna menarik napas dengan wajah malas.

"Pembinaan apa lagi sih, Pak?" katanya sembari meraih rok yang diambilkan Estefan tadi. "Kalau Pak Guru mau mengeluarkan saya dari sekolah, silakan. Tidak usah lama-lama."

Estefan menyipitkan kedua matanya, seumur-umur baru kali ini dia bertemu murid perempuan yang kelakuannya seantik Kaluna.

Setelah Kaluna selesai mengenakan seragam lengkap, Estefan baru bersedia membuka pintu ruangan BK.

"Pak Stefan, Kaluna sudah datang?"

Betapa terkejutnya Estefan saat mendapati Bu Sita sudah berdiri di depan pintu saat dia membukanya lebar-lebar.

Bersambung -