11. TRAUMA
Hari sudah larut dan semilir angin malam dibiarkan memasuki jendela yang terbuka. An Jia Li masih merenung di balik jendela. Tapi, daripada memperhatikan bulan yang indah di langit, dirinya justru tak henti-hentinya memandang tusuk rambut peony putih pemberian Chunyin tadi.
An Jia Li sesekali memandang langit malam yang sangat berbeda dari langit malam yang biasa ia lihat, karena ada banyak bintang yang terlihat sangat jelas memenuhi langit yang bisa dilihat dengan hanya mata telanjang karena polusi cahaya sangatlah sedikit saat ini. Namun bukan hal itu yang An Jia Li fikirakan.
Sejak tadi ia bertanya-tanya, apakah dirinya benar-benar telah terlahir kembali di dunia novel?. apakah pemandangan yang ia lihat saat ini asli?,atau semuanya hanyalah ilusi?. jika memikirkan tentang visual tokoh dua kaisar yang sangat tampan, An Jia Li pasti dengan yakin akan mengatakan jika dirinya saat ini tengah bermimpi, namun dengan apa yang ia genggam saat ini dengan begitu nyata, An Jia Li tau semua ini bukanlah mimpi. Ia benar-benar hidup kembali menjadi tokoh Xiang Lian yang seharusnya jatuh cinta dengan kaisar Feng.
Tapi ... An Jia Li rasanya tidak ingin melanjutkan pemikirannya. Ia ingin mengistirahatkan otaknya agar berhenti bekerja namun hatinya terlalu berisik membisikan sebuah nama.
"Yang Mulia Li Xi" gumam An Jia Li yang sudah tidak dapat lagi menahan bibirnya untuk meloloskan nama itu keluar. Tepat setelah An Jia Li menyebut nama itu, jantungnya langsung berdetak sangat cepat bersamaan dengan suara bantingan yang mengetuk pintu kamarnya dengan cukup kencang sehingga ia terkejut dan spontan menyembunyikan tusuk rambut peony itu.
"Siapa?" gumam An Jia Li sedikit takut karena jika itu nona Liu ia pasti tidak akan sungkan langsung membuka kamarnya dan langsung masuk begitu saja, tapi kali ini hanya ada suara ketukan pintu yang seolah memaksa An Jia Li agar segera membukanya.
Brukk!
An Jia Li terkejut saat pintunya terbuka dengan suara bantingan yang sangat keras, ia mengira jika nona Liu datang untuk memarahinya lagi tapi siapa sangka yang datang justru selir kaisar dengan wajahnya yang sangat marah.
"Selir Zhi Yang?" batin An Jia Li. Ia hendak berkata dan memberi salam namun sebelum ia melakukan itu, Selir Zhi Yang sudah menyelanya sambil menampar An Jia Li dengan cukup keras sampai-sampai An Jia Li terjatuh dan terdiam karena sangat terkejut dengan perlakuan sang tokoh selir kesayangan kaisar itu.
Saat ini ia tidak tau apa lagi kesalahan yang telah ia perbuat sampai-sampai sang selir perlu repot datang malam-malam hanya untuk memberikan wajah marahnya pada An Jia Li bahkan tiba-tiba menamparnya. Dan selir Zhi Yang adalah orang yang pertama menampar An Jia Li sehingga An Jia Li benar-benar syok sampai tak bisa berkata apapun.
Jantung An Jia Li berdetak cukup kencang, ia berfikir keras tentang kesalahan apa yang sudah ia perbuat, namun An Jia Li tidak menemukannya. Jadi ia hanya bisa bertanya-tanya pada dirinya sendiri sambil menunggu sang selir kesayangan kaisar ini memberitahukan dirinya kesalahan yang telah ia lakukan, atau mungkin kesalahan kecil yang sengaja dicari sang selir karena ia tidak menyukai tokoh Xiang Lian ini.
"Dasar pelayan tidak tau diri!" tukas selir Zhi Yang pada An Jia Li.
"Mendapatkan keringanan hukuman dari Yang Mulia Feng dan kau sudah bersikap tidak sopan dan berani memakai jubahnya!. kau fikir kau siapa?!"
Sementara selir Zhi Yang terus mengoceh, An Jia Li masih terdiam memikirkan kata-kata selir Zhi Yang. Tentu saja ia tidak lupa dengan apa yang dilakukan Jiang Yi saat di danau giok ketika menyadari jika dirinya memakai baju yang sudah basah semua dan saat itulah Jiang Yi memberikan jubah hitam dengan sulaman emas itu kepada An Jia Li.
"Benar ... kenapa Yang Mulia Feng menunjukan kebaikannya dengan terang-terangan seperti tadi?" batin An Jia Li. Ia baru sadar. Seharusnya tokoh kaisar Feng di dalam cerita novel adalah orang yang dingin dan tak suka menunjukan rasa kebaikannya secara terang-terangan, atau lebih tepatnya ia sulit menunjukan ekspresi perasaannya yang sesungguhnya. Meski kepada Xiang Lian sekalipun, ia pasti akan melakukannya jika tidak ada siapapun, "padahal saat itu ada kaisar Li Xi dan dua orang lain" batinnya.
"Kau fikir siapa yang membuat jubah itu sehingga kau bisa menyentuhnya!?" tukas selir Zhi Yang masih emosi, ia membahas tentang jubah milik kaisar Feng yang terus dipakai An Jia Li sampai kedalam istana. Tapi bukan hanya itu masalahnya, melainkan karena jubah itu adalah jubah buatan selir Zhi Yang khusus untuk kaisar Feng yang entah kenapa nampaknya sang selir benar-benar mencintai sang kaisar dengan tulus.
"Pelayan, bawa pelayan tidak tau diri ini!" tukas selir Zhi Yang sembari melangkah pergi dan membiarkan dua orang pelayan pribadi wanitanya menyeret An Jia Li keluar dari kamarnya.
An Jia Li tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perlakuan sang selir. Ia tidak ingin menimbulkan masalah lebih besar lagi hanya karena masalah jubah. Jadi An Jia Li dengan pasrah berjalan dengan cara ditarik cukup kasar untuk mengikuti langkah selir Zhi Yang pergi entah kemana akan dibawanya.
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka tiba di sebuah tempat yang cukup remang penerangannya, namun jika di pagi hari akan terlihat jelas bangunan pavilium berdiri dengan gagah untuk bersiap menerima para tahanan ataupun menghukum para penjahat dengan keadilan yang tinggi karena begitulah sifat sang kaisar Feng dari generasi ke generasi.
"Bawa dia ke penjara air!" tukas selir Zhi Yang, ia berencana menyiksa An Jia Li sebentar. Setidaknya disaat kaisar tidak terjaga. Tangannya sudah terlalu gatal ingin mencakar kulit An Jia Li, namun ia masih harus banyak berfikir untuk melukai An Jia Li tanpa tidak memiliki bekas. Maka penyiksaat yang dapat ia fikirkan hanyalah satu, yaitu dengan air.
"Batu akan berlubang jika terus ditetesi air" fikir selir Zhi Yang. Rencananya adalah menyiksa An Jia Li secara perlahan, setidaknya ia ingin menghancurkan mentalnya jika tidak bisa menghacurkan fisiknya. Cukup kejam, namun hal tak memiliki hati seperti itu sama sekali bukanlah tindakan yang kejam bagi mereka yang gila akan cinta.
Benar. Selir Zhi Yang memang mencintai kaisar Feng dengan hatinya meski sang kaisar hanya menganggapnya sebagai alat hiburan, Zhi Yang akan tetap mencintainya dan membuat sang kaisar melihatnya. Tapi, langkah pertama yang harus ia lakukan tentu saja untuk menghilangan pemandangan lain yang mengganggu.
Perasaat An Jia Li mulai bergetar, ia merasakan takut begitu melihat bangunan paviliun, terlebih disana sangatlah minim cahaya, atau mungkin gelap dibagian dalamnya sehingga menciptakan atmosfer seperti dirinya akan memasuki sebuah rumah angker bekas pembunuhan.
"Tidak. Jangan bawa aku kedalam!" jerit An Jia Li begitu kedua lengannya ditarik untuk segera berjalan memasuki pintu yang dimata An Jia Li seperti dirinya hendak memasuki sebuah terowongan gelap yang mengingatkannya akan sebuah kejadian. Dan kejadian itu adalah hari dimana dirinya sebelum mengalami kecelakaan dan tewas.
Saat itu, An Jia Li dan Jiang Yi melewati sebuah terowongan yang anehnya terasa sangat panjang, sampai akhirnya ada sebuah cahaya terlihat. Sayangnya, begitu mereka keluar dari terowongan, jurang dalam telah menyambut mereka. Mobil yang mereka kendarai keluar dari pembatas jalan dan terjun bebas ke laut.
An Jia Li masih ingat jelas hal itu. Perasaan takut yang ia rasakan saat melihat danau giok pun akhirnya terpecahkan. Semua karena traumanya yang tercipta setelah kecelakaan yang membuatnya tewas di dalam air bersama dengan Jiang Yi sebelum akhirnya mobil mereka meledak.
Perasaan takut An Jia Li semakin menjalar lebar. Gelap dan air. An Jia Li kini begitu takut dengan dua hal itu. Bahkan sebelum selir Zhi Yang menghancurkan mentalnya, rasanya An Jia Li sudah memiliki traumanya sendiri yang mungkin akan bertambah parah saat selir Zhi Yang memulai penyiksaan lembutnya dengan air.
Saat sampai di sebuah ruangan sel, An Jia Li langsung dibawa masuk untuk dirantai kakinya dengan pemberat, dan saat itulah ia diceburkan kedalam kolam air dingin di dalam sel yang akan menenggelamkannya di waktu yang sudah ditentukan.
"Yi-ge! ... tolong aku ...."
Setelah menyebut nama itu dengan lirih, An Jia Li langsung tak sadarkan diri. Ia pingsan dan jatuh kedalam air yang baru tergenang sampai pinggangnya sebelum selir Zhi Yang menyiksany, sehingga selir Zhi Yang begitu emosi, bahkan ia sangat marah ketika mendengar An Jia Li menyebut nama kaisar Fengyin dengan nama kecilnya yang terdengar sangat akrab. Meski sebenarnya yang An Jia Li panggil adalah nama Chunyin dimasa lalu.
"Wanita jalang sial!"
***
Di tempat lain dalam istana. Jiang Yi di dalam kamarnya juga duduk terdiam didekat jendela, sama halnya seperti apa yang An Jia Li lakukan tadi. Ia tidak memandang bulan di langit, namun ia lebih memilih memandang benda berkilau yang ada di tangannya. Jiang Yi masih tidak dapat melupakan tentang bayangan wanita menyedihkan yang ia lihat di danau giok siang tadi. Di fikirannya hanya ada satu hal itu. Ia tidak peduli dengan hal lainnya. Entah kenapa perasaannya terasa sesak saat ia kembali membayangkan wajah pucat wanita dengan semburat kesedihannya. Rasanya seperti dirinya tengah kehilangan sesuatu yang penting.
"Apa-apaan perasaan aneh ini?" keluh Jiang Yi yang merasa risih akibat perasaan yang muncul tanpa ada dilandasi apapun karena dirinya tidak ingat telah kehilangan sesuatu yang seharusnya ia lindungi.
Tidak seperti An Jia Li yang trauma setelah mengingat kejadian sebelum dirinya tewas, Jiang Yi justru saat ini merasa ingin tenggelam dalam air yang gelap untuk bertemu dengan sosok wanita pucat yang mengusik perasaannya. Sekalipun sosok wanita itu adalah ilusi, ia tetap ingin mencoba bertemu dengannya agar pertanyaan hatinya yang abstrak terjawab.
"Dua orang dari kerajaan Li itu, kenapa rasanya aku pernah melihatnya di suatu tempat wajah mereka?, terutama pria pendek itu ... oh, wanita maksudku" gumam Jiang Yi saat ia mengingat kejadian di danau giok, dan saat ia menatap Weiheng dengan tajam.