webnovel

Secret Life of Aruna

Ini kisah Aruna, seorang gadis kelas tiga SMA jurusan bahasa. Berperawakan manis, dengan mata kecoklatan dan alis tipis di atasnya. Semua orang di sekolahnya merasa nyaman berteman dengannya. Selain pintar, aktif, suka menulis karya sastra, pemilik rambut lurus sebahu itu supel dan freandly. Semua tentang Aruna sudah menjadi buah bibir bagi orang-orang di sekolahnya. Hampir tidak ada yang tertutupi dalam kehidupannya. Namun, satu hal yang masih misteri, ialah soal asmara. Yah, ini tahun terakhir ia mengenyam pendidikan di SMA. Tak sekalipun ia terlibat isu percintaan.  Hal itu menimbulkam spekulasi beragam dari teman-temannya. Ada yang menduga Aruna hanya fokus pendidikan tuk mengejar cita-cita, ada juga yang mengira ia sudah punya pacar tapi disembunyikan, lain lagi Aruna dianggap sulit memilih lelaki. Dan, yang paling sadis, Aruna dituduh lesbi. Kisah Aruna ini tertuang dalam "Secret Life of Aruna" selamat menikmati...

Wicha_Setiawan · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Aruna Dan Puisi Rindu

Aruna, gadis kelas tiga SMA jurusan bahasa dan menjadi idola bagi para siswa di sekolahnya. Bukan hanya lelaki, bahkan banyak siswi lain yang merasa nyaman bergaul dengannya. Yah, selain memiliki paras yang cantik, Aruna juga berperangai supel.

Gadis berambut lurus sebahu itu memang selalu bisa beradaptasi dengan siapa ia bergaul. Murah senyum dan tidak sombong. Bayangkan saja, ia dikenal perfect dalam segala mata pelajaran, apalagi ia juga aktif menulis sastra, yang kerapkali menghiasi majalah dinding di sekolahnya.

Tapi, di balik sikap friendly, ada satu hal yang masih misterius dalam dirinya. Yakni, soal asmara. Selama ini, Aruna tidak pernah terlibat isu percintaan di sekolahnya. Hal itu membuat bermacam spekulasi di antara teman-temannya. 

Ada yang menduga Aruna orangnya prinsipel fokus sekolah untuk mengejar cita-cita, pula ada yang menebak sebenarnya sudah punya pacar tapi disembunyikan. Lebih dari itu, pendapat lain Aruna bingung memilih karena hampir semua siswa menaruh harap menjadi kekasihnya. Yang lebih sadis lagi, Aruna dituduh lesbi. Eh...

Bel berbunyi tepat di angka 10.15 wib, Bu Endang, guru Bahasa Indonesia memungkasi pelajaran karena jam istirahat tiba. Dan semua siswa di kelas menutup bukunya. Sebagian menaruhnya ke dalam tas, dan yang lain meletakkan ke laci meja. Aruna yang duduk di bangku nomer dua dari depan, dekat jendela, justru mengambil kertas dari dalam tasnya. Itu adalah puisi  karyanya yang akan diserahkan ke OSIS untuk mading edisi bulan ini.

Aruna berjalan keluar kelas ke arah kantor OSIS. Beberapa siswa lain yang sedang beristirahat di taman sekolah menyapanya, selebihnya ada yang meliriknya diam-diam sambil mengaguminya.

"Ini tulisan untuk mading edisi kali ini," Aruna menyodorkan karyanya kepada beberapa anggota OSIS yang berada di kantor. Satu diantaranya memanggil Arupalaka Arya, sang ketua OSIS. Siswa yang akrab disapa Kaka itu sudah lama mengagumi Aruna. Tapi tidak pernah mengutarakan langsung kepada Aruna.

"Iya, karyamu kami terima. Oh iya, terimakasih atas partisipasinya selama ini. Mading menjadi ramai apresian karena karya-karyamu," Kaka memuji Aruna.

"Rencananya, siang ini kita pos mading bulan ini," lanjut Kaka.

Aruna memperbaiki rambutnya yang terhempas kipas angin, dan kemudian menatap Kaka. 

"Terimakasih atas apresiasinya. Semoga berkenan dengan tulisanku kali ini. Aku mau ke kantin dulu ya," Aruna berpaling dan melangkah keluar. Namun, langkahnya terhenti karena Kaka memanggil namanya.

"Kalau boleh, aku temenin ke kantinnya," harap Kaka.

"Wah, boleh. Tapi gak perlu repot mentraktir," Aruna membalas dengan canda. Beberapa anggota OSIS saling tatap memandang. Dan ada yang menahan senyum geli.

Oh iya, Kaka memang dikenal berpenampilan apa adanya sebagai organisatoris di sekolah, tidak mbois. Namun, sebenarnya ia tampan, terbukti terpilih menjadi ketua OSIS dan beberapa siswi kesemsem dengan senyumnya. Dan ia adik kelas satu tahun di bawah Aruna.

Siswa-siswi desas-desus melihat Aruna dan Kaka berjalan bareng melintasi koridor sekolah. Bahkan, mereka yang di dalam kelas menyempatkan diri mendekat ke jendela untuk melihat keduanya melintas.

Begitu pula saat Aruna dan Kaka sampai di kantin, nyaris semua mata tertuju pada mereka. Kaka yang menyadari hal itu merasa kurang nyaman. Ia pun membuyarkan suasana dengan berdehem keras.

"Aku mie goreng pedas dikasih telur ya, Bi. Kamu mau pesan apa, Aruna?" Kaka pesan makanan kepada Bibi Aminah, penjual di kantin sekolah.

"Aku juga mie, Bi. Tapi tidak pakai telur, cukup kasih sayur saja," Aruna senyum pada Bibi Aminah.

Ini baru kali pertama Aruna makan bareng dengan ketua OSIS itu. Biasanya, Aruna menghabiskan waktu istirahat berkumpul dengan teman-temannya. Bercanda dan kadang membahas pelajaran.

"Aku sangat senang jika ada masukan darimu soal OSIS ke depan," Kaka mengawali obrolan.

"Aku bukan organisatoris yang baik. Tapi, bagiku sudah sangat cukup untuk OSIS membuka lebar ruang apresiasi siswa yang berkarya," saran Aruna.

Di sudut lain, anggota OSIS sibuk menempel beberapa karya di mading sekolah. Mulai dari opini, gambar kreatif, hingga karya sastra. Termasuk puisi karya Aruna.

Siswa-siswi yang hendak kembali ke dalam kelas setelah istirahat mampir memandangi mading edisi terbaru itu. Paling ditunggu, biasanya karya-karya sastra yang bikin baper.

Sepenggal puisi Aruna kali ini :

.....

Bila jarak terlampau mahal

Biarlah aku tandai rindu kekal

Kepadamu kekasih

Aku menunggu hingga usang

Di antara sunyi doa doa

.....

Di antara siswa yang berkerumun di mading, membicarakan karya Aruna itu. Sementara Aruna dan Kaka berjalan melintasi lokasi mading untuk kembali ke kelas masing-masing. Aruna siswi kelas tiga jurusan bahasa, dan Kaka siswa kelas dua jurusan IPA.

----------bersambung