webnovel

Janji bertemu

Raditya tampak berpikir, "Kayaknya sih belum. Nggak pernah cerita. Kenapa?"

"Kemarin ketemu David di kafe, nggak sengaja sih, dia janjian sama seseorang." Rembulan mengangkat kepalanya dari bahu Raditya.

"Lalu..."

"Perempuan itu cantik, seorang model. Duh, namanya siapa ya? Aku lupa." Rembulan mengingat-ingat nama perempuan cantik yang ditemui David kemarin. Nama itu seperti berada di ujung lidah, namun terasa sangat sulit diucapkan.

"Lalu..." Raditya mulai memperhatikan Rembulan.

"Bukan, aku bukan ingin mengorek privasi David. Hanya sekedar ingin tahu, karena...." Rembulan ragu-ragu mengatakan soal Sarah yang naksir dengan David.

"Dimana bedanya?" Raditya menjawil ujung hidung Rembulan, "Ada apa?"

"Sarah naksir David, tapi kayaknya David punya hubungan serius dengan perempuan itu." Rembulan memberanikan diri mengatakannya pada Raditya.

"Lalu , apa yang kamu inginkan dari aku?" Rembulan diam tak menjawab, karena dia memang tidak mengerti apa yang harus Raditya lakukan. Dia hanya ingin tahu hubungan David dengan perempuan yang kemarin dilihatnya di kafe. "Entahlah, aku nggak tahu," jawab Rembulan kemudian.

"Baiklah nona manis, demi menuntaskan rasa penasaranmu, nanti akan aku cari informasi untukmu." Raditya tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" Rembulan bertanya bingung melihat Raditya, "Aku salah ya meminta terlalu banyak?" Rembulan merasa tidak enak. Sungguh dia hanya ingin membantu Sarah. Apalagi dia sudah mengenal David, Rembulan merasa senang kalau seandainya Sarah bisa dekat dengan David.

"Baru kali ini aku jadi kepo sama privasi orang lain." Raditya tertawa kecil begitu menyelesaikan kalimatnya. Tangannya mengacak-acak rambut Rembulan.

"Aku pergi dulu, terima kasih buat sarapannya." Raditya masih menyisakan tawanya di akhir kalimat apalagi Rembulan terlihat cemberut. Raditya tidak perduli dengan protes Rembulan karena sudah merusak tatanan rambutnya. Semakin perempuan itu marah maka Raditya semakin merasa gemas.

***

Sarah sedang menikmati makan siangnya ketika Rianti menelpon. "Sar, kemarin kamu ketemu Inka?" Suara Rianti terdengar sangat bersemangat.

Bayangan pertemuan Sarah dengan Inka hadir kembali dipelupuk matanya. Berbeda dengan Rianti yang sangat bersemangat, Sarah kehilangan minat untuk membicarakan soal itu. Tapi, mana Rianti tahu kalau Sarah malas membicarakannya.

"Ya." Sarah menjawab singkat, Rianti tidak perlu tahu kegundahan hatinya.

"Dia baru menelepon aku. Kalian ngobrol apa aja sih kemarin?" Rianti semakin antusias bertanya.

"Kenapa nggak nanya sama Inka aja tadi."

"Ih, kok gitu sih...aku pengen ketemu kamu. Kita ketemu di tempat biasa ya?"

"Nggak usah, aku aja yang datang ke rumah sekalian ketemu sama Andrea. Aku kangen sama anak itu."

Andrea adalah anak Rianti, bocah lucu dengan pipi gembilnya. Sarah selalu kangen dengan Andrea, apalagi kalau mendengar bocah itu berceloteh dengan bahasa bayi, sangat menggemaskan. Padahal Sarah tidak paham yang diceritakan Andrea hanya Rianti yang mengerti. Tapi Sarah selalu antusias mendengarkan.

"Andrea itu kan nama buat cowok, ini anakmu cewek dikasih nama Andrea." Suatu kali Sarah pernah mempertanyakan nama Andrea pada Rianti. Menurutnya aneh saja anak perempuan diberi nama Andrea, bukankah seharusnya Andriana atau Adriana biar sedikit manis dan feminim.

"Aku suka pemain bola bernama Andrea Pirlo. Sebelum punya anak aku punya keinginan untuk memberi nama Andrea kalau suatu saat aku punya anak. Yah, kok yang lahir perempuan. Berhubung aku udah cinta banget sama nama itu, tetap aku kasih nama Andrea."

"Suami nggak komplain?"

"Mana berani dia komplain." Rianti terkekeh, Bimo terlalu cinta pada Rianti. Apapun keinginan Rianti, Bimo hampir tidak pernah protes dan berusaha memenuhinya. Sampai Sarah pernah merasa begitu ingin memiliki suami seperti Bimo suatu saat nanti.

Mendengar jawaban Rianti soal nama Andrea, Sarah cuma bisa menggeleng heran. Kalau sudah fanatik dengan hal tertentu seperti inilah jadinya. Rianti itu sangat menyukai sepak bola dan kesebelasan kesayangannya adalah AC Milan. Sarah ingat karena Rianti pernah berlibur ke Italia hanya untuk menonton kesebelasan kesayangannya. "Kapan lagi bisa nonton langsung kesebelasan kesayanganku main di San Siro. Sekalian bonus cuci mata lihat cowok-cowok cakep, mumpung aku belum menikah." Rianti terlihat bahagia waktu menceritakannya pada Sarah, yang disambut Sarah dengan lemparan serbet, "Dasar sinting !" Rianti semakin keras tertawa melihat reaksi Sarah.

"Aku kira kamu bakal bawa pulang cowok Italia kesini."

"Seleraku masih yang lokal, nyari calon suami kayak Mas Bimo itu susah. Kalau cowok-cowok Italia itu hanya sekedar untuk cuci mata aja, tapi Mas Bimo selalu di hati."

"Iya sih, cuma Bimo yang nurut banget sama kamu ya?"

"Bukan nurut Sar...itulah yang namanya cinta, dia selalu ingin membahagiakan aku." Rianti semakin menjadi-jadi mengusili Sarah, dia bahagia bisa membuat Sarah jengkel padanya.

Dari dulu begitulah hubungan mereka berdua sebagai sepupu. Walaupun jarang bertemu karena kesibukan masing-masing tapi tetap merasa dekat. Saling usil, jahil, mengejek tanpa ada yang merasa sakit hati.

***

Rembulan sedang membuat beberapa kudapan dan masakan untuk menu makan malam. Setelah kepergian Raditya dari rumahnya, seorang teman sekolahnya menelepon. Membuat janji berkunjung ke rumah Rembulan nanti sore bersama teman-teman yang lain.

Sudah dua bulan mereka tidak bertemu. Biasanya hampir satu bulan sekali mereka datang ke rumah Rembulan, hanya sekedar berkumpul, ngobrol dengan berbagai macam topik bahasan yang seakan tidak ada habisnya.

Kadang cerita itu diulang-ulang, cerita masa-masa sekolah tapi tidak pernah bosan untuk menceritakannya lagi. Tetap tertawa kalau menceritakan cerita lucu yang sering mereka ulang. Kalau sudah mulai bosan bercerita biasanya mereka mulai sibuk membongkar koleksi buku Rembulan. Ada yang asyik membaca, ada pula yang sibuk membahas buku yang mereka lihat.

"Lan, kali ini ada Adrian. Dia ingin ketemu kamu." Temannya berkata dengan bersemangat, "Dia sedang berkunjung ke Jakarta. Sekarang keluarganya di Jakarta semua lho."

Rembulan hanya tersenyum mendengar temannya bicara. Adrian pernah mendekatinya, hampir semua teman yang mengenal mereka berdua tahu hal ini. Cukup lama Adrian berusaha mendapatkan Rembulan apalagi sejak kepergian Ari. Namun Rembulan bergeming. Baginya Adrian hanya seorang teman. Adrian memilih kuliah di luar negeri dan bekerja di sana.

Akhirnya setelah bertahun-tahun tidak bertemu Adrian, nanti sore Rembulan akan melihat sosoknya lagi. Sambil memasak Rembulan bertanya-tanya seperti apa sosok Adrian. Apakah dia sama seperti dulu? Atau semakin jangkung? Semakin tampan? Apakah Adrian sudah menikah? Begitu banyak pertanyaan yang berputar di benaknya. Syukurlah pertanyaan-pertanyaan itu tidak membuyarkan konsentrasinya memasak. Mungkin karena makanan yang dibuatnya sudah sering dia masak. Jadi hapal dengan bumbu dan prosesnya.

Rembulan terlihat bahagia, dia sudah tidak sabar menanti sore bertemu dengan teman-temannya. Rembulan menata semua masakannya di meja makan. Memandang dengan puas hasil kerja kerasnya. Dia memandangi jam di dinding. Hmmm, masih lama. Waktu terasa lambat bergulir.