webnovel

Semanis cake atau sepahit brotowali

Raditya meletakkan kepalanya di atas meja, memejamkan mata. Dia sudah sedemikian mabuk hingga tidak memiliki daya untuk bangkit. Air mata mengalir di pipinya. Raditya menangis dalam diam. Dia tidak rela kehilangan Rembulan. Itu terasa sangat menyakitkan. Baru kali ini dia merasa sesakit ini.

"Aku mencintainya, aku tahu aku jatuh cinta padanya," katanya lirih mirip sebuah bisikan. David hanya terdiam memandangi Raditya, sesekali dia menepuk punggungnya.

"Dia berjanji akan menunggu, dan kami akan minum secangkir kopi hingga langit berubah warna. Berarti dia memberi harapan untukku kan?" kata-katanya jadi mirip sebuah kidung kesedihan.

"Ayo kita kembali ke hotel! Kau bisa menangis sepuasmu di sana." David setengah menyeret tubuh Raditya.

Terus terang David merasa khawatir kalau ada yang mengenali Raditya ditengah keremangan lampu klub malam. Dia tidak rela Raditya menjadi bulan-bulanan berita tak bertanggung jawab. Padahal menangis adalah suatu hal yang alami dalam hidup seseorang. Namun, bagi seorang aktor terkenal, tidak ada kata seperti itu 'menangis dan mabuk ' ditempat yang bisa dilihat orang lain.

Raditya enggan beranjak, kepalanya masih rebah di meja. Mungkin bagi sebagian orang menangis karena cinta apalagi itu dilakukan seorang laki-laki menjadi hal yang sangat tabu dan cengeng. David justru berpikir bahwa semua adalah normal, karena laki-laki juga manusia yang memiliki emosi.

"Ayolah!" David sekali lagi membujuk Raditya dan menarik tubuhnya. Akhirnya Raditya mau juga mengangkat tubuhnya dan pergi dari situ. David berharap hanya malam ini Raditya mabuk, setelah itu dia bisa mengurangi kesedihannya.

"Kalau kau tidak setolol ini, harusnya kau bisa memastikan terlebih dahulu pada perempuan itu!" David berkata sambil memapah tubuh Raditya.

"Semoga besok kau bisa berpikir jernih!"

***

Rembulan menelpon Sarah, dia rindu dan ingin berbagi cerita dengan Sarah. Tapi dia ingin bertemu, berbeda rasanya bicara lewat telpon genggam dan bicara langsung.

"Sar, nggak ada niat main ke rumah?" Rembulan bertanya setelah menghilangkan rasa takutnya ditertawakan oleh Sarah.

Ketahuan merasa rindu pada Sarah itu akan membuat sahabatnya tertawa terbahak-bahak, padahal Rembulan tahu Sarah juga rindu padanya. Karena saat mereka bertemu Sarah lebih banyak bercerita dan Rembulan jadi pendengar setia, termasuk cerita-cerita tentang kisah cintanya yang tidak ada habis-habisnya.

Sarah jenis perempuan yang mudah jatuh cinta, apalagi kalau laki-laki itu tampan, berpenampilan keren dan punya perhatian pada Sarah. Rembulan terkadang protes dengan sikap Sarah yang ini. Dia tidak suka Sarah hanya dijadikan permainan oleh laki-laki lalu setelah itu patah hati. Sarah terlalu baik untuk dipermainkan. Sarah akan memberikan hatinya, perhatiannya bahkan kalau perlu hidupnya.

"Aku nggak mau jadi perempuan dingin seperti kamu, hidupmu membosankan !" Sarah pernah berkata seperti itu karena nggak suka dengan Rembulan yang mengingatkannya untuk tidak mudah jatuh cinta.

Sarah marah, bicaranya ketus dan itu sangat menyakitkan untuk Rembulan. Mereka tidak mau saling bicara selama satu bulan. Sarah yang akhirnya menelpon Rembulan dan meminta maaf. Sarah berjanji tidak akan bicara yang akan menyakiti hati Rembulan. Saat itu Rembulan langsung memeluk Sarah, dia rindu pada Sarah. Mereka berdua menangis. Setelah itu Sarah menceritakan kalau dia sudah putus dengan laki-laki itu. Namun, Sarah tetaplah Sarah, dia tidak pernah kapok menjalin hubungan dengan pria-pria yang menurutnya menarik. Rembulan pun lebih suka menjadi pendengar kisah cinta Sarah yang seumur jagung, memeluknya saat menangis dan menghapus air matanya.

"Kangen sama aku?" Sarah tertawa geli.

"Iya, aku kangen. Besok ke sini ya?"

"Ada yang mau kamu ceritakan?" Sarah mencoba menebak.

"Iya, banyak yang mau aku ceritakan ke kamu."

"Kenapa nggak cerita sekarang aja daripada dipendam semalam."

"Nggak ah! Kamu kan tahu aku lebih suka bicara langsung."

"Tapi aku jadi penasaran. Eh, status what's up mu itu apaan sih? Siapa yang kasih buket bunga? Aku penasaran, kemarin mau nanya kamu terus lupa karena diajak nongkrong."

"Makanya besok kamu kesini, aku mau cerita. Nginep di rumahku ya?" Rembulan seperti memohon. Entahlah dia merasa kesepian.

"Iya, besok sore aku ke rumah. Siapkan makan malam dan camilan buat kita berdua begadang."

"Kebiasaan! Nanti gendut!" sembur Rembulan. Dia sering merasa heran dengan kebiasaan Sarah yang suka ngemil tengah malam.

"Aku kan nggak pernah menggendut dengan ngemil tengah malam. Kamu kan tahu itu." Sarah tertawa, Rembulan mencibir.

Menjadi seorang Sarah menurut Rembulan sangat enak, di saat perempuan lain akan menahan selera makan atau diet mati-matian untuk mengurangi berat badan, Sarah tidak pernah punya masalah dengan semua itu. Padahal selera makannya sangatlah bar-bar belum lagi kebiasaannya suka ngemil tengah malam.

Atau disaat Sarah lagi sedih, Sarah akan mengajaknya nongkrong di toko kue merangkap kafe, dan makan cake yang manis-manis lengkap dengan butter cream. Rembulan terkadang ngilu melihatnya. Rembulan bukanlah penyuka makanan manis bersalut butter cream seperti Sarah. Dia lebih suka kue beraroma kayu manis, jeruk, moka atau kopi itupun sangat jarang dia konsumsi. Hanya sesekali saat dia begitu ingin. Kadang kala Rembulan membeli dari toko kue langganannya atau membuatnya sendiri.

"Saat kita bersedih, kita butuh sesuatu yang manis untuk menghilangkan rasa pahit di hati." Sarah mulai berteori bak seorang filsuf.

"Kamu tahu, sesuatu yang manis jangan langsung ditelan dan sesuatu yang pahit jangan langsung dimuntahkan. Hidup seperti itu, nikmati saja." Rembulan membalas.

"Kalau pahitnya seperti empedu? Ih, aku sih nggak mau." Sarah berkata sambil meleletkan lidah.

"Aku belum pernah merasakan empedu kalau jamu brotowali sama rebusan daun pepaya pernah, pahitnya minta ampun tapi tetap aku telan." Rembulan membalas tak mau kalah.

"Kadang-kadang kamu itu ngeselin ya!" Sarah mulai jengkel. Biasanya Rembulan akan tertawa lalu meminum kopinya.

"Lagipula teori darimana harus makan yang manis-manis saat sedih, bikin gendut aja!" Rembulan mendumal.

"Itu tidak berlaku buatku." Sarah tersenyum lebar.

***

David merebahkan tubuh Raditya di tempat tidur, setelah dia berjuang dengan sekuat tenaga memapah Raditya. Pekerjaan yang sangat sulit, Raditya tidaklah ringan. Tubuhnya yang tinggi sekitar 180 cm dan berotot sangatlah berat. Walaupun David juga bertinggi sama dengan Raditya juga berotot tapi Raditya sedang dalam keadaan mabuk.

David menghela napas lega setelah melaksanakan tugasnya. Dia memastikan Raditya bisa tidur nyaman, lalu pergi meninggalkan Raditya. Cinta bisa membuat seseorang tidak bisa berpikir jernih.

***

Rembulan memandangi telpon genggamnya, dia menunggu telpon dari Raditya atau sekedar pesan. Namun harapan tinggal harapan, sampai tengah malam tak ada satupun kabar berita dari Raditya.

Apakah dia sesibuk itu? Jadwalnya sepadat itu? Atau aku memang tidak memiliki arti untuknya?

Tapi kenapa dia berkata tunggu aku?

Ah, semua serba membingungkan !