webnovel

Another Body, Another Chance

Thea merasa tubuhnya remuk seperti habis dilindas motor. Perlahan dia membuka matanya yang berat. Selembar kain menutupi mukanya sehingga dia menyingkirkan kain itu dengan tangannya. Gerakannya perlahan karena tangannya terasa nyeri.

Dia yakin dia sudah pergi dari dunia dan akan membuka mata di surga. Pandangannya mulai fokus dan hal pertama yang dia sadari adalah langit-langit putih di atasnya dan TV kecil di depannya.

Apa di surga ada ruangan beratap yang berisi TV?

"Huhu..Huhu..Huhu...Tari...Tidak mungkin...Kembalilah, Nak. Ini semua salah Ibu."

Isak tangis wanita di sampingnya terdengar. Kepala wanita itu tertunduk dan bahunya terkulai lemas. Thea ingin memanggil wanita itu tapi suaranya tidak bisa keluar.

Tangan Thea menggapai ibu itu dengan lemah. Ibu itu membelalakan matanya tidak percaya. "Tari kau kembali! Syukurlah, terima kasih Tuhan! Dokter! Suster!"

Ibu itu tergopoh-gopoh keluar ruangan untuk memanggil tenaga medis lalu segera kembali ke sisi Thea. "Ibu di sini, Nak. Ini adalah keajaiban. Bertahanlah Tari. Ibu minta maaf selalu menyusahkanmu. Jangan tinggalkan ibu lagi," kata ibu itu sambil berurai air mata.

Dokter dan suster segera datang ke ruangan lalu mengecek kondisi Thea.

"Dia hidup kembali." Thea mendengar salah satu suster berbisik ke temannya.

"Aku masih hidup?" pikir Thea. "Siapa ibu itu? Kenapa dia memanggilku dengan nama Tari?"

Thea merasa kepalanya pusing. "Tari buka matamu, Nak. Jangan tinggalkan ibu lagi." Samar-samar Thea mendengar suara ibu tadi.

"Namaku bukan Tari." Ingin Thea menjawab seperti itu tapi kegelapan telah mencengkramnya kembali. Semua menjadi gelap.

.

.

"Tanda vitalnya sudah stabil. Tari secara ajaib hidup kembali jadi kami akan terus mengobservasi kondisinya. Ibu tidak perlu khawatir. Saya permisi dulu ya, jika ada sesuatu yang dibutuhkan bisa langsung memencet tombol merah ini agar suster bisa segera datang," kata dokter pada Ibu Marissa.

Marissa mengangguk dan tidak hentinya berterima kasih pada dokter. Begitu dokter pergi, Marissa duduk kembali di sisi putrinya yang masih tidak sadarkan diri.

Putrinya yang bernama Lestari Santoso terlibat kecelakaan tabrak lari tiga hari yang lalu dan sejak saat itu kondisinya koma. Dokter telah mengupayakan segala pengobatan tapi putrinya tak kunjung bangun.

Marissa sudah kehilangan segala harapannya saat dokter menyatakan Tari meninggal dunia tadi pagi. Dia hanya bisa menangis meratapi kematian anak bungsunya itu. Semasa hidupnya Marissa tidak bisa memenuhi kebutuhan Tari dengan layak, bahkan Tari harus banting tulang sejak SMA untuk membantu melunasi hutang ayahnya yang suka berjudi.

Di sela tangisnya tadi, Marissa merasakan sesuatu bergerak dan ternyata itu adalah Tari! Anaknya yang baru saja dinyatakan meninggal dua menit yang lalu sekarang membuka matanya dan berusaha menggapainya. Ini adalah keajaiban!

Marissa berjanji akan merawat Tari dengan lebih baik lagi. Sekarang Tari terbaring belum sadarkan diri lagi sejak kejadian mati suri itu. Dokter bilang Tari hanya tidur saja dan kondisi vitalnya sudah stabil untuk saat ini.

Marissa tadi mendengar pergunjingan para suster tentang Tari yang kabur dari kematian tapi Marissa tidak peduli. Yang penting Tari sudah kembali padanya.

"Cepatlah sembuh, Nak." Bisik Marissa dengan senyum lembutnya.

.

.

Vivi bersiap-siap pergi ke kediaman Hartono. Dia memakai dress hitam sebetis dan riasan tipis. Dia sengaja tidak berdandan berlebihan agar terkesan pucat dan sedih akibat kepergian Thea.

Vivi serasa diberi durian runtuh. Dia sudah lama ingin menyingkirkan Thea dan siapa sangka keinginannya terkabul dengan begitu cepat. Sekarang dia bisa memiliki Bara kembali dan menikmati kekayaan Thea yang kini telah menjadi milik Bara.

Pada saat malam kematian Thea, Bara sempat panik. Untungnya Vivi bergerak cepat dan segera menyusun skenario yang tidak akan membuat orang lain curiga.

Skenario yang mereka susun seperti ini: hari itu Bara sudah tidur dan tidak tahu kalau Thea akan pulang lebih awal. Thea yang baru saja sampai rumah terkena serangan asma dan tidak sempat mengambil inhaler yang terkunci dalam koper. Bara yang terlelap tidak menyadari istrinya terkena serangan asma dan meninggal. Bara baru menyadari istrinya meninggal saat dia mau mengambil air minum karena terbangun pada dini hari. Saat Bara menemukan istrinya kondisinya sudah tidak bernyawa dan Bara yang panik segera menghubungi keluarga Hartono. Tugas Bara selanjutnya adalah berakting menjadi duda yang berduka sedalam-dalamnya.

Skenarionya begitu sempurna karena semua orang tahu Bara suka tidur cepat dan sekali terlelap ledakan bom atom pun juga tidak bisa membangunkannya. Semua orang juga tahu Thea workaholic dan asmanya sering kambuh karena kelelahan bekerja.

Semuanya terasa sempurna sampai-sampai Vivi mau menari sambil bernyanyi. Hanya saja Vivi melakukan kesalahan kecil malam itu. Setelah menenangkan Bara dan menyakinkan rencananya akan berhasil, Vivi segera pergi dari rumah Thea. Vivi mengendarai mobil dengan mengebut karena jalanan tengah malam kosong melompong. Dia sangat terkejut karena tiba-tiba seorang wanita muncul dari samping. Vivi tidak sempat mengerem dan menabrak wanita itu.

Tabrakannya sangat keras sampai wanita itu terlempar beberapa meter. Tubuh wanita itu bersimbah darah dan tidak bergerak. Vivi yang panik memutuskan untuk kabur.

Vivi yakin tidak ada saksi mata di jalan yang sepi itu dan CCTV di daerah itu sudah lama rusak. Tidak akan ada yang tahu kalau Vivi menabrak wanita itu. Dia hanya perlu tenang. Keinginannya menjadi orang kaya baru saja terwujud jadi dia tidak akan menghancurkannya dengan mengaku sebagai pelaku tabrakan.

.

.

Thea membuka matanya. "Kau sudah sadar, Tari?" Kata Marissa lembut.

Thea mendudukan badannya di atas kasur. Sepertinya dia selamat dan sedang berada di rumah sakit. Dia memegang kepalanya yang masih nyut-nyutan.

Dari tadi wanita di sampingnya terus-menerus memanggilnya dengan nama Tari. Thea baru saja akan memberi tahu namanya yang benar pada ibu itu saat dia melihat cermin di dinding.

Cermin iti cukup jauh di ujung ruangan tapi Thea bisa melihatnya dengan cukup jelas. Thea yakin ada yang salah pada kepalanya karena di pantulan itu hanya ada dua wanita. Yang satu wanita paruh baya yang dari tadi salah menyebut namanya dan satu lagi perempuan muda dengan lembam di mukanya yang sedang memegang kepalanya.

Tidak ada wajah Thea di cermin itu. Thea tahu ada yang tidak beres tapi tidak mungkin kan dugaannya benar? Dugaannya di luar nalar dan akal sehat manusia.

Thea mengangkat tangannya dan pantulan gadis di cermin juga ikut mengangkat tangannya. Thea memegang wajahnya dan lagi-lagi pantulan itu juga melakukan hal yang sama.

Thea menatap cermin itu dengan horor. Wajahnya berubah menjadi wajah gadis lain. Jiwanya telah berganti tubuh.

.

.

Berdasarkan informasi yang Thea kumpulkan, Thea tahu bahwa tubuhnya saat ini bernama Lestari Santoso dengan nama panggilan Tari. Tari mengalami kecelakaan tabrak lari tiga hari yang lalu. Saat itu Tari baru saja pulang dari lembur dan tidak menyadari mobil yang melaju ke arahnya. Karena saat itu keadaan sudah tengah malam jadi jalanan sepi dan Tari terlambat ditemukan oleh warga.

Kondisi Tari saat sampai ke rumah sakit sudah parah sehingga koma dan dinyatakan meninggal pagi ini. Tapi dengan keajaiban Tari kembali hidup. Tubuhnya hidup kembali dengan jiwa Thea di dalamnya. Wanita yang sedari tadi menungguinya adalah Ibu Tari yang bernama Marissa.

Thea merasa ini adalah kesempatan kedua yang diberikan oleh Tuhan padanya. Dengan tubuh Tari, Thea akan membalas dendan pada Bara dan Vivi.