webnovel

Search Vam—

Semua orang pergi meninggalkannya, keluarganya, temannya, kenalannya——bahkan hatinya telah melupakan kehangatan cinta. Ia bahkan pernah berpikir apa arti dari kehidupan hampanya. Padahal ia hanya seorang gadis yang kesepian, tapi kenapa dunia ini begitu kejam padanya. Apa karena nasib? takdir? hal seperti itu, akan ku hancurkan dengan tangan ku! Kali inipun aku bertarung di sisinya, hanya——berharap untuk sebuah senyuman di wajahnya.

REDINA · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Meeting Again

Bagaimana caranya aku menjelaskan hal ini? Ini sangat sulit. Karena bagaimanapun aku menjelaskannya, semuanya akan berakhir pada kegagalan di hadapannya.

"Jadi, ada yang ingin kau katakan?"

Wanita dewasa di depan ku menatap ku dengan tak menurunkan aura mencengkram di sekitarnya.

Dia terlihat marah. Tidak, dia saat ini memang sedang marah.

Dan penyebab dari semuanya tentu saja diriku.

"Lalu Rendi, kenapa kau tidak mengerjakan PR Khusus yang ibu berikan?"

"Sebenarnya Bu, saya bukan tak mengerjakan tapi saya tak bisa mengerjakannya. Dan itu semua karena alasan yang saaaaaangat dalam." Adalah apa yang ingin ku katakan pada Bu.Susi saat ini.

Tapi aku tak bisa mengatakannya. Karena jika aku mengatakannya beliau pasti akan menjawab "jangan main-main! Jawab dengan benar!" Atau hal seperti itu dengan amarah sebagai sausnya.

Oleh karena itu, aku Rendi untuk saat ini hanya akan menjawab dengan——

"Lupa Bu."

Alasan paling mendasar dari yang dasar.

...…

...

—— Kalau tak salah ini berawal dari semalam.

Setelah berpisah dari gadis berambut ungu yang super cantik itu, aku pergi menuju sekolah.

Saat itu memang sudah jam 09:30 malam, tapi beruntung para penjaga masih ada pada tempatnya.

Sekolah sudah di tutup tapi karena para penjaga masih ada, ada kemungkinan jika aku menjelaskan situasi ku maka aku dapat di perbolehkan masuk ke area sekolah. Adalah apa yang ku pikirkan waktu itu.

Namun, saat sampai di sana dan menjelaskan situasi ku pada para penjaga, penjaga itu lalu mengatakan "baiklah kau boleh masuk, tapi berikan hal 'itu' sebagai jaminan" Pada ku.

Pada awalnya aku merasa senang karena di perbolehkan masuk, tapi saat aku mencari 'itu' di dalam tas ku, aku tak menemukannya.

Ku pikir, aku meletakan 'itu' di kantung celana atau bajuku, tapi ternyata tidak ada.

Lalu aku menyadarinya, kalau jangan-jangan aku juga meninggalkan 'itu' di dalam kelas bersama dengan PR khusus yang Bu.Susi berikan.

Saat itu, mau baaaaaaagai manapun aku menjelaskan, petugas keamanan itu tak mau mengijinkan ku masuk jika aku tak memiliki benda 'itu'.

Dan pada akhirnya saat ini——

Aku menerima imbasnya.

...…

...

"—— Hah~ mau sampai kapan kesialan ini membuntuti ku?"

Merasa lelah aku berjuang menarik kaki ku yang lemas menuju gerbang utama sekolah.

Dari semua keputusan yang di dapat karena aku tak mengerjakan PR khusus yang Bu.Susi berikan pada ku, aku menerima skill ultimate edition "Gunting Sakti" darinya.

Skill "Gunting Sakti" adalah——yah, tak perlu lagi ku jelaskan.

Skil ini merupakan skil yang di ketahui oleh semua orang dan paling di takuti para lelaki.

Yap. Cukur rambut.

Sepertinya, beliau memutuskan untuk memberi ku hukuman dengan skill ini karena ia melihat rambut ku yang panjang.

Memang salah ku karena tak mencukurnya, tapi saat itu aku memang tak memiliki uang. Dan lagi, aku merasa 'masih biasa' jadi aku masih memeliharanya panjang.

Dan oleh karena itu, saat Bu Susi mencukur rambut ku, aku sedikit merasa sedih, lagipula demi rambut ini aku telah melalui banyak rintangan seperti menghindari gerbang utama dengan memanjat tembok belakang atau berusaha sekecil mungkin saat upacara.

Tapi, yah. Yang lalu biarlah berlalu. Karena rambut ku sudah di potong maka biarlah, lagipula aku masih bisa memanjangkannya lagi.

Oleh karena itu, saat inipun aku berjalan melewati lapangan sekolah dengan sebuah topi yang menutupi rambut pitak ku agar tak terekspos oleh masa.

Oh! Aku lupa mengatakan ini. Sebenarnya saat aku mencari PR Khusus di meja ku, aku menemukannya. Ternyata buku itu memang tertinggal di sana, tapi di sana aku tak menemukan benda 'itu' sama sekali.

Dan sepertinya aku menjatuhkannya di suatu tempat. Yang pasti bukan di sekolah atau rumah ku, karena aku sendiri tak menemukannya.

Sebenarnya di mana benda itu terjatuh? Padahal benda 'itu' sangat ku butuhkan besok.

"Hah~"

Termakan pada pikiran gelap dalam kepala ku, aku menghela nafas.

Saat aku mencapai di depan gerbang. pada saat itu aku baru menyadarinya, kalau orang-orang di sekitar menjadi sangat aneh.

★★★★★

Sore hari, di depan sekolah.

Langit biru terbentang bebas, angin sepoi-sepoi menyejukkan hati, dan aura membunuh yang pekat menatap tajam dari sekitar ku. Jika di bandingkan dari sore hari lainnya, saat ini benar-benar berbeda!

"Aku, telah menunggumu."

Gadis itu, tanpa menghiraukan semua hal itu menyapa ku dengan senyuman.

[ —— Untuk mengerti kejadian di atas, mari kembali ke beberapa menit yang lalu ]

Sepulang sekolah aku melewati jalanan setapak menuju gerbang utama sekolah.

Saat aku sampai di sana di penuhi oleh orang-orang yang bertingkah aneh.

Mereka bergelombol, seperti melihat sesuatu yang baru mereka berkumpul. Baik siswa lelaki atau perempuan saat mereka mencapai gerbang kaki mereka terhenti.

Semakin lamanya waktu gerombolan itu semakin banyak.

Aku yang melihatnya dari jauh terus melangkahkan kakiku, tapi dengan sedikit rasa penasaran yang memenuhinya.

—— Ada apa...?

Merasa ingin melewati gerbang yang ramai, aku berhenti.

Gerbang sangat padat sampai seorang semutpun akan sulit untuk melewatinya.

Bahkan untuk diriku, aku hanya terhenti pada barisan paling belakang dari kerumunan.

—— Apa yang harus ku lakukan?

Merasa sedikit bingung, aku memutuskan untuk tetap maju.

"Permisi!"

Menerobos masuk, aku terus mengulang kalimat itu dengan keras, berharap orang-orang di sekitar mendengarnya lalu memberikan jalan.

Perjalan yang berat pada akhirnya berakhir. Lautan tempat ku berenang tadi sangat sulit dan juga padat, bahkan untuk mencari udara di dalamnya saja sulit.

Di sana aku menghadapai gelombang pasang sikut, batu karang tas, dan moster bawah laut injakan sepatu. Sangat sulit untuk menerjang lautan tersebut, tapi pada akhirnya aku telah mencapai daratan.

Di luar gerbang sekolah, daerah sekitar sangat sepi.

Bagaikan segitiga Bermuda, area luar menciptakan bentuk bulat yang aneh dari banyaknya siswa yang berkumpul.

Dan di tengah segitiga Bermuda tersebut adalah sebuah kecantikan yang tak ada tara.

Seorang gadis.

Yang lebih penting lagi, aku mengenalnya.

Ia adalah gadis yang tergeletak pingsan semalam, dan juga gadis yang hampir menabrak ku kemarin siang.

Dia yang sepertinya menyadari keberadaan ku melirik ku dan berjalan pada ku.

—— A-apa? Apa yang terjadi?

Dia berhenti di depan ku, saat aku ingin mundur ke belakang dan mencoba masuk kedalam lautan orang, entah kapan lautan itu telah melebar luas.

Saat ini arena lingkaran ini telah mencakup bagian dalam gerbang.

—— Kenapa…?

Merasa heran aku mulai panik.

"Aku, telah menunggumu."

Saat gadis itu mengatakan itu, aura di sekitar mulai berubah, yang tadinya hanya lautan yang tenang, saat ini telah berubah menjadi lautan penuh ombak.

Cemburu, iri, atau hal apapun itu yang menyertainya. Pandangan yang mengarah pada ku saat ini di penuhi oleh rasa haus akan darah.

Tapi, walaupun begitu, gadis di depan ku tak menurunkan senyum yang ia buat. Apa dia tak menyadari suasana aneh ini? Atau bagai mana ia masih bisa menunggu di tengah kerumunan orang ini??

Aku tak tahu. Keluar dari itu....

—— Apa yang harus ku lakukan?

"Apa kau tidak apa-apa? Wajah mu sangat berkeringat."

"Ah, yah. Tidak apa-apa, mungkin karena panas…."

"Begitu…?"

Gadis itu memiringkan kepalanya saat mengatakan itu. Sial, dia sangat manis.

Bagai ia sengaja untuk membuat dirinya agar terlihat manis, tapi sebenarnya tidak seperti itu, ia sangat terlihat sangat cantik.

Untuk seketika aku memaklumi alasan para siswa untuk berkumpul.

Itu karena para nelayan hanya ingin melihat sebuah Putri duyung yang memikat hati melebihi secubus.

Yah, seperti itulah.

Akupun jika tak mengenal gadis itu pasti sudah melakukan hal yang sama.

"Ini, semalam kau menjatuhkannya." Dia menagatakannya, memotong pemikiran ku, sambil menyerahkan sebuah benda pada ku.

"Ah…. Terima kasih——I-ini!?"

Mengambil benda itu, aku mengucapkan terima kasih padanya, namun kalimat ku tak mencapai akhir.

Itu karena aku di kejutkan oleh kemunculan benda yang telah lama hilang, benda yang sangat berharga, dan penyebab awal dari pitaknya rambut ku, kartu pelajar.

"Iniiiiii! Benda ini telah ku cari kemana-mana, ku pikir telah hilang dan harus membuat yang baru lagi, tapi ternyata benda ini ada pada mu? Terima kasih! Aku sangat berterima kasih! Tapi, dari mana kau menemukannya?"

"...…. Huhu~, yah, di tenda yang semalam."

Tak dapat menahan tawanya karena reaksi berlebih ku, gadis itu tertawa kecil. Sial, imut!

"Be-begitu…." Menjawab dengan malu, aku menggaruk belakang kepala ku.

"Kalau begitu, selamat tinggal."

Mengucapkannya dengan nada yang nampak sedih, ia mengucapkan kalimat perpisahan.

"Tunggu!"

Tak mementingkan lautan hawa membunuh di sekeliling ku aku menaha langkah kakinya dengan memegang lengannya.

—— Kenapa kau membuat wajah sedih seperti itu?

"Ah, maaf. Ah.... Ini hanya untuk permohonan maaf, apa kau mau——pergi makan bersama?"

Gadis itu melihat ku dengan mata yang terbuka, lalu tak lama ia tersenyum manis dan menjawab;

"Yah, tentu."

—— Apapun alasan ia membuat wajah tersebut, aku——merasa tak ingin melihatnya lagi.

selamat menikmati : )

REDINAcreators' thoughts