4 Pertahan diri

Nafisah membereskan pakaiannya dan memasukan kedalam lemari yang sudah disediakan, Nafisah menyalakan AC di dalam kamarnya sesuai petunjuk yang ia pernah baca di internet beberapa hari yang lalu.

"Nafisah, ayo kita keluar. melihat-lihat sekolah baru kita, kulihat anak anak yang lain sudah banyak yang keluar dari kamar". Nasmira masuk kedalam tanpa mengucapkan permisi atau apapun, Nafisah mencoba mengerti bahwa watak temannya memang seperti itu.

"Baiklah ayo, akan kulanjutkan menyusun pakaian nanti saja". ucap Nafisah yang menutup kopernya dan lemari. masih ada banyak pakaian yang belum Nafisah taruh di dalam lemari.

"Kau membereskan pakaian sendiri? kau tidak menyuruh Maid untuk itu? Mommyku nanti sore menyuruh Maid untuk kemari, kurasa mungkin dua hari sekali untuk membersihkan kamar serta mencuci bajuku. jika kau mau aku bisa menyuruh Mommy membawa dua maid, jadi kau tidak usah capek-capek mengurus pakaianmu". ucap Nasmira sambil tersenyum.

"Seterah kau saja, aku dengan senang hati menerima bantuanmu". kata Nafisah berusaha senang, padahal Nafisah tidak suka jika harus menyusahkan orang lain. tapi Paman berpesan bahwa jika ada yang menawarkan bantuan dan itu menguntungkan kita, maka harus diterima. Nafisah harus berusaha menjadi perempuan terhormat dan terpandang seperti yang lainnya disini.

"Baiklah, aku akan menghubungi Mommy nanti. oh ya aku belum mempunyai nomor teleponmu, bisa aku minta?". tanya Nasmira. Nafisah menelan ludahnya kasar, dia tidak punya handphone sama sekali, uang Bibi tidak cukup untuk membeli handphone mahal seperti mereka.

"Emmm sebenarnya aku tidak membawa handphoneku, aku menaruhnya di rumah karena Bibiku berkata handphone tidak diperbolehkan disini". ucap Nafisah pura pura tidak tau bahwa disini boleh membawa handphone.

"Ahhh disini boleh membawa handphone, kau minta saja pamanmu untuk mengatarkan handphone milikmu nanti, kau bisa meminjam ponselku jika kau ingin menghubungi pamanmu". ucap Nasmira mencoba membantu.

"Sebenarnya paman dan Bibiku tidak tinggal di kota yang sama denganku, mereka tinggal di tempat yang jauh. kasihan jika mereka harus bolak balik mengantar handphone, kurasa nanti saja aku akan pikirkan untuk mengambilnya setelah libur semester". jawab Nafisah seadaanya.

"Oh begitu, nanti aku akan hubungi Mom tentang masalahmu. siapa tau Mommy mau memberikan handphone untukmu". jawab Nasmira kegirangan.

"Tidak perlu repot-repot Nasmira, kasihan Mommymu pasti sibuk juga".

"Ahhh tidak masalah, Mommy itu sibuknya hanya ke salon. biar nanti aku akan katakan pada Mommy ya. yasudah ayo kita keluar, aku tidak sabar melihat kakak kelas kita yang tampan tampan". Nafisah hanya mengangguk dan mengikuti tarikan tangan Nasmira yang begitu bersemangat. mereka berdua menutup pintu kamar dengan sidik jari yang memang sudah dipasang tadi.

Lorong lantai dua begitu ramai,di lantai dua ini terdapat balkon yang sangat luas dan pemandangannya adalah lapangan basket sekolah ini. di kanan kiri lapangan basket terdapat bunga mawar yang membentuk seperti pagar yang cukup sedang dan tidak terlalu tinggi.

Nafisah dan Nasmira berjalan ke samping balkon dimana mereka dapat melihat kakak kelas yang sedang bermain basket, paras wajah mereka begitu sangat tampan dan mempesona, bahkan Nafisah harus menutup telinganya karena teriakan Nasmira yang begitu bersemangat.

"Nafisah lihat lihat, kakak kelas kita yang berpostur tinggi dan otot otot yang menggemaskan. dia adalah salah satu idola sekolah ini, dia tampan dan digilai banyak perempuan disekolah ini. tapi dengar dengar dia sudah memiliki kekasih".

"Jika dia tampan pasti dia memiliki kekasih Nasmira". ucap Nafisah polos, karena setau Nafisah orang tampan dan cantik pasti akan berlomba-lomba memiliki kekasih.

"Iya benar, tapi maksudku kekasihnya itu sangat jahat. temanku yang pernah bersekolah disini mengatakan bahwa kekasihnya itu seperti nenek sihir dan selalu menindas adik kelas seperti kita. apalagi jika ketahuan menggoda lelakinya, dia pasti akan mengamuk dengan kasar. jika sewaktu-waktu kau ditindas, katakan padaku biar kuhajar wajahnya nanti". Nafisah hanya menggelengkan kepalanya lucu, Nafisah tidak mungkin mencari gara gara dengan kakak kelas, semaksimal mungkin tidak masuk dalam persaingan mereka. Lagipula disini Nafisah ingin belajar bukan mendekati laki laki.

"Iya aku akan katakan padamu nanti". jawab Nafisah dengan pelan, Nafisah merasa hari pertamanya saja di sekolah Ini sudah sangat berat. mengikuti semua kehidupan anak orang kaya memang tidak seindah yang Nafisah bayangkan. persaingan pasti akan menanti Nafisah di depan sana, Nafisah harus kuat dan memiliki pegangan jika terjadi sesuatu. salah satunya adalah Nasmira.

Paman mengatakan bahwa Nasmira merupakan anak pemilik rumah sakit terbesar di negara ini, ayahnya memiliki posisi kuat dalam politik dan kesehatan. Entah paman tau darimana latar belakang Nasmira, mungkin karena Paman suka ikut Bos nya dalam acara besar.

Paman juga menyuruh Nafisah untuk berteman baik dengan Nasmira, agar jika sesuatu terjadi atau Nafisah membutuhkan bantuan. Nafisah memiliki Nasmira disampingnya..

Paman secara tidak langsung mengajarkan Nafisah hal yang buruk, tapi jika dipikirkan secara logika, paman tidak salah. karena sejatinya untuk bertahan di sebuah istana seperti sekolahnya ini, Nafisah harus memiliki orang orang kuat agar dirinya tidak tersingkirkan.

Nasmira cukup mampu membuat Nafisah bertahan, tapi Nafisah masih memerlukan teman teman yang lain. semakin kuat Nafisah membuat kubu maka semakin kuat pertahanan dirinya disini sampai Nafisah lulus. kepintaran tidak hanya dalam bidang akademis, tapi juga dalam lingkungan dan pergaulan. itu yang diajarkan Bibi padanya.

"Hei Nafisah, kau sedang memikirkan apa?". Nasmira menyenggol lengan Nafisah pelan membuat Nafisah menengok ke arah Nasmira dan tersenyum lembut.

"Tidak ada, aku hanya senang memandangi bunga mawar disana". tunjuk Nafisah di taman bunga mawar.

"Oh kukira kau sibuk memandangi laki laki tampan dibawah sana". ledek Nasmira sambil tertawa, Nafisah juga ikut tertawa dan mencubit pipi Nasmira yang tembam.

"Oh iya Nasmira, bolehkah aku memanggil kau dengan sebutan Mira saja? karena namamu cukup panjang". ujar Nafisah..

"Boleh saja, tapi aku juga boleh kan memanggil namamu Nafi saja?".

"Boleh, biar lebih mudah. nama kita hampir sama dan itu membuatku sedikit bingung". tawa Nafisah karena mendengar nama mereka yang hampir terlalu panjang dan sedikit merepotkan.

"Baiklah Nafi, sesuka hatimu saja". mereka berdua tertawa dan melihat lagi pertandingan basket dibawah. walaupun Nafisah tidak benar benar melihatnya, karena Nafisah hanya memandang ke arah bunga mawar yang mengingatkan dirinya akan seseorang..

Bunga mawar merah disebuah taman, Nafisah rasa saat dia memasuki sekolah barunya. terdapat banyak bunga mawar di kanan kiri, menghela nafas perlahan dan memejamkan matanya. Nafisah berusaha melupakan arti bunga mawar merah dalam hidupnya. Nafisah menggenggam tangan Nasmira dengan pelan, supaya membantu Nafisah untuk tetap tersadar dan tidak terusik dengan masa lalunya.

avataravatar
Next chapter