webnovel

06 TDG

Rumah besar dengan halaman yang luas itu terlihat sangat indah. Dari pintu gerbang sudah terdapat dekorasi selamat datang untuk para tamu undangan. Sementara sepanjang jalan menuju ke rumah utama juga dipasang berbagai macam dekorasi. Beberapa tenda besar didirikan didepan dan belakang rumah. Rumah itu adalah milik orang tua Yasmin, calon istri Zabran. Yasmin yang notabene adalah anak tunggal, membuat kedua orang tuanya menyelenggarakan pesta besar-besaran untuk pernikahan putri kesayangan mereka. Walau pernikahan itu sendiri dipenuhi dengan peristiwa yang sangat dramatis, tapi dengan kekayaan mereka, semua bisa di redam.

Hari ini adalah hari dimana Yasmin akan mengikat janji sehidup semati dengan pria yang akhirnya dipilihkan Allah untuk menjadi jodohnya. Allah sudah menentukan jodoh untuknya dan dengan sangat bahagia dia menerimanya, karena Zabran adalah pria yang diharapkannya untuk menjadi teman hidupnya. Yasmin terlihat sangat cantik dengan balutan gamis putih dengan beberapa ornamen yang menghias indah di gamisnya.

" Masya Allah! Anak Ummi cantik sekali!" ucap Bilqis, ummi Yasmin.

" Anak siapa dulu! Abanya saja tampan gini!" sahut Kabir, Aba Yasmin.

" Iya! Ummi sama Aba memang pasangan yang serasi!" puji Yasmin dengan tersenyum.

" Nona Yasmin memang sangat cantik, Tuan, Nyonya! Menurun dari Tuan dan Nyonya!" ucap MUA yang menangani Yasmin.

" Iya! Sudah cantik, kaya, soleha lagi! Paket lengkap!" sahut MUA yang satu lagi.

" Alhamdulillah! Semua hanya titipan, Jeng! Allah bisa mengambilnya sewaktu-waktu jika Dia mau!" kata Bilqis bijaksana.

" Amit-amit, Nyonya! Jangan sampai!" sahut MUA.

Semua yang ada tertawa mendengar ucapan MUA itu.

" Aba ke bawah dulu, siapa tahu Zabran sudah datang!" kata Kabir.

" Iya, Ba! Ayo!" ajak Bilqis.

Saat sampai di pintu, mereka bertemu dengan 2 orang gadis.

" Om! Apa Kak Yasmin sudah selesai?" tanya adik Zaskia, sepupu Yasmin.

" Sudah! Kamu masuk saja!" jawab Jabir sambil berjalan meninggalkan kamar Yasmin.

Sementara dirumah Fatma, Zab masih belum memakai pakaiannya. Dia termenung di balkon kamarnya sambil mengepalkan kedua tangannya.

Tok! Tok!

" Kak!" panggil Fiza.

Zab bergeming. Fiza memutar gagang pintu kamar kakaknya dan membukanya. Dia tidak melihat kakaknya di dalam kamar. Kemana, Kak Zab? Kok bajunya masih di gantung? batin Fiza saat melihat baju Zab yang tergantung rapi di dinding. Lalu pandangannya tertuju pada pintu balkon yang terbuka, dia berjalan menuju ke sana.

" Kak! Kok, kakak belum pake baju?" tanya Fiza yang bergelayut manja di lengan kakaknya.

" Ummi nyuruh Fiza buat panggil Kakak!" kata Fiza lagi.

" Apa semua sudah siap?" tanya Zab tanpa melihat adaiknya.

" Sudah!" jawab Fiza.

" Kamu turun saja, kakak akan turun setelah pake baju!" kata Zab tersenyum pada adiknya.

" Ok!" jawab Fiza lalu gadis itu keluar dari kamar kakaknya.

Setelah masuk ke ruang keluarga, Fiza langsung duduk di samping Fatma.

" Lho, Mana kakakmu?" tanya Harun.

" Masih belum pake baju, Ba!" sahut Fiza.

" Apa?" teriak Harun.

" Ba!" panggil Fatma mengusap lengan suaminya.

" Ini sudah kurang dari 30 menit, Ummi! Biar Aba panggil" ucap Harun lembut.

" Biar Ummi saja yang panggil!" kata Fatma.

Dia beranjak dari kursinya dan berjalan menuju tangga dengan pelan. Dia tahu apa yang ada di benak putranya itu, tanpa harus bertanya padanya.

Tok! Tok! Tok!

" Assalamu'alaikum! Boleh Ummi masuk?" tanya Fatma di depan pintu putranya.

Zab yang sedang melamun di ranjang, terkejut mendengar suara Umminya. Dengan cepat dia menyambar kemeja yang tergantung di dinding dan memakainya.

" Wa'alaikumsalam!" balas Zab kemudian membuka pintu kamarnya.

" Ummi! Kenapa naik? Zab masih bersiap-siap!" kata Zab dengan nada khawatir.

" Tidak apa-apa! Sudah lama juga Ummi nggak masuk ke kamar putra Ummi!" kata Fatma sambil melangkah masuk ke dalam kamar Zab.

" Sudah jam 7.30, kita akan terlambat kalo kamu belum juga memakai pakaianmu. Apa Ummi bantu?" tanya Fatma menatap sendu putranya.

" Ini sudah, Ummi! Tinggal memakai Jas saja!" kata Zab yang berjalan mendekati Jasnya lalu memakainya.

" Peci sudah?" tanya Fatma.

" Masih di lemari!" sahut Zab yang duduk memakai kaos kakinya dengan tergesa-gesa.

Fatma berjalan ke walk in closet putranya, dia membuka meja kaca yang berisi manset milik Zab. Diraihnya sebuah ikat pinggang, jam tangan dan sebuah peci berwarna hitam lalu membuka meja sebelahnya dan mengambil sebuah sapu tangan berwarna putih untuk dibentuk agar bisa dipasang di saku jas putranya yang tadi dilihatnya masih kosong.

" Sini!" panggil Fatma yang berdiri di depan pintu walk in closet Zab.

Zab berdiri setelah merapikan sepatunya. Dia berjalan ke arah umminya. Fatma memasangkan sapu tangan itu dengan rapi.

" Sisir rambutmu!" kata Fatma.

Zab segera meraih sisir di meja nakas dan menyisir rambutnya di depan sebuah kaca besar yang ada di dinding.

" Pakai ini!" kata Fatma menyerahkan sebuah ikat pinggang.

Zab memakai ikta pinggang tersebut.

" Setelah menikah, Yasmin yang akan melakukan semua ini, bukan lagi Embun!" kata Fatma sambil merapikan kemeja Zab.

Sebuah jam tangan diulurkan oleh Fatma.

" Tangan kamu!" kata Fatma.

Zab mengulurkan tangan kanannya untuk dipasangkan jam tangan oleh Fatma.

" Pakai ini!" kata Fatma memberikan peci pada Zab dan pria itu memasangnya di kepalanya.

" Masya Allah, Tampan! Persis Abi kamu!" ucap Fatma yang memang melihat Zab seperti melihat Brian muda dulu.

" Zab seperti Aba!" kata Zab tegas yang tidak pernah mau jika disamakan dengan Brian.

" Iya! Abi dan Aba adalah orang tuamu! Kamu tidak boleh melupakan itu!" kata Fatma bijak.

" Apa masih lama?" tiba-tiba Anil muncul di balik pintu.

" Anillll!" panggil Fatma.

" Maaf, Ummi! Aba udah marah-marah di bawah!" kata Anil pelan, takut Harun mendengar.

Fatma menghembuskan nafasnya, dia tahu sekali jika suaminya itu orang yang selalu tepat waktu.

" Ayo, Nak!" ajak Fatma.

Zab menatap wajah Umminya dengan sedih.

" Dia akan mengerti! Mungkin marah padamu, tapi pasti hanya sebentar saja!" ucap Fatma.

" Semoga saja, Ummi! Zab sangat menyayangi Zib, sangat sayang!" ucap Zab dengan mata yang berkaca-kaca.

" Ummi tahu!" jawab Fatma memeluk tubuh besar putranya.

Airmata Fatma perlahan menetes tanpa diminta, memikirkan hal yang nantinya akan terjadi jika putra ketiganya tahu tentang pernikahan Yasmin dan Kakaknya.

" Ayo! Abamu sudah menunggu dan dia pasti malu jika kita terlambat!" ucap Fatma.

Ponsel Zab bergetar, nama Zib tertera di layar ponselnya.

" Ummi!" panggil Zab yang melihat Fatma berjalan keluar kamar Zab.

Fatma menoleh ke arah Zab.

" Zib!" ucap Zab menunjukkan ponselnya pada Fatma.

" Astaughfirullah! Apa dia..."

" Apa yang harus Zab lakukan?" tanya Zab.

" Jangan diangkat! Biarkan saja!" tiba-tiba Harun sudah berdiri di depan pintu kamar Zab.

" Aba!" sapa Fatma menatap sendu suaminya.

" Tapi dia akan marah, Ba!" kata Zab.

" Aba yang akan bertanggung jawab!" kata Harun tegas.

" Apa dia...tahu?" tanya Zab.

" Sepertinya ada yang memberitahu dia. Aba akan mencari tahu siapa yang melakukan!" kata Harun.

" Zab batalkan saja, Ba!" kata Zab pada Harun.

Next chapter