webnovel

Masalah

Setelah mendapat informasi mengenai detail kontrak, Anggun kembali menuju meja Sagara. Disana sudah ada seorang wanita berambut pirang. Matanya sipit dan berwajah oriental. Anggun mengenal wanita itu. Dia adalah Jesica, seorang model dan juga artis yang namanya tengah melambung karena film yang dibintanginya sukses besar. Jessica selalu mengumbar senyum kepada Saga. Senyum itu, adalah senyum yang membuat Anggun jijik dan ingin muntah.

Anggun mendekat dan duduk kembali di kursinya.

"Bagaimana?" Bisik Saga pada Anggun. Anggun hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. Matanya masih tertuju pada wanita yang duduk bersebrangan dengan dirinya.

"Saya tidak tahu kalau CEO Sa Beauty ternyata seorang pria yang tampan," ucap Jessica.

"Yah, sepertinya saya sudah sering mendengar tentang hal itu," jawab Sagara. Jessica tersenyum mendengar jawaban dari sagara.

"Benarkah??? Saya juga yakin kalau saya bukan orang pertama yang menyebut Anda tampan…"

"Bagaimana kalau kita langsung membicarakan kontrak kerja kita. Saya yakin Anda pasti sibuk dan sulit untuk membuat janji temu dengan saya." Saga mengalihkan pembicaraan. Terlihat jelas bahwa dia bukan orang yang suka basa-basi.

"Oh… tidak masalah…," Ucap Jessica. 

Anggun mulai menerangkan isi dari kontrak tersebut. Menjelaskan tentang royalti yang akan Jesica terima jika kontrak kerja ini berhasil disepakati. Namun, Anggun merasa seperti sedang bermonolog. Meskipun ada dua orang yang sedang bersamanya dalam satu meja, tapi tak ada satupun dari mereka yang memperhatikan Anggun. Saga tengah sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dilihatnya sampai tak mengalihkan pandangan dari benda pipih itu. Sedangkan Jesica tengah memandangi Saga dengan tatapan menggoda.

'Dasar gadis gatel,' batin Anggun.

"Karena ada sedikit masalah, kontrak detailnya nanti akan kami kirimkan ke agency Anda, segera," ucap Anggun pada Jessica.

"Ya, tentu." Jessica masih saja memandang Saga.

Acara meeting hari ini selesai dengan disepakatinya kontrak oleh kedua belah pihak.

***

Saga merasa lega, karena kontrak dengan Jesica berjalan dengan lancar. Andai saja dia gagal, sudah pasti dia akan ditertawakan oleh semua orang, termasuk Ayahnya. Ide menggunakan Jessica sebagai model iklan adalah kemauan dari Saga. Saga mati-matian membujuk Jessica agar bisa meluangkan waktunya sebentar untuk bertemu secara langsung. Sebagai artis ternama, wajar saja Jessica merasa sombong dengan tidak mau bertemu dengan perwakilan perusahaan. Jessica mau bertemu secara langsung dengan CEO perusahaan yang akan mengajaknya bekerja sama. 

"Kamu tahu? Bagi saya, saya tidak suka bekerja dengan orang bodoh tak berguna. Bagaimana mungkin orang sepertimu layak menjadi sekretaris? Kamu pikir hanya karena kamu cantik, kamu bisa mendapatkan kerja dimana saja? Hanya orang bodoh yang akan mempekerjakanmu di perusahaannya. Dalam bekerja, ini harus digunakan." Saga menunjuk kepalanya sendiri. Anggun hanya diam tertunduk. Sang supir ikut berkeringat dingin mendengar Anggun dimaki-maki oleh Bossnya.

"Kamu pikir, kesuksesan yang didapat perusahaan sampai hari ini turun dari langit begitu saja? Tanpa ada proses? Mikir dong. Gara-gara kamu kerja keras yang aku bangun selama dua tahun ini hampir sia-sia! Dasar bodoh!"

Setelah puas memaki Anggun, Sagara menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil. Matanya terpejam dan tangannya memijat dahinya. Kepalanya terasa seperti sedang diputar-putar.

Anggun mengintip Sagara yang tengah terpejam dari kaca spion depan. Mengamatinya dengan seksama. Karena selama setengah hari bersama dengannya, baru kali ini dia memandang wajahnya dengan intens. Serta memakinya dalam hati.

'Dasar Boss jahat. Pantes aja banyak sekretaris yang nggak betah dan mengundurkan diri. Bossnya aja seperti itu. Nggak punya perasaan. Seharusnya intropeksi diri kenapa banyak sekretaris yang nggak betah kerja bareng sama dia. Mulutnya saja seperti pisaunya chef joni yang terkenal itu.' Maki Anggun dalam hati.

Tapi tiba-tiba mata Anggun menyipit. Dia merasa seperti tidak asing dengan wajah dari pria yang baru saja dia caci maki didalam hati.

'Kenapa aku seperti mengenal pria brengsek ini? Tapi dimana ya?' Anggun berusaha mengingat-ingat dia pernah bertemu dengan Sagara. Tiba-tiba….

'Bukankah dia… dia Sagara yang itu? Sagara si laki-laki brengsek itu!!'

Anggun merutuki kebodohannya. Kepalanya dipukul tanpa suara. Bibir tipisnya komat-kamit seperti seorang dukun tengah membacakan mantera. Meskipun sopir yang berada disampingnya menatap dengan perasaan heran, Anggun tak peduli. Sudah bersama dengan pria ini selama 5 jam tapi Anggun baru menyadarinya. 

'Argh!!! Bodohnya. Kenapa aku tidak menyadarinya dari tadi? Padahal sudah jelas namanya yang tidak pasaran.' Anggun bermonolog dalam hatinya.

'Tunggu!!! Dia tidak mengenaliku kan?' Anggun mencuri pandang lewat spion depan lagi.

'Tidak! Tidak. Dia tidak mungkin mengenaliku. Jesica yang selalu bersamaku saja tidak mengenaliku. Apalagi pria sombong ini. Jangan sampai Jessica mengenaliku. Apalagi pria kolot ini. Augh!!! 

Tidak heran sikapnya seperti ini. Ternyata sikap brengseknya berkembang sangat pesat. Dulu dan sekarang masih saja sama. Dasar menyebalkan!' 

Anggun mengingat kejadian sekitar 8 tahun yang lalu kala Anggun masih duduk dibangku SMA menjelang kelulusan. Dahulu, Anggun hanya tau membaca buku. Dia dijuluki gadis kutu buku culun di kelasnya.

 Suatu hari Anggun menyatakan perasaannya pada seorang pria, ketika dia sedang berpapasan dengannya di taman sekolah. Dia adalah Sagara, laki-laki populer di sekolahnya yang saat ini menjadi bos tempat dia bekerja.

 "Sa-sa-saya su-suka ka-ka-kamu, ka-kamu mau nggak ja-jadi pacar a-aku?" Itu lah ucapan Anggun dengan senyum malu-malu ketika dia tengah berdua dengan Sagara di taman sekolah. Sagara tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Sejenak dia merasa bingung dengan kejadian yang tidak terduga ini. Dia menoleh ke samping kanan dan kiri. Melihat barang kali ada seseorang yang melihatnya bersama Anggun

"Kamu gila ya!" Sagara langsung pergi meninggalkan Anggun yang terpaku mendengar ucapan Sagara yang menyebutnya gila.

'Augh!!! Dasar lelaki menyebalkan. Ya. Aku memang gila, gila karena menyatakan perasaanku pada laki-laki yang tak berperasaan sepertimu. Kamu menyebutku gila karena aku gadis kutu buku, begitu? Kamu malu jika berpacaran denganku? Dasar lelaki picik! Awas saja. Akan aku buat kamu menyesal karena telah menyebutku gila waktu itu.' Batin Anggun.

Semenjak saat itu, Anggun bertekad untuk merubah penampilannya. Dia belajar dari semua buku yang pernah dia baca. Olah raga menjadi rutinitas yang tak pernah dia lewatkan. Kacamata tebal ditinggalkannya dan beralih menggunakan softlens. 

Dia juga mulai merawat diri. Dari yang berkulit kusam menjadi putih bersih seperti mereka yang menggunakan perawatan mahal.

Anggun meremas tasnya karena marah mengingat kejadian masa lalu. Sagara melihat  Anggun menatapnya penuh emosi melalui spion depan.

"Ada yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Sagara dengan sorot tajam.

Anggun terperanjat mendapati dirinya ketahuan tengah memandang Sagara dari kaca spion.

"Ti-tidak, Pak." Anggun terbata. Jantungnya berdebar hebat. 

'Dasar. Pria tak berperasaan! Pantas saja tidak ada yang betah bekerja dengannya. Dia saja bukan manusia. Tapi batu!' Cacinya dalam hati.

Tiba-tiba cacing dalam perut Anggun menggeliat minta diberi makan. Waktu sudah menunjukan lewat jam makan siang. Tapi dia belum juga mengisi perutnya dari tadi pagi.

Tadi pagi Anggun hanya minum teh hangat sebelum berangkat, karena Anggun pikir dia akan segera pulang.

'Benar-benar orang yang tidak berperasaan. Sudah berada di restoran tapi tak sekalian mengajak makan. Apa dia itu tidak lapar? Dikatai bodoh, dicaci maki dan sekarang dibiarkan kelaparan. Benar-benar!' Anggun menggerutu lagi. Karena cacing di perutnya terus menggeliat dan tak mau berhenti. Ingin rasanya segera sampai dan langsung berlari menuju kantin perusahaan.

Ponsel Saga berdering. Dia merogoh benda pipih itu dari saku jasnya.

"Halo," ucapnya dengan mata masih terpejam.

"Apa!!!"

Anggun dan si supir terlonjak kaget dengan teriakan yang memekakan telinga. Mereka berdua saling pandang. Merasa ada sesuatu yang tidak beres dan mereka juga akan ikut kena imbasnya.